INI berita dari Tajung Redep, Keuskupan Tanjung Selor di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Bertepatan dengan Perayaan Wajib St. Andreas Rasul, Selasa (30/11), Umat Katolik Paroki St. Eugenius de Mazenod (Eudema) Berau, Keuskupan Tanjung Selor (KTS), merayakan ekaristi sekaligus prosesi desakralisasi gedung gereja lama.
Secara simbolis, prosesi desakralisasi ini ditandai dengan pemindahan salib utama dari gedung gereja lama ke gedung yang baru. Salib ini nantinya akan dijadikan suatu monumen atau memorabilia akan gedung gereja lama.
Perayaan Ekaristi dipimpin langsung oleh Uskup KTS, Mgr. Paulinus Yan Olla MSF. Hadir pula sebagai konselebran antara lain Sekretaris Jenderal KTS Romo Agustinus Maming MSC, Pastor Kepala Paroki Romo Joseph B. Pontoan MSC, dan Pastor Rekan Romo Saverinus Peri Pr.
Baru pertama kali
Menjadi menarik bahwa peristiwa ini menjadi suatu pengalaman iman yang baru bagi umat di Paroki Eudema; bahkan di Keuskupan Tanjung Selor. Ini merupakan peristiwa yang baru bagi umat dan paroki.
Paroki Eudema sebenarnya sudah berpindah dan telah mengalihkan segala kegiatan liturgis dan sakramentali ke gedung gereja baru sejak 8 Desember 2018. Saat itu juga telah dilakukan proses pentahbisan gereja baru dan memindahkan semua benda-benda kudus dari gereja lama.
Arti desakralisasi
Dipaparkan oleh Uskup KTS, desakralisasi secara harafiah dapat diartikan sebagai lawan kata dari sakral atau kudus.
Ini merupakan prosesi atau upacara penghapusan atau pencabutan semua nilai kekudusan yang melekat pada suatu gedung gereja.
“Dengan desakralisasi maka gereja sebagai tempat yang kudus dihapuskan semua tanda dan fungsi kekudusannya, sehingga semua itu menjadi netral,” papar Uskup Mgr. Yan Olla MSF.
“Ketika sebuah gereja yang telah selesai dibangun dan akan digunakan sebagai tempat ibadat, maka akan ditahbiskan oleh Uskup sehingga ia menjadi kudus dan sakral.
Artinya adalah bahwa gereja secara khusus dipersembahkan untuk menjadi tempat perjumpaan umat dengan Allah melalui Ekaristi dan perayaan-perayaan sakramentali lainnya.
Oleh karena itu, desakralisasi menjadi penting ketika gedung tersebut tidak lagi menjadi tempat ibadat, entah akan dibongkar atau beralih fungsi untuk kegiatan yang lebih profan,” imbuh Bapa Uskup.
Prosesi ini lazimnya dipimpin langsung oleh Uskup. Namun demikian, dalam situasi tertentu dapat didelegasikan atau diwakilkan kepada Pastor Paroki setempat.
Tata upacaranya adalah dengan ibadat desakralisasi di gedung gereja lama.
Selanjutnya benda-benda kudus di dalamnya ditanggalkan dan dilakukan perarakan ke dalam gedung gereja baru dan dilakukan Perayaan Ekaristi.
“Setelah kurang lebih tiga tahun kita akhirnya bisa melaksanakan desakralisasi ini. Selain karena situasi pandemi, kami memandang perlu diadakan desakralisasi karena gereja lama itu akan kita gunakan untuk kegiatan-kegiatan profan di luar liturgi.
Nantinya, bekas bangunan gereja lama akan menjadi gedung biasa dan bukan lagi gereja,” terang Pastor Kepala Paroki Romo Joseph B. Pontoan MSC
“Kita juga belum pasti kapan akan dibongkar karena kita sudah punya gedung baru, sehingga kita akan memanfaatkannya terlebih dahulu.
Nantinya akan dibagi dalam beberapa sekat ruangan yang bisa dipakai oleh umat atau kelompok-kelompok kategorial yang ada di paroki untuk kegiatan-kegiatan mereka,” tambahnya.
Jadi Gedung Serba Guna Eudema
Romo Joseph B. Pontoan MSC juga mengganti nama Gereja Paroki Eudema menjadi Gedung Serba Guna Eudema.
Nama ini juga menjadi gambaran akan fungsi baru gedung tersebut.
Mengingat masih dalam situasi pandemi Covid-19 dan juga dilakukan dalam misa harian, jumlah umat yang hadir memang tidak sebanyak seperti perayaan hari Minggu.
Kendati demikian, hal itu tidak mengurangi nilai religius dari peristiwa ini. Ini akan mejadi sejarah perjalanan iman di Paroki Eudema.
Misa berjalan khidmat dan tetap menjalankan prosedur kesehatan yang ditetapkan pemerintah selama masa pandemi ini.