Renungan Harian
Jum’at, 25 Juni 2021
Bacaan I: Kej. 17: 1.9-10. 15-22
Injil: Mat. 8: 1-4
SUATU sore, saya melihat seorang bapak sedang berdoa di depan Bunda Maria.
Bapak itu duduk bersimpuh dan kepalanya menelungkup ke lantai. Cukup lama saya melihat bapak itu berdoa dengan khusyuk di depan Bunda Maria.
Kemudian saya melihat bapak itu membasuh mukanya dengan air yang ada di situ dan kemudian kembali berdoa.
Setelah beberapa saat bapak itu selesai berdoa dan melihat saya yang sedang ada di situ.
Bapak itu menyapa saya: “Panjenengan itu romo ya?”
“Iya betul saya, Romo Iwan. Saya romo yang bertugas di sini,” jawab saya.
Bapak itu kemudian memperkenalkan dirinya dan minta waktu sebentar untuk bercerita.
“Romo, saya itu sering mikir dan merenung, kok Gusti (Tuhan) itu aneh. Romo, saya bertahun-tahun menderita sakit jantung dan eksim. Saya sering menggeh-menggeh (terengah-engah) dan gemetar.
Sementara saya juga menderita eksim yang tidak kunjung sembuh.
Sudah berulang kali ke dokter tetapi belum juga sembuh. Akhirnya saya ke dukun Romo, karena ada teman yang bilang, saya ini kena guna-guna.
Sudah lima kali saya ke dukun yang berbeda dengan cara penyembuhan yang berbeda pula. Saya pernah disuruh kungkum (berendam) di sungai semalaman, pernah diberi ramuan-ramuan sudah bermacam-macam saran dari dukun-dukun itu saya jalani.
Belum lagi soal pantang dan puasa sudah segala bentuk puasa saya jalani. Tetapi tidak memberikan hasil.
Suatu ketika, isteri saya itu jengkel, ngomel-ngomel karena saya sering pergi ke dukun dan percaya dengan omongan teman.
Ia mengatakan dalam marahnya: “Bapak itu pengin sembuh, tetapi dengan cara berbuat dosa. Bapak mau sembuh penyakit badan, tetapi membuat hancur rohani bapak. Sudahlah mending sakit badan, tetapi rohaninya sehat daripada seperti sekarang ini.”
Romo, mendengar kata-kata isteri itu saya seperti tersengat dan berpikir. “Benar juga kata isteri, lebih baik saya sakit badan tetapi rohaninya sehat. Untuk apa badan saya sehat tetapi membawa saya ke neraka.”
Saya jadi takut kalau tiba-tiba saya mati dan nanti masuk neraka. Maka saya punya niat bahwa saya mau mohon ampun, mohon kerahiman Allah.
Tetapi karena saya merasa tidak pantas maka saya mohon lewat perantaraan Bunda Maria.
Itulah romo, saya datang ke sini tiap bulan untuk mohon ampun.
Saya datang ke sini tidak pernah saya mohon agar saya disembuhkan dari penyakit saya, setiap kali saya hanya mohon belas kasih Allah, mohon agar Bunda Maria memohonkan ampun untuk saya.
Saya sakit tidak apa-apa, tetapi agar kalau saya mati tidak masuk neraka.
Anehnya romo, setelah tiga kali saya sowan (menghadap) ke Bunda Maria, mohon belas kasih Allah, penyakit saya malah hilang.
Sudah tujuh bulan ini saya tidak pernah menggeh-menggeh dan gemeteran lagi, juga eksim saya hilang dan kulit saya kembali bagus.
Saya sudah periksa ke dokter, dan menurut dokter saya sudah sembuh.
Ini mukjizat besar untuk saya, Gusti itu luar biasa. Tapi ya itu Romo, bagi saya Gusti itu aneh, saya tidak mohon kesembuhan, tetapi ternyata diberi kesembuhan.
Karena mukjizat besar itu, membuat saya semakin merasa tidak pantas Romo,” bapak itu mengakhiri ceritanya.
Kerendahan hati, penyesalan yang luar biasa, menumbuhkan sikap hormat dan mohon belas kasih Allah, mendatangkan rahmat yang luar biasa.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius: “Ia sujud menyembah Yesus dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan daku.” “
Bagaimana dengan aku?
Bagaimana sikapku di hadapan Tuhan?