Anak Perempuan Benci pada Bapaknya

0
398 views
Ilustrasi - Anak perempuan benci sama orangtuanya (Positive parenting)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Sabtu, 14 Agustus 2021.

Tema: Bahagianya seorang anak.

  • Bacaan Yos. 24: 14-29.
  • Mat. 19: 13-15.

NALURI kebapakan, keibuan ada dalam diri setiap orang. Ia pun dapat merasakan kehangatan, keriangan dan  kedekatan dengan anak-anak. Hatinya pun tergerak oleh belas kasih sayang dan tidak tega, bila anak menderita.

Kita pun tahu akan hal ini. Saat dalam kandungan sampai umur lima tahun, apa yang dialami anak dan ibu yang mengandungnya akan turut mempengaruhi perilaku anak. Di kemudian hari.

Pada satu ekaristi minggu, saat pemberian Komuni Suci, di jalur saya selesai, saya lalu duduk. Sementara asisten imam masih membagikan Tubuh dan Darah Kristus.

Tiba-tiba seorang putri, sekitar umur lima tahun, naik ke altar mendekati, dan tiba-tiba dia mencium pipiku.

Saya hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. Saya lirik jalannya ke bangku ke orangtuanya. Sang ayah terlihat mengatakan sesuatu kepadanya. Sementara ibunya hanya tersenyum dan memegang kepala anaknya dan memeluknya.

Terkesima.

Sebuah momen yang menyenangkan bagi saya. Saya ingat keponakan-keponakanku yang kecil. Cara bicara, tingkah lakunya, gerak geriknya selalu menggemaskan.

Mereka menjadi perhatian utama, tumpahan kasih sayang. Walau tanpa sadar mereka menjadi “objek” penghibur orang dewasa. Kepolosan dan kelucuan mereka mrmbawa kegembiraan.

Saat-saat bahagia

Meluangkan waktu bermain, bersenda-gurau bersama anak-anak, sekedar lempar bantal, atau perang-perangan dengan air, dapat menjadi sarana keakraban, penghangat relasi orang tua dan anak.

Tak jarang orangtua menggoda puterinya; bermain tindih-tindihan, kitik-kitikan, sesekali memeluk dan membelai rambutnya. Sangat melegakan kehidupan.

Kenikmatan dan keindahan berkeluarga menjadi rahmat yang tak tergantikan

Kehilangan saat-saat indah

Si ayah sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Sebuah ungkapan tanggung jawab dan cinta pada keluarga. Kadang sampai lupa diri dan keluarga. Work alcoholic.

Sementara si nyonya mengurus rumah dan merawat anak dalam totalitas hatinya. Mulai dari antar-jemput, memasak, menemani belajar, dan masih banyak lagi lainnya.

Mereka mengalami krisis relasi. Sang suami membenamkan dirinya dengan kerja. Sibuk dengan dirinya sendiri. Si nyonya hanya mengurus anak-anak.

Pertengkaran-pertengkaran kecil pun terjadi. Suami menjadi temperamental. Si nyonya hanya diam dan menangis. Bersikap dingin. Anak- anak memandang dengan pilu.

“Ma, jangan nangis. Nanti kalau aku besar, mama tinggal sama aku aja,” kata anak-anaknya.

Papi jahat

Bukannya mereka tidak mencintai. Tetapi ketidakmatangan emosi memecahkan rasa perasaan. Semakin enggan berbicara semakin melukai. Pendapat isteri selalu tak dianggap.

Si ayah lupa bahwa mereka punya anak kecil dan kadang menjadi sasaran kemarahan.

“Mo, tolong beritahu si kecil. Sekarang ia menghindar dan tak mau didekati. Beberapa kali saya ingin memeluknya sebagai anakku, si kecil yang sekarang sudah SMP, tidak mau,” keluh seorang bapak.

“Nga mau dipeluklah. Grace sudah besar. Gak mau,” teriak anak perempuan yang kini sudah remaja.

“Kenapa? Kan anak papi.”

“Pokoknya nggak mau. Grace dah besar. Papi cuek. Marah-marah aja. Papi nggak sayang mami. Papi buat mama sedih dan nangis,” demikian protesnya.

Suatu saat, saya bertanya kepada anak itu kenapa sih nggak mau dipeluk ayahnya.

“Papi kan sayang kamu. Kerja keras mencukupi tapi kebutuhan keluarga. Papi yang cari duit. Capek dan beban pikiran banyak. Papi tuh sayang kamu loh,” kataku.

Si remaja itu berkata, “Aku nggak suka sama papi. Papi marah-marah. Sering berantem dengan mami. Mami hanya diam dan menangis. Nanti aku besar mami tinggal sama aku. Papi jahat,” jawabnya sengit.

Saya pun terdiam.

Saya percaya jalan terbaik merebut hati anak adalah mencintai ibunya.

No way. Just do it. Kepuasan emosionil belaka hanya melukai, walau merasa diri benar.

Kata Yesus, “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Surga.” ay 14.

Hari ini kita merayakan Pesta Maksimilianus Maria Kolbe. Seorang imam Fransiskan yang menderita, karena menerima rahmat stigmata. Penderitaan karena iman dapat menjadi sebuah proses pengudusan.

Tuhan, berkati anak-anak kami. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here