GEREJA Katolik miliki banyak tradisi yang berkembang dan berlangsung sejak lama. Salah satu tradisi itu adalah memberi penghormatan kepada Bunda Maria pada bulan Mei dan Oktober.
Bulan Mei disebut sebagai Bulan Maria dan Oktober disebut sebagai Bulan Rosario.
Ketika bulan Mei atau Oktober tiba, umumnya orang Katolik akan mengisinya dengan beragam kegiatan devosional atau doa-doa yang secara khusus diungkapkan sebagai penghormatan kepada Maria, Bunda Yesus Sang Penebus.
Ada aneka kegiatan seperti Doa Rosario dan ziarah ke gua Maria yang digelar secara bersama maupun pribadi.
Karena Doa Rosario adalah salah satu doa devosi yang sangat populer di tengah umat Katolik, maka tak mengherankan jika pada masa ini tempat-tempat ziarah Bunda Maria menjadi sangat ramai dikunjungi peziarah yang datang dari berbagai tempat.
Memang beberapa waktu terakhir seiring dengan merebaknya pandemi Covid-19 tempat-tempat ziarah pun menjadi sepi dan kalau pun ada peziarah yang datang pasti dalam jumlah yang sangat terbatas.
Tempat ziarah Bunda Maria yang telah mendunia misalnya Lourdes, Fatima, Sendangsono, Kerep di Ambarawa, dan Puh Sarang di Kediri.
Selain tempat tersebut, di Keuskupan Agung Pelembang pun terdapat beberapa tempat ziarah Bunda Maria yang menarik untuk dikinjungi. Yaitu,
- Gua Maria Mater Misericordiae Sukomoro.
- Gua Maria Sendang Arum Baturaja.
Keduanya berada di wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
Meneladani Bunda Maria
Tradisi Gereja yang telah berabad-abad lamanya hidup dan berkembang di kalangan umat ini erat kaitannya dengan sosok Bunda Maria dan menjadi salah satu bentuk devosi umat yang populer.
Devosi kepada Bunda Maria ini adalah bentuk ungkapan penghormatan kepada Maria, sebagai Ibu Tuhan Yesus.
Ada begitu banyak sikap hidup Bunda Maria yang patut kita teladani.
Maria adalah sosok pribadi yang hidup penuh totalitas, rendah hati, sederhana dan murni dalam mewujudkan iman dan kepasrahannya kepada kehendak Bapa.
- Bunda Maria adalah contoh yang ideal dalam menghidupi iman dan memperjuangkan kehendak Allah di atas segala keegoisan pribadi dan harapan-harapan kita.
- Bunda Maria adalah model bagi kita umat beriman untuk hidup, bersikap dan bertindak menghadapi misteri panggilan Allah yang begitu luas dan agung pada masa kini.
Kalimat yang diucapkan Bunda Maria, “Aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu”, merupakan gambaran atau ekspresi imannya yang sangat mendalam dan bentuk kepercayaan total yang sehabis-habisnya kepada rencana Allah, meski sesungguhnya masih diliputi oleh suasana atau situasi gelap dan tak pasti.
Jawaban Maria menjadi jalan terpenuhinya janji Allah akan hadirnya Mesias.
Maria adalah Bunda Yesus dengan demikian ia adalah Bunda semua orang Kristen.
Dalam sejarah iman Kristiani dan Gereja, posisinya sangat unik, Maria dekat dengan Allah dan juga dekat dengan semua orang.
Sebagai Bunda Yesus, Maria memiliki peran penting dalam meneruskan rahmat Allah. Kesiapsediaan Maria ini berbuah rahmat yang senantiasa mengalir bagi semua manusia.
Gua Maria Bunda Sang Penebus Batuputih
Salah satu alternatif tempat yang perlu dicatat dalam agenda perjalanan ziarah Bunda Maria adalah Gua Maria Bunda Sang Penebus.
Lokasinya ada di Desa Batuputih, Kecamatan Baturaja Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
- Gua Maria ini berada di kompleks Pemakaman Umat Katolik Batuputih.
- Berjarak sekitar 220 Km dari pusat Kota Palembang, Ibukota Provinsi Sumatera Selatan.
- Untuk mencapai tempat ziarah yang secara teritorial gerejawi berada di wilayah pelayanan Paroki Sang Penebus Batuputih ini, dalam kondisi normal membutuhkan waktu perjalanan sekitar 4 jam.
- Bisa menggunakan kendaraan pribadi, travel atau kereta api dari Stasiun Kertapati Palembang menuju Stasiun Baturaja Kota.
Tepi Sungai Lengkayap
Gua ini letaknya tak jauh dari Kompleks Gereja Katolik Paroki Sang Penebus Batuputih.
Batuputih adalah nama sebuah desa yang berada di tepian Sungai Lengkayap, salah satu anak Sungai Musi.
Di desa inilah sejak 31 Oktober 1948 berdiri Gereja Katolik Paroki Sang Penebus.
Ada lebih dari 200-an KK umat yang berada di sekitar pusat paroki, mereka mayoritas merupakan masyarakat Suku Ogan, salah satu suku asli Sumatera Selatan.
Di Keuskupan Agung Palembang, selain Batuputih ada pula Paroki St. Mikael Tanjung Sakti, Lahat yang umatnya sebagian besar juga merupakan masyarakat asli Sumatera Selatan.
Ketika berjalan dari kompleks gereja menuju gua Maria kita akan melewati jalan setapak di pinggiran lapangan SD Xaverius 2 Batuputih.
Pepohonan hijau nan rindang menyambut para peziarah, ada pohon alpukat, pisang, kelapa, manggis, cempedak dan duku.
Semakin dekat ke kompleks gua, kita akan melihat jejeran nisan makam umat Katolik berada di kiri dan kanan jalan setapak, makam laki-laki di sebelah kiri dan perempuan di sebelah kanan.
Suasana ini menjadi salah satu kekhasan gua Maria Bunda Sang Penebus, yaitu berada di tengah pemakaman.
Memasuki gerbang kompleks ziarah ini, suasana sunyi dan tenang begitu terasa. Tampak pohon-pohon besar berdaun hijau nan rindang dengan batang kokoh tinggi menjulang menghasilkan udara yang segar dan suasana alam yang sejuk.
Setelah memasuki pintu gerbang, di sebelah kiri gerbang kita akan melihat empat buah makam berdinding granit hitam.
Makam ini merupakan makam empat tokoh perintis hadirnya kekatolikan di Batuputih, mereka adalah Petrus Abdul Hulik, Yohanes Alwie, Paulus Damseh dan Yosep Alisuni.
Mereka awalnya beragama non Katolik.
Tepat di belakang makam perintis ada sebuah pendopo bertiang kayu dengan motif atap joglo sebagai tempat persiapan para petugas liturgi. Dari gerbang tampak dua malaikat memegang terompet yang dengan setia menyambut para peziarah yang datang memasuki lokasi ziarah.
Setelah memasuki gerbang para peziarah sampai di sebuah persimpangan, menuju pendopo, taman salib dan gua Maria.
Dari persimpangan itu peziarah bisa melihat sebuah salib besar berdiri di atas batu alam yang tampak kokoh tersusun. Ada dua malaikat bersimpuh yang berjaga di bawah salib.
Di sebelahnya ada batu alam dengan tulisan “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” (Yohanes 14:6).
Salib ini adalah salib utama gereja paroki yang lama karya FX. Sumardi. Gereja paroki ini baru saja direnovasi dan diberkati pada 31 Januari 2021 lalu.
Jalan setapak berlapis keramik dengan motif batuan kecil menjadi jalur utama bagi para peziarah yang hendak berjumpa Bunda Maria. Jalan ini telah didesain sedemikian rupa hingga tetap ramah bagi siapa saja, termasuk lansia dan penyandang disabilitas.
Beberapa lampu taman bertiang hitam tampak menghiasi sejumlah bagian kompleks, menjadi penerang di kala malam tiba. Tampak barisan kursi bercat coklat dengan balutan keramik warna krem tersusun rapi untuk peziarah.
Hamparan batu alam menghiasi area bangku peziarah. Sengaja tidak dengan lantai cor agar tetap ramah lingkungan dan tetap tersedia resapan air yang memadai di kala hujan turun.
Semakin dekat dengan gua tampak ada dua malaikat kecil yang menyambut sambil meniup terompet.
Selanjutnya, arca Bunda Maria dengan pakaian berwarna biru terlihat anggun bersama St. Bernadet yang berlutut di hadapannya. Tampak Bunda Maria dengan tangan terkatup dan tatapan teduhnya menyambut para peziarah yang datang.
Berawal dari kerinduan
Pembangunan tempat ziarah ini mulai digagas oleh Romo Cz. Coziel SCJ, seorang imam Kongregasi SCJ yang berkarya di Batuputih pada saat itu.
Pada tahun 1979 dalam sebuah kesempatan setelah kembali dari berlibur di kampung halamannya di Negeri Belanda, ia mengungkapkan kerinduannya untuk membangun sebuah tempat ziarah bagi umat.
Kerinduan itu ia sampaikan kepada FX. Samsudin, ketua Dewan Pastoral Paroki kala itu. Bersama umat, rencana itu kemudian ditindak lanjuti dengan mulai membangun gua Maria pada awal tahun 1981.
Dikoordinir oleh Romo Cz. Coziel SCJ umat bekerja sama bahu membahu mencari bahan untuk gua Maria, mereka pergi ke hutan di tepian Sungai Lengkayap untuk mencari batu Sungkai, yaitu kayu Sungkai yang telah membatu.
Batuan inilah yang menjadi bahan dasar bagi pembuatan gua tersebut.
Dengan segala keterbatasan gua itu pun mulai dibangun. Romo Cz. Coziel SCJ kemudian mengundang dan meminta bantuan FX. Sumardi untuk mengerjakan gua dan Patung Maria di tempat itu.
Gua Maria sederhana ini akhirnya selesai dibangun pada 1 November 1982. Sejak saat itu tempat ini menjadi tempat ziarah bagi umat Batuputih.
Pada periode selanjutnya, yaitu pada tahun 1985 Romo FX. Hardjo Atmodjo datang melayani sebagai pastor paroki di Batuputih. Melihat kondisi gua Maria yang memprihatinkan, akhirnya dalam kurun waktu tahun 1986-1987 Romo Harjo mengajak umat untuk bersama-sama memperbaiki dan menata kembali agar gua Maria ini menjadi semakin layak sebagai tempat ziarah.
Saat itu hadir Dasirun seorang tukang dari Baturaja yang sengaja diundang untuk membangun bak penampungan air di belakang gua. Bersamaan dengan itu beberapa umat di antaranya adalah Ambrosius Tukijan mulai menggali sumur yang letaknya tak jauh dari gua Maria.
Selain itu FX. Soedjijanto, seorang guru SD Xaverius Batuputih sekaligus Katekis paroki saat itu pun bersama umat mulai menambah badan gua dengan batuan sungai yang diambil dari Sungai Lengkayap serta membangun pagar di sekitar gua.
Setelah penataan selesai gua Maria pun mulai mendapat kunjungan dari peziarah yang datang dari berbagai tempat, seperti Jakarta, Bandung, Belitang, Baturaja dan Tanjung Enim.
Kisah-kisah manis
Menurut penuturan para tokoh, telah ada kisah-kisah manis terjadi setelah berziarah dan berdoa di gua Maria ini.
- Ada orang yang sembuh dari sakit seperti tumor dan epilepsi.
- Ada juga yang berziarah dan berdoa akhirnya memiliki keturunan.
Kisah manis itu menjadi tanda berkat Tuhan yang hadir nyata dalam doa bersama Maria. Per Mariam ad Iesum, melalui Maria kepada Yesus.
Menjadi tanda syukur
Seiring perjalanan waktu, kondisi gua Maria tampak sangat memprihatinkan. Bangku-bangku semen banyak yang roboh karena terangkat akar pohon, bangku tampak hijau tebal terbalut lumut.
Halaman becek.
Dedaunan kering berserakan. Pagar kawat juga rusak tertimpa dahan pohon yang jatuh. Suasana terkesan menjadi suram dan tak menarik bagi orang untuk berziarah. Terkesan tak terawat. Letaknya di tengah makam membuat suasana tambah seram.
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,”demikian kata Pengkhotbah.
Paroki Sang Penebus Batuputih pada 31 Oktober 2021 akan merayakan HUT ke-73. Selain itu umat juga hendak merayakan syukur atas penyertaan Tuhan selama 27 tahun Kegembalaan Mgr. Aloysius Sudarso SCJ sebagai Uskup Agung Palembang yang kini telah memasuki masa purnabakti.
Maka tiba waktunya untuk berbenah.
Sebagai salah satu ungkapan syukur atas berkat Tuhan dan Bunda Maria yang telah mendampingi perjalanan peziarahan iman umat di Batuputih, sekaligus sebagai penanda HUT paroki ke 73 dan syukur atas kegembalaan Mgr. Aloysius SCJ, umat pun merencanakan untuk merenovasi kompleks gua Maria ini.
Setelah melihat segala kemungkinan akhirnya pada 30 September 2021 tepat di saat gereja akan memulai Bulan Oktober sebagai Bulan Rosario renovasi pun dimulai. Lantunan Doa Rosario yang didoakan di Gereja oleh umat setiap hari secara bergiliran menjadi untaian kasih penuh syukur sekaligus harapan agar proses renovasi dapat berjalan lancar.
Tukang-tukang bangunan yang datang dari Talang Jawa, Baturaja di bawah komando Mbah Asmawi mengerjakannya dengan penuh semangat.
Pagar ditinggikan, area kompleks diperluas, makam para tokoh perintis dirapikan dan disatukan dengan kompleks gua Maria, jalan setapak dan pendopo dibangun, cincin batu sumur yang runtuh diperbaiki, bangku-bangku baru di buat, pelataran yang becek ditimbun dan dilapis dengan batu serta penambahan sarana penunjang lainnya pun dikerjakan.
“Kalau bukan kita-kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang kapan lagi,” demikian kalimat dari seorang umat memberikan semangat. Sudah saatnya untuk berbenah.
Dengan dukungan dari umat dan banyak pihak serta restu dari Yesus Sang Penebus dan Maria, Bunda Sang Penebus, akhirnya dengan segala kasih yang telah tercurah kompleks gua Maria ini pun selesai direnovasi dan siap untuk diberkati.
Merangkai syukur: Indah pada waktunya
Dengan tema perayaan, “Merangkai Syukur, Menata Langkah: Semakin Beriman, Semakin Berpartisipasi”, tempat ziarah dengan nama Gua Maria Bunda Sang Penebus Batuputih pun diberkati dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Aloysius Sudarso SCJ, Uskup Agung Emiritus Keuskupan Agung Palembang, pada Minggu, 14 November 2021.
Perayaan ini dihadiri oleh tujuh imam sebagai konselebran, mereka adalah Romo Yohanes Kristianto, Romo Stefanus Supardi, Romo Andreas Eko, Romo Anton Liberto, Romo Romanus Suryo, Romo Gading Sianipar, dan Romo Titus Jatra Kelana.
Sejumlah suster bersama ratusan umat ikut hadir dalam perayaan syukur ini. Mengakhiri rangkaian pemberkatan, Bapa Uskup berkenan menandatangani prasasti pemberkatan Gua Maria.
Ada suasana syukur yang mengemuka atas kebaikan dan rencana Tuhan yang selalu indah pada waktunya.
Kompleks ziarah yang hijau dan sejuk dengan beragam pepohonan rindang serta suasana pedesaan yang tenang dengan suasana kekatolikan yang khas Batuputih bisa menjadi salah satu pilihan Anda. Untuk berziarah, berdoa dan menimba berkat seraya menimba pengalaman iman di Bumi Sebimbing Sekundang Tanah Ogan.
Semua adalah bagian dari peziarahan iman umat Katolik Keuskupan Agung Palembang.
Ayo, jangan lewatkan kesempatan berziarah sambil mencecap berkat dari oase kecil di tepian Lengkayap, Batuputih.