Iman

0
326 views
Ilustrasi: Anak-anak berdialog dan bermain tanpa pretensi. (Ist)

Renungan Harian
Kamis, 14 Oktober 2021
Bacaan I: Rom. 3: 21-30
Injil: Luk. 11: 47-54
 
ADA sekelompok anak kecil sedang bermain dengan gembira. Usia mereka sebaya, rata-rata kelas 1 Sekolah Dasar.

Salah satu anak mengingatkan temannya: “Kamu tidak boleh bohong. kalau bohong, nanti kamu masuk neraka dan dibakar.”

Anak kecil yang mengingatkan temannya itu karena selalu mendapatkan pengajaran entah dari orangtuanya, entah dari guru agamanya. Sehingga apa yang diberikan dan ditangkap itu yang dikatakan ke temannya.

Salah satu anak yang diingatkan itu menjawab: “Aku mah selalu berdoa kepada Tuhan Yesus jadi masuk surga.”

Sebagaimana anak yang mengingatkan anak ini juga mendapatkan pengajaran yang demikian sehingga bisa menjawab temannya.
 
Dialog yang menarik antar anak-anak.

Menarik, karena anak-anak ini sejak kecil sudah mendapatkan pendidikan iman yang baik. Kebenaran-kebenaran iman yang ditanamkan menjadikan anak-anak ini dengan mudah mengatakan apa yang telah didengarnya.

Menarik karena dialog antar anak-anak ini tidak ada niat untuk mengatakan bahwa iman yang kuhayati paling benar. Pun pula tidak ada niat untuk merendahkan iman orang lain.

Setelah dialog itu mereka tetap bermain bersama dan tidak lagi membicarakan agama atau ajaran-ajaran yang mereka terima. Bahkan mereka bermain tanpa memikirkan atau pun merasakan bahwa mereka berbeda.
 
Bila kita melihat apa yang terjadi diantara orang-orang yang lebih dewasa khususnya akhir-akhir ini, percakapan-percakapan tentang bagaimana menghayati iman ada kecenderungan untuk mengagungkan imanku dan merendahkan iman orang lain.

Dan tidak jarang hal itu terungkap bahkan diunggah melalui media sosial. Bahkan mereka yang dituakan atau dihormati dalam penghayatan iman sering kali juga masuk dalam ranah semacam itu.
 
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Surat Paulus kepada Jemaat di Roma mengingatkan pentingnya untuk saling menghormati antar orang beriman, meskipun berbeda dalam cara penghayatannya.

“Adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja? Bukankah Ia juga Allah bangsa-bangsa lain?

Ya, benar. Ia juga Allah bangsa-bangsa lain.” 

Bagaimana dengan aku? Apakah aku bagian dari orang-orang yang selalu menghormati dan mengasihi orang-orang yang berbeda denganku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here