BAGAIMANA Rezim Orde Baru menceritakan Peristiwa Berdarah 1965 sudah sama-sama kita ketahui.
Dalam narasi sejarah resmi, peristiwa G30S tidak hanya menjadi titik tolak, melainkan pusat cerita. Sementara PKI dituduh sebagai dalang pembunuhan para jenderal TNI AD.
Namun, bagaimana para sastrawan pada masa itu memotret dan merefleksikan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah bangsa Indonesia ini?
Bagaimana peristiwa berdarah pasca-30 September 1965 diceritakan?
Buku “Perempuan dan Anak-anaknya”
Temukan jawabannya pada buku berisi kumpulan cerpen dengan titel Perempuan dan Anak-anaknya: Membaca Cerpen tentang Tragedi Masa Lalu.
Editor: Yoseph Yapi Taum dan Antonius Sumarwan, SJ
Beberapa cerpen merupakan buah pena para penulis mapan seperti Umar Kayam, Martin Aleida, Satyagraha Hoerip, Gerson Poyk, dan Ki Panjikusmin.
Ada kekasaran dan bahkan kenaifan dalam karya-karya ini.
Banyak tokoh atau pencerita yang tampil membawa beban rasa bersalah karena keterlibatan dalam penyiksaan dan kematian orang lain, sering kali orang-orang yang dikenal dengan baik.
Menggunakan kerangka riset intervensi berdasar teori tanggapan pembaca (Jauss, 1970), editor buku ini menawarkan cara membaca dengan perspektif hak-hak asasi manusia. Sehingga cerita-cerita lama mendorong pembaca agar peduli kepada para korban tragedi 1965 dan ikut berjuang agar hak-hak para korban akan kebenaran dan keadilan dipenuhi.
Harga Buku Rp 85.000,00 + ongkos kirim
Untuk pemesanan buku melalui Toko Majalah Basis (Toko Tjap Petroek) dengan mengisi formulir ini: https://forms.gle/doyUeCSseNh7ADSh6.
Setelah Anda memperoleh konfirmasi total harga dan ongkos kirim, pembayaran dapat dilakukan melalui BCA No. 0370-285-110 a.n. Sindhunata.
Informasi lebih lanjut Anang +62 812-2522-5423.