TEKNIK penipuan macam ini biasanya berlanjut di luar areal gereja. Jadi areal Gereja menjadi lahan pertama untuk menjerat korban. Baru setelah itu, korban akan digarap lebih lanjut di luar kompleks gereja.
Mari kita kembali membahas kasus penipuan dengan modus operandi penjahat menyaru diri sebagai pastur gadungan itu.
Ketika jalinan emosional dengan calon korbanya sudah berhasil dirakit, maka kedua pastur gadungan itu kemudian melancarkan jurus maut penipuan berikutnya: membuat rencana pertemuan berikutnya, namun di luar kompleks gereja. Biasanya diadakan di sebuah tempat umum yang ramai. Kali ini, ibu yang menjadi korban ini dirayu agar mau datang di sebuah kompleks pertokoan di Buaran Plaza untuk sebuah ‘terapi’.
Lagi-lagi, jurus rohani dimanfaatkan sebagai ‘mantera’ untuk memperdaya korban. Setelah bertemu dan ngobrol sana-sini, akhirnya si ibu diberkati –lazimnya imam memberkati umat—disertai doa Bapa Kami dan Salam Maria.
Selama ngobrol-ngobrol itulah, korban ditanyai apakah punya simpanan emas atau uang di bank atau brankas. Kalau ada, kata kedua penjahat itu, segera diambil untuk dibawa dalam sesi pertemuan berikutnya.
Mengapa arah pembicaraan dari yang “rohani” berubah menjadi “duniawi”? Itu teknik mengelabuhi orang saja. Kata kedua penjahat itu, barang-barang berharga simpanan itu perlu dibawa untuk “diberkati”. Dan ini yang paling membuat manusia goyah iman: diimingi-imingi akan bisa dibuat berlipat ganda jumlahnya.
Singkat kata, akhirnya barang-barang simpanan berharga itu pun dibawa ke ruang publik dimana ketiga orang itu terlibat dalam sebuah perbincangan lebih lanjut. Ketika ibu korban dan seorang ‘romo gadungan’ itu pesan minuman di konter dan membayarnya, maka tak ayal kotak perhiasan dan uang yang sudah dicairkan secara tak sadar dititipkan kepada pastur gadungan satunya yang sengaja diam tak bergerak di meja makan.
Menjelang pulang, kembali kotak itu diserahkan lagi kepada korban dan malamnya barulah sadar ketika dia sudah kehilangan uang tak kurang Rp 100 juta.
Dua tahun lalu, modus operandi serupa juga terjadi di Gereja Santo Yosep Matraman, Jakarta Timur. Korbannya juga seorang perempuan bernama Niek yang masih terbilang saudara dekat anggota Redaksi Sesawi.Net. Korban baru sadar telah dikerjain dua romo gadungan hampir 5 hari pasca kejadian dia didoakan dan diberkati di depan Gua Maria dan berikutnya di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat
Ternyata, di Gereja Santo Yakobus Kelapa Gading, hal serupa juga pernah terjadi. Menurut umat setempat kepada Redaksi Sesawi.Net, pastur-pastur gadungan dengan modus operansi sama telah berhasil memperdaya dua korbanya dengan kerugian ratusan juta rupiah.
Di Gereja Santa Helena Karawaci –kata Romo Heri Kartono OSC—juga pernah terjadi kasus tindak pidana yang sama. Korbannya lagi-lagi kena tipu daya hingga ratusan juta melayang. (Bersambung)
Photo credit: ilustrasi
Artikel terkait:
Awas, Penjahat Nyaru Diri sebagai Pastur Gadungan dengan Hipnotis Berkeliaran di Gereja (1)
Mari Kenali Cara Pastur Gadungan Memperdayai Korbannya (3)