BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 16 Agustus 2021.
Tema: Derma bhakti.
- Bacaan Hak. 2: 11-19.
- Mat. 19; 16-22.
DALAM hidup ada sesuatu yang diperjuangkan. Minimal kehidupan itu sendiri. Ia harus bekerja keras menghasilkan sesuatu untuk kehidupannya sendiri. Itu yang minimal.
Terlebih, bagaimana dia menyiapkan keluarganya di masa depan. Itu wajar dan sepantasnya.
Keluarga adalah penerus iman dan kebaikan.
Paulus berkata, “Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” Ef. 4: 28.
Motivasi bekerja demi kebaikan dan kesejahteraan tidak hanya bagi keluarganya sendiri saja. Tetapi juga bagi kebaikan bersama dinyatakan oleh Yesus. “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” Lih Yoh. 5: 17.
Tetapi dunia menarik manusia ke arah sebaliknya dari tujuan ia diciptakan.
Salah satu bahaya dalam dunia yang diwarnai semangat konsumptif adalah kesedihan dan kecemasan yang lahir dari hati yang puas diri namun tamak. Itu tak lain pengejaran akan kesenangan dan kenikmatan sesaat dan hati nurani yang gampang tumpul.
Orang semakin memusatkan dirinya pada kepentingannya sendiri. Hanya mempedulikan dirinya sendiri. Hingga tidak ada ruang bagi sesama, apalagi tempat bagi yang miskin.
Bahkan suara Allah pun tidak lagi terdengar. Kegembiraan iman tergerus dan keinginan untuk berbuat baik pun semakin menipis.
Bacaan Injil hari ini menggambarkan bagaimana anak muda yang kaya begitu terpesona oleh kuasa kasih Yesus. Namun terbelenggu oleh harta kekayaan yang dimilikinya. Ia tidak bisa “move on” ke arah maksud dan tujuan dia diciptakan. Taat pada keberagamaan dan melakukan semua aturan-aturan keagamaan itu belumlah cukup bagi Yesus.
Kadang dan dalam kasus-kasus tertentu, penampilan dan aktivitas keagamaan tidak mendorong orang berkembang bersama, hidup demi kebaikan bersama, dan persaudaraan sebagai komunitas anak-anak Allah di dunia.
Perjumpaan pribadi dengan Yesus yang seharusnya menjadi kekuatan untuk mengembangkan kehidupan sesuai dengan rencana kasih Allah yang semula bagi pemuda itu adalah suatu yang mengecewakan. “Ketika orang itu mendengar perkataan Yesus, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.” ay 22.
Tapi tidak semua
Tidak semua orang yang kaya seperti si pemuda itu. Kemarin. kami misa di Stasi Haurgeulis, Kabupaten Pamanukan, Jabar.
Jumlah umat hanya 51 orang. Mereka datang dari tiga kecamatan. Yang hadir dalam setiap ekaristi sekitar 15- 20.
Ada sebuah tulisan nama di plakat dinding luar pintu masuk. Kel Johan Sarwoko
Saya bertanya kepada Ibu Lena, gembala stasi setempat.
“Ibu siapa nama yang tertulis di dinding itu?”
Oh itu. Almarhum papa dan mama.”
“Menarik sekali pasti ada sejarah kebaikan kan sampai almarhum Papa Mama tertera,” kataku.
“Romo, almahum papa dan mama seorang Kristen. Anak-anaknya ada yang Kristen, tapi saya Katolik. Sekitar tahun 1980-an, Mama punya kehendak mau menghibahkan lahan tanah untuk Gereja. Karena anak Mama ada yang Kristen dan Katolik, maka mama menghibahkan tanah itu untuk Gereja Kristen dan Katolik,” terang Ibu Lena.
Awalnya, hanya sebuah Gereja Kristen salah satu denominasi.
Dalam perjalanan iman ada “sedikit masalah internal” sehingga muncullah tiga komunitas denominasi yang sama-sama memakai gedung itu sampai sekarang.
“Sementara yang Katolik, saya sekeluarga dan umat yang lain tetap bersatu merayakan ekaristi. Begitu kisahnya, Romo,” terangnya.
Kebaikan, keluhuran budi dan kemampuan menemukan cara Tuhan dimuliakan almarhum Papa Mama Johan Sarwoko secara mengagumkan. Mereka dengan senang hati menghibahkan lahan tanah miliknya untuk Rumah Doa, Gereja.
Maka, kini terhimpunlah umat Kudus yang memuliakan Tuhan dengan cara hidup jemaat.
Saya tersentuh dan bersyukur.
Berbeda dengan pemuda kaya dalam bacaan Injil, almarhum papa dan mama Johan Sarwoko. Pasutri itu justru memberikan yang terbaik dalam hidupnya dan mendidik anak-anak untuk mengikuti visi-misi ke depan sebagai putera-puteri Bapa Surgawi. Yakni, “virus” kebaikan selalu menyebar.
Dan Gereja Stasi Haurgeulis menjadi saksi semua itu.
Tuhan, terimakasih. Dari kelembutan kasih dan kebaikan mereka terhimpunlah sejumlah umat kudus bagi kemuliaan Bapa. Amin.