Bangun dari Kelumpuhan

0
594 views
Ilustrasi: Banyak minum alkohol dan kemudian mabuk (Ist)

Senin, 6 Desember 2021

Yes.35:1-10.
Mzm.85:9a-14.
Luk.5:17-26

DALAM kehidupan, kadang kita berjumpa dengan situasi yang membuat kita tidak berdaya.

Ada banyak hal di mana kita tidak mampu mengambil langkah dengan pasti, seakan kita lumpuh.

Lumpuh semangat, lumpuh harapan, lumpuh rohani dan lumpuh tenaga.

Kita tidak bisa sendiri menangani masalah yang ada.

Kita membutuhkan keluarga, membutuhkan teman-teman seiman di dalam segala kelemahan kita.

“Saya tidak tahu lagi harus bagaimana dengan sikap anakku,” kata seorang bapak.

“Dia tidak hanya mabuk terus setiap hari,” lanjutnya.

“Kuliah tidak mau, kerja tidak mau, kerjanya hanya minta uang untuk beli minuman dan pergi dengan teman-temannya,” ujarnya.

“Saya tidak tahu bagaimana masa depannya. Jangankan mengurus pekerjaan, mengurus hidupnya sendiri saja tidak bisa,” ujarnya lagi.

“Sudah dengan berbagai cara, saya lakukan, tetapi dia tetap saja hidup seperti itu, hanya minum sampai mabuk setiap hari,” katanya dengan perih.

“Saya merasa gagal mendidiknya, meski dari lima anak. hanya dia yang punya tabiat yang menyimpang itu,” ujarnya.

“Saya merasa lumpuh tak berdaya menghadapi kenakalan dan jalan salah yang dilalui anakku,” katanya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.

“Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya di hadapan Yesus. 

Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. 

Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: “Hai saudara, dosamu sudah diampuni.”

Orang lumpuh ini dalam keadaan tak berdaya, mendapatkan kasih yang sangat besar melalui sahabat-sahabatnya.

Sahabat orang lumpuh itu mau menggotong dan membawanya kepada Yesus supaya mendapatkan kesembuhan bagi dirinya. 

Yesus memuji kebaikan sahabat orang lumpuh itu.

Kita pun sungguh beryukur jika di tengah kelumpuhan hidup, kebuntuan pikiran, kekalutan rasa ada sahabat yang peduli dan mau membantu kita mengatasi kesusahan diri kita.

Kebahagiaan yang kita rasakan itu tidak bisa diukur dengan nilai kekayaan dunia sebesar apa pun, bahkan melebihi saudara sekandung sekalipun. 

Bagaimana dengan diriku?

Maukah aku membantu orang lain?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here