Puncta 21.07.21
Rabu Biasa XVI
Matius 13: 1-9
NUGAL adalah tradisi bercocok tanam di Kalimantan. Tradisi ini diwariskan turun temurun. Nugal dilakukan secara gotong royong, karena lahan yang ditanami cukup luas.
Mereka saling bergiliran membantu membuka ladang. Diawali dengan menebas pohon, membakar lahan.
Abu hasil pembakaran akan menjadi pupuk alami yang menyuburkan.
Lahan tempat nugal banyak yang berbukit-bukit jauh dari kampung. Pak Bosran punya lahan di pinggir Talan Trans Kalimantan, dekat Simpang Menara menuju Kalteng yang jaraknya dari Kampung Betenung kira-kira 20 kilometer.
Alat tugal dibuat dari batang kayu yang dilancip ujungnya untuk membuat lubang di tanah. Setelah lahan dibakar, beberapa hari kemudian orang membuat lubang di tanah dengan tugal.
Setelah itu benih ditaburkan ke tanah. Ada yang jatuh ke lubang, ke batu, ke semak, dan di antara batang-batang kayu sisa bakaran.
Selain tanam padi, mereka juga menanam di lahan tanaman tumpang sari seperti; timun, labu, kacang-kacangan, jagung, terung pipit, sawi, cabe, dan bayam.
Habis nugal kami biasanya makan nasi lemang, nasi ketan yang dimasak di dalam bambu dan dibakar.
Minuman yang disiapkan selalu kopi yang luar biasa nikmatnya.
Yesus mengajar dengan perumpamaan kaum agraris. Seorang penabur keluar menaburkan benih. Perumpamaan ini sangat mudah dipahami di pedalaman Kalimantan.
Benih bisa jatuh dimana-mana; di pinggir jalan, tanah berbatu-batu, di tengah semak dan di tanah yang baik.
Yang jatuh di bebatuan, bisa tumbuh tapi cepat mati. Yang di pinggir jalan akan dimakan burung atau diinjak-injak binatang.
Yang di semak-semak sulit berkembang karena dihimpit duri-duri yang lebat.
Benih yang jatuh di tanah yang baik akan tumbuh berlipat-lipat.
Perumpamaan ini mau menggambarkan bagaimana benih iman itu tumbuh di hati kita masing-masing. Hati kita itu seperti lahan.
Ada lahan yang berbatu, penuh semak duri yang menghalangi, atau humus yang subur menghasilkan banyak panenan.
Lahan macam apakah kita ini?
Apakah iman yang ditaburkan bisa bertumbuh dengan baik sehingga menghasilkan hidup yang subur dan berbuah melimpah?
Ataukah kita dihimpit oleh berbagai halangan sehingga iman itu tidak bisa tumbuh?
Pagi-pagi sarapan bubur.
Dicampur ati dan ampela.
Jika hidup kita adalah lahan subur.
Iman berkembang berlipat ganda.