Renungan Harian
Senin, 25 Oktober 2019
Bacaan I: Rom. 8: 12-17
Injil: Luk. 13: 10-17
“ROMO, saya sebagai penegak hukum seringkali berhadapan dengan situasi yang amat sulit. Satu sisi hukum harus ditegakkan, semua orang sama kedudukannya di muka hukum.
Tetapi di sisi lain sering kali harus berhadapan dengan sesuatu yang membuat nurani saya terluka. Belum lagi kami berhadapan dengan tekanan publik yang tidak mudah dan tidak ringan.
Ada kalanya kami yakin bahwa orang ini harus dihukum berat, tetapi semua tergantung di persidangan. Orang yang seharusnya dihukum berat, tetapi bisa mendapatkan keringanan dan tidak jarang bisa bebas.
Hal-hal seperti itu yang membuat hati nurani ini terluka.
Romo, ada pengalaman yang sungguh-sungguh membuat saya menangis saat harus menegakkan hukum. Ada seorang anak remaja, ditangkap masyarakat karena mencuri.
Anak itu sudah babak belur dihakimi masa untuk masih bisa diselamatkan. Anak ini memang tertangkap basah mencuri beras di toko milik seorang warga.
Saat anak ini kami periksa, dia mengaku datang dari desa lain, mencuri beras karena butuh makan untuk dia dan 2 orang adiknya.
Menurut ceritanya, dia sudah yatim piatu dan harus menghidupi 2 orang adiknya yang masih kecil. Selama ini dia bekerja sebagai pemulung untuk hidupnya dan menghidupi 2 orang adiknya.
Hari itu, dia kepepet lalu mencuri.
Saya tidak percaya begitu saja dengan cerita anak ini, karena biasa pencuri akan berdalih seperti itu. Lalu saya minta anggota untuk menyelidiki rumah anak ini. Dan benar bahwa di rumah yang tidak layak huni ada 2 orang anak, satu berumur 10 tahun dan yang satu berumur 7 tahun.
Mendengar laporan anggota saya ke sana sendiri dan mendapati seperti apa yang dikatakan anggota.
Saya amat sedih dan sungguh-sungguh bingung. Kalau anak ini dibebaskan, saya khawatir dengan keselamatan anak ini, tetapi kalau ditahan kasihan adik-adiknya.
Setelah berbicara dengan anggota, kami putuskan bahwa anak ini tetapidi kantor dan adik-adiknya juga dibawa agar berkumpul dengan kakaknya. Kemudian saya menemui warga yang kecurian dan RT, RW serta lurah setempat.
Saya menjelaskan kondisi anak yang mencuri dan mengajak aparat desa dan perwakilan warga untuk melihat kondisi rumah anak itu.
Syukur pada Allah, Tuhan menggerakkan hati mereka. Warga yang kecurian bersedia mempekerjakan anak yang mencuri dan menanggung hidup harian anak itu dan adik-adiknya.
Kami dari kepolisian dibantu warga 2 desa membangun rumah anak itu.
Romo, ternyata dalam situasi yang seperti itu kalau mau berpegang pada hati nurani dan kemanusiaan selalu ada jalan. Masih banyak orang baik yang ada di sekitar kita.
Itulah romo hal-hal seperti itu yang sering kali berat bagi kami para penegak hukum,” seorang polisi sharing pengalamannya.
Ada banyak orang yang menggunakan hukum untuk kepentingan dan keutungan diri sendiri sehingga mengorbankan kemanusiaan. Namun tidak sedikit yang berani melawan arus dengan menegakkan hukum berlandaskan cinta dan belas kasih
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam injil Lukas, saat Yesus menegakkan hukum berlandaskan cinta dan belas kasih menjadikan banyak orang melihat kemuliaan Allah.
“Semua lawan-Nya merasa malu, sedang orang banyak bersuka cita karena segala perkara mulia yang telah dilakukan-Nya.”
Bagaimana dengan aku?
Apakah aku mengutamakan cinta dan belas kasih dalam menjalankan dan menegakkan aturan serta hukum?