Minggu. Pesta Pembaptisan Tuhan (P)
- Yes. 40:1-5.9-11
- Mzm. 104:1b-2.3-4.24-25.27-28.29-30
- Tit. 2:11-14;3:4-7
- Luk. 3:15-16.21-22
Lectio
15 Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, 16 Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.
21 Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit 22 dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”
Meditatio-Exegese
Perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni
Perhambaandihapus. Penjajahan dilenyapkan. Hidup baru dimulai. Warta gembira ini disampaikan dalam bagian kedua dari Kitab Nabi Yesaya, yang mengacu pada peristiwa sejarah yang terjadi dua abad setelah Yesaya pertama.
Bangsa Israel tidak lagi dijajah Asyur, tetapi Babel, yang menaklukkan Yesusalem tahun 587-586 SM. Kemudian disusul serangkaian pembuangan para pemuka Yehuda dan Yerusalem ke Babel. Beberapa tahun kemudian, 539 SM, Koresh (Cyrus), raja Persia, mengalahkan Babel.
Ia mengizinkan para buangan pulang ke tanah air. Peristiwa ini bergema dalam nubuat, ratapan dan kecaman, serta penglihatan dalam Kitab Yesaya kedua. Sisa-sisa umat Israel di pembuangan menyambut dengan sukacita peristiwa pembebasan dan pemulihan.
Allah ternyata menggunakan tangan orang asing untuk bekerja bagi diri-Nya sendiri: pembebasan kedua dari penjajahan. Dialah Sang Penguasa sejarah manusia.
Tentang keluaran dari Persia, melalui mulut sang nabi, Allah bersabda, “Akulah yang berkata tentang Koresh: Dia gembala-Ku; segala kehendak-Ku akan digenapinya dengan mengatakan tentang Yerusalem: Baiklah ia dibangun! dan tentang Bait Suci: Baiklah diletakkan dasarnya.” […]
“Inilah firman-Ku kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresh yang tangan kanannya Kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu-pintu gerbang tidak tinggal tertutup” (Yes 44:28-45:1).
Raja Persia itu diberi anugerah gelar gembala (Yes 44:28), yang diurapi, mesias (Yes 45:1).
Perikop ini dimulai dengan seruan penghiburan Tuhan atas derita umat di pembuangan. Sisa-sisa umat Israel, anawim, yang menggantungkan harapan mereka pada Allah dibebaskan dari perhambaan dan dimerdekakan dari dosa. Allah bertindak sebagai Bapa dan Penebus (Yes 63:16; 64:8).
Pada tahun itu sang nabi memberi semangat bahwa Allah telah mengulurkan tangan untuk kembali ke tanah air, Yehuda dan Yerusalem, tanpa kesulitan. Semua jalan telah dibersihkan dan pintu-pintu gerbang telah dibuka.
Mereka dimudahkan untuk memuji dan memuliakan Tuhan, Allah semesta alam. Pembebasan ini menjadi bukti kekuasaan Allah.
Ada suara yang berseru-seru…
Nyaring terdengar seruan untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan. “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita.
Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran.” (Yes 40:3-4).
Nubuat sang nabi terpenuhi pada Yohanes Pembaptis, yang mengundang setiap orang untuk bertobat dan mempersiapkan diri menyambut Yesus, yang dalam seluruh Injil diberi gelar κυριος, kurios, Tuhan (bdk. Mat 3:3; Mrk 1:2-3; Luk 3:4-6; Yoh 1:23). Yohanes sendiri mengambil peran sebagai pendahulu.
Santo Eusebius, Bapa Gereja, Uskup Kaisarea, 260-341, menulis “Suara itu memerintah bahwa jalan harus dibuka untuk Sang Sabda Allah, lorong diratakan dan semua penghalang disingkirkan: saat Allah kita datang, Ia harus berjalan tanpa kesulitan.
Siapkanlah jalan Tuhan: ini berarti mewartakan Injil dan menawarkan penghiburan pada umat-Nya, dan bermakna bahwa keselamatan Allah merangkul semua manusia.” ( Commentana In Isaiam, 40, 366).
Dalam tradisi Gereja, “Yohanes itu ‘lebih daripada nabi’ (Luk. 7:26). Di dalam dia, Roh Kudus menyelesaikan ‘tutur sapa-Nya melalui para nabi’. Yohanes adalah yang terakhir dari mata rantai para nabi yang dimulai dengan Elia.
Ia mengumumkan bahwa penghibur Israel sudah dekat; ia adalah ‘suara’ penghibur yang akan datang” (Yoh 1:23; bdk. Yes 40:1-3).” (Katekismus Gereja Katolik, 719).
Sang nabi mewartakan bahwa umat harus mengimani Allah yang berkuasa dan memperhatikan setiap orang, seperti gembala merawat dombanya.
Sabda-Nya, “Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati.” (Yes 40:11).
Konsili Vatikan II mengajarkan, ”Gereja merupakan juga kawanan, yang seperti dulu telah difirmankan akan digembalakan oleh Allah sendiri (lih. Yes. 40:11; Yeh. 34:11, dst).
Domba -dombanya, meskipun dipimpin oleh gembala-gembala manusiawi, namun tiada hentinya dibimbing dan dipelihara oleh Kristus sendiri, Sang Gembala Baik dan Pemimpin para gembala (bdk. Yoh 10:11; 1Ptr 5:4), yang telah merelakan hidup-Nya demi domba -domba (lih Yoh 10:11-15) (Konstitusi Dogmatik Tentang Gereja, Lumen Gentium, 6).
Orang banyak menanti dan berharap, bertanya dalam hatinya Yohanes adalah Mesias
Santo Lukas secara unik menampilkan kisah pembaptisan Yesus tanpa menyebut peran Yohanes Pembaptis, sepupu-Nya. Seolah peran Yohanes tiada makna.
Namun, dengan cara menampilkan Yohanes dalam keheningan total, Santo Lukas menyingkapkan penghormatan umat atas peran Yohanes sebagai nabi terakhir Perjanjian Lama. Ia menghantar semua umat untuk menyongsong datangnya Sang Mesias.
Dengan kata lain, setelah menyajikan kisah masa kecil Yesus dan Yohanes, pembaptisan dan karya pelayanan Yohanes, tugas pengutusan Yohanes ditampilkan secara paripuna: mewartakan pertobatan, pembaptisan (Luk 3:3-18) hingga penangkapannya oleh Herodes Antipas (Luk 3:19-20).
Setelah kehadiran Yohanes, pusat sejarah bergeser kepada Yesus. Ia memulai warta tentang Kerajaan Allah, saat keselamatan telah datang dan terus berkembang.
Warta-Nya tanpa henti diteruskan dan dikumandangkan Gereja hingga kini dan kesudahan zaman.
Kehadiran Yesus pasti dipengaruhi fakta geografis, sosiologi, ekonomi, budaya, dan politik saat itu.
Namun, penginjil mau menyingkapkan bahwa yang menentukan sejarah manusia bukan penguasa politik eksploitatif dalam diri Kaisar Tiberius, Pontius Pilatus, Herodes Antipas, Filipus dan Lisanias (Luk 3:1) atau penguasa agama dalam diri imam agung Hanas dan Kayafas (Luk 3:2).
Penentu sejarah keselamatan manusia adalah Allah sendiri. Ia mendatangi Yohanes, “Datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun.” (Luk 3:2).
Maka, sabda Allah memanggil Yohanes dari padang gurun untuk menjumpai umat Israel. Nabi terakhir Perjanjian Lama dipanggil untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan di antara umat (Luk. 1:16-17.76).
Persiapan itu mencakup: mempersiapkan seluruh umat untuk menerima pengampunan Allah melalui pembaptisan (Yer 3:34; Yeh 36:25).
Yohanes mengajak umat untuk menjalin kembali relasi mesra dengan Allah. Bila dulu memunggungi Allah, sekarang berbalik dan menghadap-Nya.
Cara untuk membangun kembali relasi itu adalah dengan melaksakanan keadilan dan memperlakukan sesama manusia sebagai gambar dan rupa Allah, seperti diajarkan Yohanes dan para nabi (Luk 3:10-14; Kej 1:27).
Saat semua orang menyangka bahwa Yohanes adalah nabi yang dinantikan (bdk. Kel. 18:15), Yohanes menyatakan secara terus terang bahwa ia bukan Mesias. Injil Yohanes mencatat bahwa Ia hanya mempersiapsiapkan jalan bagiNya (Yoh 1:19-23).
Ia justru menunjuk dan mengantar para muridnya untuk berjumpa dan mengikuti Sang Mesias, Kristus, Yang Diurapi (Yoh. 1:36). Dan Yohanes tidak bersaksi dusta (Yoh. 1:20).
Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku
Di hadapan Sang Mesias Yohanes perlu merendahkan diri, hingga pada taraf yang lebih rendah dari seorang budak. Budak, dalam budaya Yudeo-Romawi, bertugas, salah satunya, membuka tali kasut/sepatu tuannya, ketika ia akan masuk rumah atau ruang pesta.
Sikap batin dan hidup Yohanes diarahkan sebagai pelayan Sang Mesias yang akan datang. Dan Yohanes merasa tidak layak melepaskan tali sepatu-Nya (Luk. 3:16), “membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.”, non sum dignus solvere corrigiam calceamentorum eius.
Sedangkan Yesus dilukiskan Santo Lukas sebagai Pribadi yang lebih berkuasa. Santo Lukas menggunakan kembali kata yang telah dipakai Santo Markus: ισχυροτερος, ischyroteros, yang berkuasa atau kuat.
Sebagai “Orang yang kuat”, ισχυρου, ischyrou, Yesus mampu mengalahkan setan (Luk 11:22; Mrk 3: 23-27).
Ungkapan yang lebih berkuasa, dalam Yes. 9:5, berpadanan dengan kata μεγαλης, megales, dan dikenakan pada Sang Mesias. Kata ini juga dikenakan untuk Sang Pencipta alam semesta dan sejarah, “TUHAN adalah Raja, Ia berpakaian kemegahan, TUHAN berpakaian, berikat pinggang kekuatan” (Mzm. 93:1).
Ungkapan akan datang menggemakan pada seruan kerinduan pada Sang Mesias yang dimadahkan pada perayaan Pondok Daun, “Diberkatilah dia yang datang dalam nama TUHAN!”(Mzm 118:26).
Kelak, jemaat yang dibina Santo Lukas mengimani kepenuhan nubuat Nabi Zakharia akan Sang Mesias yang lembut datang dengan menunggang keledai, lambang kelembutan hati, “Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.”(Za. 9:9).
Gereja mengajarkan, “Yohanes Pembaptis adalah perintis Tuhan yang langsung; ia diutus untuk menyiapkan jalan bagi-Nya.
Sebagai “nabi Allah yang mahatinggi” (Luk. 1:76). Ia menonjol di antara semua nabi. Ia adalah yang terakhir dari mereka dan sejak itu Kerajaan Allah diberitakan.
Ia sudah bersorak gembira dalam rahim ibunya mengenai kedatangan Kristus dan mendapat kegembiraannya sebagai “sahabat mempelai” (Yoh. 3:29), yang ia lukiskan sebagai “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29).
Ia mendahului Yesus “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk. 1:17) dan memberikan kesaksian untuk Dia melalui khotbahnya, pembaptisan pertobatan, dan akhirnya melalui mati syahidnya.” (Katekismus Gereja Katolik, 523)
Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api
Yohanes kemudian menyatakan bahwa Pribadi yang dilayaninya akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (Luk. 3:16).
Yang membabtis dengan Roh Kudus dan api hanyalah Sang Mesias, Anak Allah yang yang menghapus dosa dunia (bdk. Yoh. 1:29.33).
Roh Tuhan selalu mencipta dan membaharui segala sesuatu. Sang pemazmur bermadah (Mzm. 104:30), “Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.”, Emittes spiritum tuum, et creabuntur, et renovabis faciem terrae.
Api, dalam tradisi Kitab Suci, selalu berkaitan dengan pernyataan diri Allah dan tindakan-Nya di bumi dan hidup umat-Nya. Allah sering menampakkan kehadiran-Nya melalui api, seperti yang api bernyala-nyala di semak, tetapi tidak menghanguskannya ketika Allah berbicara pada Musa (Kel. 3:2).
Citra api juga digunakan untuk melambangkan kemuliaan Allah (Yeh. 1:4. 13), kehadiran-Nya yang melindungi (2Raj. 6:17), kekudusan-Nya (Ul. 4:24), penghakiman yang adil (Za. 13:9); dan kemarahan-Nya atas dosa (Yes. 66:15-16).
Api juga digunakan sebagai lambang Roh Kudus (Mat 3:11; Kis 2:3). Api Allah memurnikan dan membersihkan, serta mengilhami untuk menghormati diri-Nya dan sabda-Nya dengan tulus.
Gereja mengajarkan tentang makna api, “Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan dalam Roh Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Nabi Elia, yang “tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala” (Sir. 48:1), dengan perantaraan doanya menarik api turun alas kurban di Gunung Karmel – lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh.
Yohanes Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk. 1:17) mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api” (Luk. 3:16).
Mengenai Roh ini Yesus berkata, “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala.” (Luk 12:49).
Dalam ‘lidah-lidah seperti api’ Roh Kudus turun alas para Rasul pada pagi hari Pentekosta dan memenuhi mereka (Kis 2:3-4).
Dalam tradisi rohani, lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan mengenai karya Roh Kudus. “Janganlah padamkan Roh.” (1 Tes 5:19)” (Katekismus Gereja Katolik, 696).
Di samping dilambangkan dengan api, dalam upacara Pembaptisan air digunakan sebagai lambang tindakan Roh Kudus. Air menjadi tanda sakramental yang berguna bagi kelahiran kembali. “Seperti pada kelahiran kita yang pertama kita tumbuh dalam air ketuban, maka air Pembaptisan adalah tanda bahwa kelahiran kita untuk kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam Roh Kudus.”
“Dibaptis dalam satu Roh”, kita juga “diberi minum dari satu Roh” (1Kor. 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan dan yang memberi kita kehidupan abadi.” (Katekismus Gereja Katolik, 694).
Hidup Yohanes Pembaptis berakhir dalam kekejaman, seperti yang dialami oleh banyak nabi terdahulu. Ia tidak takut menghadapi ancaman kematian oleh kekuasaan politik, sosial, budaya, bahkan agama resmi, karena bersaksi tentang kebenaran dan Dia yang mengutusnya.
Terhadap kesaksiannya, didapati dua tanggapan berbeda. Bagi para pendosa, mereka segera berbalik dan berpihak pada Allah. Sedangkan bagi para penguasa, segera kekerasan dikenakan pada pewarta kebenaran.
Yohanes, akhirnya, menghabiskan masa hidup di penjara hingga dipenggal kepalanya. Lukisan cara kematiannya menjada pralambang hidup Yesus yang ditolak dan dibunuh, tetapi Ia sekaligus menjadi teladan hidup bagi mereka yang membela kebenaran dan ditolak oleh kesewenang-wenangan.
Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan
Kini, Allah sendirilah menyingkapkan jati diri Yesus Kristus. Allah sendiri melukiskan identitas Yesus dengan kata-kata yang megah dan meriah (Luk. 3:22), “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”, Tu es Filius meus dilectus; in te complacui mihi.
Allah bersabda, menyingkapkan jati diri Yesus, sesaat setelah Ia dibaptis dan sedang berdoa. Saat itulah, terbukalah langit, dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya; disertai suara dari langit.
Burung merpati adalah simbol Roh Allah yang berbicara pada para nabi. Tetapi sekarang, Ia sepenuh-penuhnya hadir dalam diri Yesus seperti nubuat Nabi Yesaya (Yes. 11:2), “Roh TUHAN akan ada padanya.”, et requiescet super eum spiritus Domini.
Lambang merpati menunjukkan bahwa melalui kedatangan Yesus, Allah yang sempurna menyatakan diri-Nya hadir. Kehadiran Roh Kudus membuktikan tugas perutusan Kristus untuk menyelamatkan manusia sungguh tugas yang kudus, berasal dari Allah.
Lambang merpati juga menunjukkan bahwa, melalui pembaptisan-Nya, Allah mau menjumpai manusia. Perjumpaan ini terjadi dalam diri Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis memperkenal Yesus sebagai Mesias atau Kristus, yang, dalam Perjanjian Lama, tetap saja mengambil kodrat manusia.
Sekarang Allah menetapkan-Nya sebagai Anak yang dikasihi. Gelar ‘Anak yang dikasihi’ membuktikan kehadiran Allah selalu melampaui apa yang dialami umat Israel melalui ritus keagamaan atau peristiwa hidup lainnya.
Suara dari langit adalah tanda lain yang menyertai penyingkapan jati diri Yesus di Sungai Yordan. Suara itu mengingatkan dua nubuat dalam Perjanjian Lama. Yang pertama adalah madah yang dikidungkan pemazmur untuk Sang Raja-Mesias (Mzm. 2:7), “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.”, Filius meus es tu; ego hodie genui te.
Dalam tradisi Perjanjian Lama, raja dan Mesias dianggap sebagai anak angkat Allah. Namun, Yesus adalah Anak yang terkasih, searti dengan putra tunggal. Nubuat kedua yang diucapkan oleh suara dari langit dikutip dari nubuat Nabi Yesaya dalam Nyanyian Hamba Tuhan (Yes. 42: 1), “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan.”, Ecce servus meus, suscipiam eum.
Pribadi yang digambarkan oleh pemazmur dan Nabi Yesaya dinyatakan dalam diri Yesus Kristus: Sang Raja-Mesias dan Mesias yang menderita. Maka, kisah pembaptisan Yesus yang dilukiskan oleh Santo Lukas dengan sumpurna menyingkapkan dan mengajarkan misteri pribadi Yesus sebagai Mesias Kristus, Raja, Hamba, Nabi, dan Anak Allah.
Katekese
Pembaptisan kita. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:
Ketika Yesus dibaptis di Sungai Yordan, langit terbuka dan Roh Kudus turun atas-Nya seperti merpati, saat itu terdengar suara dari surga, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat. 3:17). Kita menemukan kembali makna pembaptisan kita dalam Pesta Pembaptisan Tuhan.
Sama seperti Yesus adalah Anak Yang Dikasihi Bapa, kita juga, yang lahir dari air dan Roh Kudus, adalah saudara dan saudari bagi lebih banyak saudara dan saudari. Kita diberi tugas untuk bersaksi dan mewartakan kasih Allah yang tanpa batas kepada seluruh umat manusia.
Pesta Pembaptisan Yesus mengingatkan kita akan pembaptisan kita sendiri. Kita dilahirkan kembali dalam Sakramen Baptis. Kita juga dilahirkan kembali dalam Sakramen Baptis. Dalam sakramen itu Roh Kudus turun dan tinggal di dalam diri kita.
Inilah alasan mengapa kita harus mengingat tanggal baptis kita. Tentu beberapa dari kita tak mengetahuinya.
Pekerjaan rumah yang harus dilakukan ketika kita pulang ke rumah, yakni bertanya: kapan saku dibaptis? Apakah aku selalu merayakan ulang tahun pembaptisanku setiap tahun di dalam hati? Lakukan itu.
Dengan cara melakukan itu, kita berlaku adil pada Tuhan yang telah bermurah hati pada kita. (Pesta Pembaptisan Tuhan, Angelus, Lapangan Santo Petrus, Minggu, 12 Januari 2020)
Oratio-Missio
Tuhan, Engkau hadir sebagai Allah Tritunggal Mahakudus. Kobarkanlah hatiku dan kuatkanlah untuk selalu setia berpegang pada janji baptisku dan terus berupaya memperkenalkan-Mu pada siapa pun yang kujumpai. Amin
- Apa yang perlu aku lakukan untuk tetap setia dan tekun melaksanakan janji baptisku?
Tu es Filius meus dilectus; in te complacui mihi – Lucam 3:22