PERSAUDARAAN Devosi Maria Jakarta kembali sukses menyelenggarakan rangkaian acara sembilan hari Devosi Maria 2012 dari 8-16 Mei di Jakarta. Acara gratis beruntun tiap hari tersebut diawali dengan doa rosario, kemudian talkshow berbagai topik bertema ekaristi dan ditutup dengan perayaan ekaristi.
Talkshow menghadirkan sejumlah pembicara ahli dalam bidangnya. Hari pertama diawali oleh Romo Andang Listya Binawan SJ yang membahas ekaristi sebagai sarana berkumpul untuk memuliakan Tuhan. Hari kedua tampil Romo Jacobus Tarigan Pr membicarakan spiritualitas untuk menjadi bagian dari ekaristi.
Romo Boscho da Cunha O.’Carm mengisi hari ketiga dengan pembahasan mengenai panggilan untuk saling melayani. Hari keempat diperbincangkan pertobatan agar layak di hadapan Allah bersama Romo Ignatius Madya Utama SJ.
Sementara Romo BS Mardiatmaja SJ memberi pencerahan pada hari kelima dengan tema Liturgi Sabda: Mendengarkan ketika Allah berbicara. Lalu Romo Yohanes Subagyo Pr membahas tema Mendengarkan Tuhan melalui Kitab Suci.
Pada hari ketujuh tampil Romo YR Edy Purwanto Pr mendiskusikan persembahan seluruh pengalaman hidup dalam ekaristi. Sedangkan hari kedelapan diisi Romo A. Sunarko OFM yang menjadi narasumber untuk tema komuni, kurban yang menyatukan.
Devosi Maria 2012 berakhir pada puncak acara dimana program acara penutupan diisi dengan talkshow bersama Mgr. Ignatius Suharyo. Sementara dua ibu juga dihadirkan untuk memberi kesaksian akan tugas pengutusan. Kedua ibu ini adalah Wiwiek D. Santoso dan Shinta Hidayat, sementara yang menjadi moderator acara adalah Maria Ratnaningsih.
Syalom untuk semuanya
Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo menjelaskan makna syalom yaitu relasi. “Yesus mati untuk keselamatan dunia, maka datanglah syalom,” demikian jelas Monsinyur. “Kalau relasi saya dengan Tuhan rusak, maka syalom hilang. Demikian juga kalau relasi saya dengan sesama tidak baik, maka syalom tidaklah lengkap.”
Relasi lain yang perlu dijaga adalah relasi dengan Allah dan dengan alam.
Bagaimana cara mencoba mewujudkan Syalom? Menurut Mgr. Ignatius Suharyo, ada tiga pegangan yang perlu kita ikuti yakni:
- Iman akan ekaristi yakni mewartakan kematian dan kebangkitan Tuhan;
- Jalan yakni jalan mana yang kita pilih atau yang dipilihkan Tuhan;
- Pengutusan yakni untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Arti Kerajaan Allah di sini adalah pembaruan atau transformasi. Contohnya seperti pelayanan kasih yang dilakukan Shinta Hidayat dan teman-temannya, membuat para pemulung yang tadinya tidak mengerti akan usaha menabung menjadi berusaha menyisihkan penghasilannya walau sedikit sebagai tabungan.
Monsinyur juga menekankan pentingnya adorasi untuk bisa bertahan dalam pelayanan. Beliau lalu mencontohkan apa yang hingga sekarang tetap dilakukan tarekat Bunda Teresa, yang setiap hari melakukan adorasi satu jam.
Lebih lanjut Monsinyur Suharyo menceritakan kisah bagaimana Paus Yohanes Paulus II yang sekarang bergelar Beato juga berhasil luput dari maut pada tanggal 13 Mei 1981 karena penghormatannya kepada Bunda Maria dari Fatima.
Pada waktu Mehmet Ali Agca menembak, Sri Paus kebetulan sedikit membungkuk karena tengah memberkati foto Maria dari Fatima yang dibawa oleh seorang anak kecil sehingga tembakan itu tidak mengenai kepala seperti yang direncanakan. Mendiang Beato Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bagaimana mengampuni itu merupakan watak ilahi. Begitu keluar dari rumah sakit, orang pertama yang dikunjunginya adalah sang penembaknya. (Bersambung)
Photo credit: Mgr. Ignatius Suharyo di acara Palingsah (Mathias Hariyadi)
Artikel terkait: