Renungan Harian
Rabu, 30 Juni 2021
Bacaan I: Kej. 21: 5. 8-20
Injil: Mat. 8: 28-34
DALAM sebuah percakapan bercanda dengan teman-teman biasanya yang terjadi saling mengejek, namun tentu saja tidak dimaksudkan untuk membuli atau dengan kebencian.
Dalam salah satu “guyon”, kami mengejek seorang teman yang baru saja pergi ke “orang pinter” untuk menanyakan tentang masa depan dirinya dan keluarganya.
Teman itu bercerita bahwa dia bisa bertemu dengan “orang pinter” itu karena diajak teman kantornya.
Teman itu bercerita dengan penuh semangat bagaimana “orang pinter” itu dengan sebuah media melihat masa depannya.
Menurut “orang pinter” itu teman itu masa depannya amat bagus, karena karirnya akan meningkat dan ekonominya akan berkembang pesat.
Salah satu teman menyebut dia akan menjadi orang kaya baru.
Semua itu akan terjadi dengan beberapa syarat antara lain mengubah arah hadap rumah, memindahkan beberapa barang dan lain-lain.
Salah satu teman bertanya apakah dia percaya dengan kata “orang pinter” itu dan akan menjalankan semua persyaratan yang diminta.
Teman itu menjawab bahwa dirinya percaya karena “orang pinter” itu meyakinkan. Hanya untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan dirinya masih ragu.
Seorang teman dengan sinis menegur: “Kamu itu “orang pinter”, kami kenal sebagai orang yang aktif di gereja, kok bisa-bisanya kamu percaya dengan hal-hal seperti itu. Kamu kok menjadi seperti orang yang tidak mengenal Allah.
Kamu itu dirasuki setan. Jangan-jangan kamu ini setannya.”
Semua tertawa terbahak-bahak mendengar teguran itu.
Teman yang ditegur menjawab: “Jangan salah. Setan itu mengenal Tuhan, bahkan sebelum kamu kenal Tuhan.”
Kami semakin terbahak mendengar jawaban teman itu.
Jawaban teman itu menjadi diskusi cukup panjang, bahwa setan mengenal Tuhan.
Semua mencoba menjelaskan konteks macam apa setan mengenal Tuhan, dan apa bedanya dengan kita yang mengenal Tuhan.
Setan mengenal Tuhan sebagai musuh abadi dan setan selalu inferior di hadapan Tuhan.
Setan mengenal Tuhan tidak untuk mengimani dan menyembah-Nya.
Kita mengenal Tuhan, meski tidak sehebat setan mengenal Tuhan, tetapi kita mengenal untuk mengimani, menyembah dan ingin selalu dekat dengan-Nya.
Seorang teman nyeletuk: “Setan aja kenal Tuhan, masa kamu yang mengaku orang beriman tetapi tidak kenal Tuhan. Kamu lebih rendah dari setan.”
Kami semua tertawa, mentertawakan diri kami sendiri ternyata kami lebih rendah dari setan.
Bagaimana dengan aku?
Sejauh mana aku mengenal Tuhan?