Lectio Divina 02.01.2022 – Kami Melihat Bintang-Nya

0
388 views
Persembahan diri para Majus, masuk by awal abad ke-6 di Basilika Sant’Apollinare Nuovo in Ravenna, Italia.

Minggu. Hari Raya Penampakan Tuhan (P)

  • Yes. 60:1-6
  • Mzm. 72:1-2.7-8.10-11.12-13
  • Ef. 3:2-3a.5-6
  • Mat. 2:1-12

Lectio

1 Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem 2 dan bertanya-tanya: “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.”

3 Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem. 4  Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan.

5 Mereka berkata kepadanya: “Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: 6 Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel.”

7 Lalu dengan diam-diam Herodes memanggil orang-orang majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka, bilamana bintang itu nampak. 8 Kemudian ia menyuruh mereka ke Betlehem, katanya: “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia.”

9 Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada. 10 Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka.

11 Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur. 12 Dan karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes, maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.

Meditatio-Exegese

Terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu

Kidung pujian Yerusalem baru dikumandangkan oleh nabi yang tak dikenal. Namun, ia hidup dalam terang tradisi kenabian Yesaya. Yerusalem baru memancarkan terang Tuhan, karena terang Tuhan terbit atasnya dan berkenan hadir di Bait-Nya.

Kota itu menarik semua manusia yang tingal dalam kegelapan untuk tinggal dalam terangnya. Pertama-tama datang putera-puteri Israel, dan disusul bangsa-bangsa lain. Yerusalem dibangun kembali dari kekayaan yang dibawa para bangsa dari seluruh penjuru.

Kota suci yang luluh lantak dipulihkan kembali keelokannya, bukan karena jasa Yerusalem, tetapi karena Tuhan, Juruselamat, Penebus, Yang Mahakuasa, Allah Yakub (Yes. 60:16).

Yerusalem baru dalam penglihatan sang nabi, ternyata, bergema dalam penglihatan Yohanes akan Yerusalem surgawi (bdk. Why. 21:9-27).  Kitab Yesaya dan Wahyu menggunakan ungkapan yang sama: “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu.” (Yes. 60:3 sejajar Why. 21:24).

“Pintu-pintu gerbangmu akan terbuka senantiasa, baik siang maupun malam tidak akan tertutup, supaya orang dapat membawa kekayaan bangsa-bangsa kepadamu” (Yes. 60:11 sejajar Why. 21:25-26). “Semua orang yang menista engkau akan sujud menyembah telapak kakimu” (Yes. 60:14  sejajar Why. 3:9).

“Bagimu matahari tidak lagi menjadi penerang pada siang hari dan cahaya bulan tidak lagi memberi terang pada malam hari, tetapi TUHAN akan menjadi penerang abadi bagimu dan Allahmu akan menjadi keagunganmu.” (Yes. 60:19 sejajar Why. 21:23 dengan Anak Domba sebagai Lampu dan Why. 22:5).

Harapan akan Yerusalem baru yang berkobar dalam hati kaum anawim, umat yang hanya bergantung pada Allah, terus bergema juga pada para murid Yerus. Nubuat nabi Yesaya dan Yohanes Rasul dalam Kitab Wahyu, walaupun diungkapkan dalam lingkungan sejarah yang berbeda, menyingkapkan seruan kuat akan iman pada Sang Juruselamat.

Perjanjian Baru memenuhi kerinduan Perjanjian Lama dengan pengakuan bahwa Allah menyelamatkan umat manusia melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Yang diselamatkan bukan hanya orang Yahudi, tetapi juga dari Midian dan Efa (Yes. 60:6) yang mewakili semua bangsa bukan Yahudi, karena mereka menerima pemberitaan dan melakukan perintah Injil.

Santo Paulus menegaskan (Ef. 3:6), ”Orang-orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus.”, esse gentes coheredes et concorporales et comparticipes promissionis in Christo Iesu per evangelium.

Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? 

Perjalanan iman, exodos, kental mewarnai perjalanan orang Majus.  Orang-orang Majus, yang sampai sekarang masih tersembunyi identitasnya, berziarah.

Mereka pergi ke tempat yang jauh dari tempat asal, untuk mencari dan menemukan raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu. 

Santo Matius menggambarkan peziarahan para Majus dengan kata kerja: telah melihat, datang, berangkatlah, masuklah ke dalam, sujud menyembah, diperingatkan, jangan kembali, dan pulanglah.

Peziarahan iman selalu berpangkal dari kehendak untuk berjumpa dan mengenal Allah. Kehendak itu timbul dari keterbukaan untuk menerima undangan-Nya. Allah memanggil dan manarik manusia pada-Nya.

Ia selalu menopang dan menuntun sepanjang perjalanan dengan menganugerahkan tanda-tanda kehadiran-Nya agar kita tidak berhenti di tengah perjalanan.

Kitab Suci sangat kaya akan contoh peziarahan iman. Kepada Abram, Allah bersabda, “Pergilan dari negerimu dan dan dari sanak saudaramu dan dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu.” (Kej. 12: 1).

Yakub juga seorang peziarah iman dan pertobatan, “Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran” (Kej. 28: 10); kemudian “berangkatlah Yakub dari situ dan pergi ke negeri Bani Timur.” (Kej. 29: 1). Bertahun-tahun kemudian Tuhan berfirman kepadanya, “Pulanglah ke negeri nenek moyangmu dan Aku akan menyertai engkau.” (Kej. 31: 3).

Musa juga seorang peziarah. Allah menunjukkan jalan, exodus, yang harus ditempuhnya dalam hati, dalam lubuk jiwanya yang terdalam.

Seluruh hidupnya berupa perjalanan untuk membawa saudara-saudarinya, bangsa Israel, menuju keselamatan. Allah bersabda padaya, “Sekarang pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umatKu, orang Israel keluar dari Mesir.” (Kel. 3: 10).

Umat Allah yang baru dipanggil untuk melakukan peziarahan dan pergi untuk mengikuti jejak kaki Tuhan kita, Yesus Kristus. Exodus tidak pernah berhenti. Pembebasan yang berasal dari iman akan Yesus selalu berlangsung. Mari kita memandang Yesus.

Seperti yang dialami para Rasul, dan Santo Paulus, dalam peziarahannya, mereka tidak pernah merasa ditinggalkan sendirian (2Kor. 4:9). Terlebih, Yesus bersabda, “Kalian tak akan Kutinggalkan sendirian sebagai yatim piatu.” (Yoh. 14:18).

Semua orang bersaksi dengan mengulang seruan pemazmur (Mzm. 84: 6), “Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!”, Beatus vir, cuius est auxilium abs te, ascensiones in corde suo disposuit.

Peziarahan selalu berlandaskan iman akan Allah dan dorongan Roh Kudus. Manusia harus membuka hati dan budi, agar mampu memahami, menerima dan percaya akan kebenaran yang disingkapkan Allah melalui Yesus Kristus, Anak-Nya. Dalam iman, kehendak dan budi manusia bekerja sama dengan rahmat.

Santo Thomas Aquinas berkata, “Percaya adalah tindakan budi yang menyetujui dan menerima kebenaran ilahi karena dorongan kehendak yang digerakkan oleh Allah melalui rahmat-Nya.”

Kami telah melihat bintang-Nya

Bintang-Nya memegang peran penting dalam peziarahan para Majus untuk membimbing dan menerangi perjalanan di waktu malam. Bintang itu juga menunjukkan tempat yang pasti di mana Allah hadir, dan membawa suka cita. 

Kitab Suci selalu mengajarkan bahwa bintang merupakan tanda berkat dan kemuliaan Allah.

Bintang melambangkan penyertaan Allah dan tanda bahwa Ia tidak pernal melupakan umat yang selalu meluhurkan dan memujiNya (bdk. Mzm. 148:3; Bar. 3:34).

Dalam kisah penciptaan, bintang diciptakan pada hari keempat setelah Ia menciptakan matahari dan bulan sebagai tanda penerang dan memisahkan terang dari gelap (Kej. 1:16-18). Kata Ibrani untuk bintang adalah “kokhab”.

Terdapat dua huruf k, yang melambangkan kedua tangan-Nya menggenggam bumi, tempat manusia ciptaanNya tinggal. Allah selalu melindungi dan menyertai perjalanan manusia menuju padaNya. 

Huruf k diikuti huruf b, bet,rumah. Maka, bintang gemintang selalu menuntun manusia pada peziarahan menuju rumah abadi. Berawal dari rumah dan kembali ke rumah. 

Allah sering membandingkan keturunan Abraham dengan bintang gemintang di langit. “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang itu, jika engkau dapat menghitungnya,” sabda-Nya pada Abram; dan Ia masih menekankan, “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu” (Kej. 15:5).

Yesus juga sebuah bintang, yang terbit dari Yakub (Bil. 24: 17). Ia terbit di tempat yang tinggi, lebih terang dari bintang timur yang gilang gemilang (Why. 22: 16).

Dan sekarang, Sang Sabda telah menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh. 1:14). Ia baru dilahirkan dan merentangkan kedua tangan-Nya dalam segala keringkihan. Ia menuntun setiap orang untuk berangkat, meninggalkan rumah, pergi dan menemukan-Nya di Betlehem, tempat Allah menampakkan Diri-Nya.

Yang menolak-Nya adalah orang yang menutup pintu hati dan budi rapat-rapat dan tak mau melihat terang bintang-Nya. 

Sujud menyembah Dia

Sejak semula relasi manusia dengan Allah ditandai dengan sikap sujud menyembah. Sikap ini disertai dengan luapan kasih, kerendahan hati dan persembahan diri. Di hadapan Allah yang maha tinggi dan agung, manusia merasa kecil dan tidak berarti. Ia seperti butiran debu atau setetes air.

Perjanjian Lama menyingkapkan bahwa manusia bersujud menyembah Allah disertai dengan luapan kasih, dan seluruh dirinya. Budi, kehendak dan kasih dicurahkan pada-Nya. Tubuh membungkuk dengan hormat, bahkan berlutut hingga menyentuh tanah. 

Pemazmur mengajak (Mzm. 95:6), “Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut dihadapan Tuhan yang menjadikan kita.”, Venite, adoremus et procidamus et genua flectamus ante Dominum, qui fecit nos.

Perjanjian Baru membuka cakrawala baru dalam menjalin relasi dengan Allah. Peziarahan menuju selalu dimulai dari pertobatan, menjadikan Allah sebagai pedoman dan tujuan hidup. Sabda Yesus, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (Mat. 4:17).

Manusia yang bertobat dan berpaut pada Allah, pasti menghormati-Nya, seperti dilakukan para murid setelah kebangkitan-Nya. “Mereka mendekati-Nya, dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.” (Mat. 28: 9; Luk. 24: 52), karena mereka mengenal Yesus sebagai Allah.

Pada perempuan Samaria, Yesus bersabda, “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran.” (Yoh. 4:23).

Peziarahan menuju Allah akhirnya tidak dimulai dari ajakan menuju ke tempat tertentu dan berhenti di sana.

Perjalanan itu bermula dari hati, dari kedalaman jiwa. Di sanalah seluruh hidup diarahkan oleh Roh Kudus untuk berjumpa dengan Yesus.

Santo Petrus menulis (1Ptr. 3:15), “Kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan.”, Dominum autem Christum sanctificate in cordibus vestris

Katekese

Makna Bintang Bethlehem. Santo Yohanes Chrysostomuns, 347-407:

“Camkan betapa sesuainya urutan peristiwa ini : orang majus melihat bintang, diterima oleh orang Yahudi dan raja mereka; mereka mendengarkan nubuat yang menerangkan apa yang nampak pada mereka; malaikat Allah memberi perintah para mereka; lalu mereka melanjutkan perjalanan dari Yerusalem ke Bethlehem dan mengikuti petunjuk bintang.

Dari seluruh rangkaian peristiwa ini kita belajar bahwa bintang ini bukanlah bintang biasa, karena tidak ada satu pun bintang yang mempunyai kemampuan untuk membimbing, tidak hanya sekedar untuk pergi tetapi juga memberi tanda, untuk ke mana ‘pergi’ di depan mereka.

Bintang itu menuntun dan membimbing sepanjang perjalanan. Bintang itu berhenti setelah mengantar mereka sampai tujuan, sehingga Bayi Yesus dapat mereka temui. Di sana tidak ada yang tak dapat mereka lihat.

Penginapan Keluarga Yusup dan Maria pun biasa saja. Sang ibu bukan berasal dari keluarga ternama atau bangsawan.

Sang bintang diperlukan untuk menyingkapkan dan menerangi tempat yang hina, hingga mereka dapat mencapai tujuan perjalanan di palungan” (dikutip dari The Gospel of Matthew, Homily 7:3 ).

Oratio-Missio

  • Tuhan, aku bersyukur atas keselamatan yang Engkau sediakan bagi para bangsa. Semoga Injil keselamatan diwartakan tiap hari kepada setiap bangsa, kepada tiap manusia di muka bumi. Bantulah aku untuk menjadi saksi Kabar Suka Cita pada siapa pun yang kujumpai. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk terus-menerus mengikuti bimbingan Sang Bintang?

Et intrantes domum viderunt puerum cum Maria matre eius, et procidentes adoraverunt eum – Matthaeum 2: 11

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here