Sindrom Cemas, Payudara Mesti Diangkat karena Kanker Stadium Akut

1
403 views
Ilustrasi: (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Senin, 29 November 2021.

Tema: Hikmat Hati.

Bacaan

  • Yes. 2: 1-5.
  • Mat. 8: 5-11.

MANUSIA itu makhluk terbatas. Dia pun tak bisa hidup sendiri dan menyendiri. Relasi dengan yang lain adalah sebuah kekuatan dan pertumbuhan.

Justru di dalam dan melalui relasi dengan orang lain itulah, maka dia akan dimampukan menemukan makna dirinya di dalam kebersamaan dengan yang lain.

Manusia adalah makhluk relasional.

Ia tercipta sebagai manusia. Di dalam hatinya terhadap hikmat yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta.

Ia dapat berinteraksi dengan Sang Pencipta yang mendorong dia menjumpai sesamanya sebagai saudara.

Ia makhluk sosial sekaligus religius. Pada dirinya, ia membawa kehidupan ilahi di dalam setiap perjumpaannya dengan sesama.

Namun disadari, ia hanyalah ciptaan. Dirinya  bukanlah miliknya sendiri. Dia adalah milik Sang Pencipta.

Kepercayaan dan keberanian berserah pada Sang Pencipta bersama keluarganya adalah sebuah perjumpaan yang terus-menerus. Perhatian dan berbalas kasih itulah jejak tapak yang ditinggalkan di bumi ini.

“Mo, saya sangat takut,” keluh seorang umat.

“Takut apa? Engkau begitu baik dan keluargamu juga sangat menyayangimu,” kataku kaget.

“Suamimu juga bukan pribadi yang aneh-aneh. Ia setia kepada keluarga. Dan, engkau telah melahirkan, membesarkan anak-anak dengan baik.

Anak-anak pun manja dan nempel denganmu, kendati mereka sudah dewasa dan telah siap berkeluarga. Tak ada yang perlu ditakuti. Mereka selalu bersamamu,” jawabku membombongnya.

“Bukan soal itu, Mo,” katanya gundah.

“Coba ceritakanlah.”

“Soal diri saya Mo,” jelasnya.

“Sakitkah?” kataku sedikit kepo.

Ia terdiam sejenak. Matanya menghindar dari tatapanku yang ingin mengerti. Matanya lalu berkaca-kaca.

Aku pun terdiam sontak berdoa di dalam hati.

Tuhan, Engkau tahu dia dan keluarga besarnya. Mereka begitu baik. Mereka menjadi umat yang taat kepada-Mu.

Ketulusan, kebaikan, ringan tangan dan hati bergembira dalam berbagi pun ia lakukan. Tuhan anugerahkanlah kegembiraan surgawi dengan melenyapkan apa yang membuat dia menderita.

Tiba-tiba ia mulai berkata-kata lagi.

“Begini Mo. Saya telah divonis sakit CA stadium akut. Saya harus menerima tindakan medis, operasi. Semuanya harus diangkat.

Saya tidak sanggup membayangkan. Saya harus kehilangan ‘sesuatu’ di bagian  tubuh saya. Padahal, saya telah merawatnya dengan baik

Saya cemas. Saya takut, semua akan berubah lebih-lebih pasangan saya.

Kalau itu terjadi, selain saya akan mengalami kesakitan karena kemo. Saya menjadi pribadi yang tidak utuh lagi. Saya takut, Mo,” katanya mulai sedikit terisak.

“Apakah sudah d katakan pada keluarga?”

“Sudah Mo. Mereka tidak keberatan. Mereka sangat mendukung. Mereka juga menyayangiku.

“Mi, janganlah berpikir macam-macam. Kami menerima Mami apa adanya. Ada atau tidak ada tidak soal. Kami sayang Mami.

Kami ingin dan selalu bersama Mami. Jangan takut Mi. Semua sayang Mami kok.”

“Begitu Romo, itu kata mereka. Dan saya pun percaya. Itu ungkapan yang jujur, tapi hati kecil saya yang masih belum terima. Kenapa itu mesti terjadi pada diri saya. Saya sangat menjaga kesehatan. Doa pun tak henti,” katanya sendu.

“Bu kita hanya ciptaan. Ada kelemahan ragawi kita sebagai manusia. Tetapi satu yang pasti, Ia akan memberi yang terbaik untuk hidup kita,” kataku menghiburnya.

“Lihatlah keluargamu, engkau begitu dicintai,” ujarku lagi.

Anak-anak bersyukur punya mami yang jauh sangat pengertian. Menemani suka-duka perkembangan hidup mereka.

Mulai dari hal yang kecil, sederhana sampai hal-hal kepahitan, kesulitan, kegembiraan, keputusasaan dengan calon mereka. Semua engkau tahu. Engkau mampu memberi nasehat yang bijak. Anak-anak begitu terbuka padamu.

“Teguhkanlah hatimu. Tuhan mendengarkan. Kepercayaan dan balas kasih Allah, janganlah diragukan. Di dalam Dia selalu ada pengharapan dan kasih. Ia tahu berbalas kasih. Itu yang kupercaya,” kataku memberi semangat.

“Iya Mo. Doain ya.”

Pastilah.

“Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh,” pinta seorang perwira, ay 8.

Dan jawab Yesus, “Sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seseorang pun di antara orang Israel. Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” ay 10a, 13.

Tuhan, tiada yang mustahil bagi-Mu. Amin. Ya dan amin.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here