WISATA jiwa ini berlokasi di Loreto. Sedari awal, para peziarah sudah membangun niat kokoh untuk melakukan ziarah jiwa ini dengan cara “klasik” yakni berjalan kaki. Jaraknya pun juga tak tanggung-tanggung: 28 kilometer. Kurang lebih sejauh Yogyakarta-Klaten atau Jakarta-Bogor melalui Parung.
Tradisi peziarahan menyusuri jalur Macerata-Loreto sepanjang 28 km ini lahir pada tahun 1978, tahun yang sama ketika Kardinal Carol Woytila diangkat menjadi Uskup Kota Roma dan menjadi Paus menggantikan Yohanes Paulus I. Inisiatif peziarahan ini bermula dari ide seorang romo pengajar agama di Macerata bernama Padre Giancarlo Vecerrica.
Bersyukur kepada Bunda Maria
Kepada para muridnya, romo Italia ini punya gagasan: mengapa tidak mengakhiri tahun ajaran sekolah dengan cara bersyukur kepada Bunda Maria. Dan gayung pun bersambut. Idenya membahana hingga kemudian gagasan ini dikembang-biakkan oleh Komunitas Communion and Liberation (CL) menjadi semacam prosesi peziarahan jalan kaki ke Kuil Penampakan Bunda Maria di Loreto.
Ternyata Keuskupan Macerata dan Loreto memberi dukungan penuh atas ide besar ini. Ditambah lagi adanya dukungan dari beberapa kelompok awam katolik yang merasa wisata jiwa ini menjadi media kesaksian akan kesatuan dan persatuan umat karena iman yang sama. Puluhan voluntir menyediakan diri bekerja tanpa dibayar untuk menyukseskan program ziarah jiwa ini. Kontribusi mereka bermacam-macam: ada yang sibuk di bangku sekretariat, menjadi resepsionis, menjaga ketertiban umum, anggota koor, menyiapkan liturgi, layanan informasi, tim kesehatan, dan masih banyak lagi. (Bersambung)
Shirley Hadisandjaja Mandelli, tinggal menetap di Milano, Italia.