Keluarga Tionghoa Satu-satunya di Kampung

0
342 views
Ilustrasi - Membantu sesama. (ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Sabtu, 9 Oktober 2021.

Tema: Kebaikan sederhana.

  • Yl. 3: 12-21.
  • Luk. 11: 27-28.

KEBAIKAN itu sederhana dan cenderung menjadi viral. Itulah yang melegakan dan mendatangkan kebahagiaan.

Kebahagiaan dapat muncul dari hal-hal yang sederhana. Tidak perlu sesuatu yang besar, heboh, dan spektakuler.

Melakukan hal-hal yang biasa dan sederhana, hal-hal yang kecil keseharian dengan kesadaran dan cinta, itulah kebahagiaan. Itu dapat menjadi jalan kekudusan.

“Mo, kalau ada waktu kunjungilah keluarga ini. Mereka orang yang baik dan sederhana. Nanti saya temani,” kata seorang asisten imam.

Setelah turun dari mobil dan berjalan beberapa meter masuk gang, ada sebuah rumah sederhana tetapi rimbun.

Begitu mendekati pagar, saya melihat ada sebuah ceret; sebuah gelas berisi beras.

Masuk pekarangan rumah ada banyak tanaman hijau, aneka bunga. Terkesan sangat dirawat dengan baik. Ada yang di depan rumah, di samping dan taman belakang.

Agak cukup luas sehingga suasana seperti tempat tanaman hias. Asri.

Satu-satunya keluarga Tionghoa di kampung

Keluarga ini merupakan satu-satunya keluarga keturunan Tionghoa di RT tersebut. Kendati demikian, saya merasa masyarakat pun menerima dia dengan baik.

Tiba-tiba ada suara dari luar, “Pak minta bunga mawarnya ya. Ada saudara yang meninggal mendadak. Dah harus dimakamkan sesegera mungkin setelah sembayang siang.”

“Ambilah aja yang diperlukan. Bunga lain juga boleh. Masuk aja,” kata orang di dalam.

“Kok diberi? Nggak sayangkah? Kan bisa beli di pasar? Atau dekat kuburan,” selaku kepo bener.

“Dah biasa, Mo. Orang-orang sekitar sering  meminta kembang. Memang kami menanam dan menyediakan juga untuk itu. Ngak ada artinya kok,” jawabnya rileks.

“Isteri saya suka berkebun. Itu yang membuat dia betah di rumah. Kami pun senang. Rumah terasa sejuk, asri, dan menyegarkan. Anak-anak juga dilatih dan dibiasakan. Mereka merawat apa yang mereka senang. Kadang pada malam hari kami bersama menunggu mekarnya bunga wijaya kesuma,” jelas bapak.

Saya melihat orang itu mengambil beberapa bunga mawar, kenanga, dan daun pandan.

“Itulah kebahagiaan kami, Romo, tinggal di kampung. Apa yang kami tanam berguna bagi masyarakat. Seringlah hal semacam ini terjadi. Mereka mengambil seperlunya.

Kecuali bunga anggrek. Saya bawa untuk hiasan gereja. Semua apa yang dibutuhkan ibu-ibu perangkai bunga kadang diambil dari sini. Mereka tidak memotong, tetapi membawa dengan pot. Nanti, beberapa hari kemudian dikembalikan,” jelasnya.

“Oh ya? Kalau tidak kembali gimana?” candaku.

“Pasti kembali kok. Kami kan tau di mana letak pot yang ada. Bahkan di kampung ini kalau ada hajatan, mereka meminjam pot-pot yang agak besar,” jawabnya.

“Di atas pagar, saya melihat ada ceret dan cangkir berisi beras?”

“Itu sudah menjadi kebiasaan kami. Setiap pagi kami membuat  teh manis. Setiap orang yang lewat boleh mengambil. Biasanya abang becak dan pemulung. Mereka sudah tahu kok. Sehari hanya satu ceret.

Dan cangkir yang berisi beras itu pengurangan jatah kami masak. Kami dulu mengusulkan kepada warga. Setiap hari menyisakan satu cangkir beras. Ada petugas RT yang mengambil dan mengumpulkan serta memberikan kepada keluarga-keluarga yang tidak mampu. Dan itu berjalan dengan baik,” terangnya.

“Saya bangga. Kehadiran mereka diterima oleh masyarakat. Kebaikan mereka menjadi adat kebiasaan baik keseharian. Rumah-rumah di gang di kampung ini aman. Tidak ada orang yang mengganggu. Saling memperhatikan dan saling membagi.

Saya betul-betul kagum dan terpesona. Kesederhanaan dan ketulusan rupanya menggemakan persaudaraan dan keakraban di gang itu,” tambahnya.

“Apakah pernah mendengar diteriakan kafir atau Aseng? Atau diganggu dengan cara lain?”

“Dulu pernah sekali Romo. Tapi dah lama. Ada beberapa anak-anak yang lewat. Mereka teriak itu. Anak kampung sebelah. Yang aneh, tetangga pada keluar. Anak-anak itu dimarahi. Bahkan ada yang ditampar Pak RT. Mereka lalu diarak kerumah orangtuanya. Sejak itu tidak ada,” jawabnya.

Walau latar belakang kejadian berbeda, benarlah yang dikatakan Yoel, “Tuhan adalah tempat perlindungan bagi umat-Nya.” ay 16b.

“Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya,” Sabda Yesus hari ini.

Tuhan, tuntun kami di jalan-Mu. Dan kami pun percaya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here