Kamis. Pekan Biasa III (H)
- 2Sam. 7:18-19.24-29
- Mzm. 132:1-2.3-5.11.12.13-14
- Mrk. 4:21-25
Lectio
21 Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian. 22 Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. 23 Barang siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
24 Lalu Ia berkata lagi: “Camkanlah apa yang kamu dengar. Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu. 25 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”
Meditatio-Exegese
Pelita ditaruh di atas kaki dian
Terang menghalau kegelapan. Dalam terang, orang bekerja dan berjalan. Tiada rasa was-was tersandung walau dilingkupi kegelapan.
Sejak zaman kuna, orang Yahudi merefleksikan terang sebagai pancaran keindahan dan kebenaran yang tersembunyi di lubuk hati, serta kebaikan Allah.
Terang disamakan dengan hikmat yang mengatasi kebodohan atau kegelapan (Pkh. 2:13). Terang menyenangkan dan baik bagi mata (Pkh. 11:7).
Terlebih, pemazmur bermadah, “dalam terangMu, kami melihat terang.” (Mzm. 36:10).
Terang Allah, rahmatNya, tidak hanya menerangi manusia di saat mengalami kegelapan, tetapi juga mengisi relung hati dan jiwa dengan cahaya-Nya, suka cita dan damai.
Sang pemazmur bermadah (Mzm. 119:105), “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”, Lucerna pedibus meis verbum tuum et lumen semitis meis.
Menggunakan perumpamaan tentang pelita, Yesus meminta para murid-Nya hidup dalam terang kebenaran dan kasih-Nya.
Permintaan Yesus yang sangat tegas tercermin dalam perulangan kata ‘mendengar’, ακουετω, akoueto, dari kata dasar akouein. Sabda-Nya (Mrk. 4:23) “Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”.
Dalam Injil Yohanes, Yesus tiga kali mengidentifikasi diri-Nya sebagai ‘Terang’.
- “Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yoh. 8:12);
- “Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu.” (Yoh. 12:35);
- “Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang” (Yoh. 12:36).
Dalam tradisi Kitab Suci, ‘kegelapan’ selalu bermakna: kejahatan, dosa, dan setan. Kegelapan inilah yang melingkupi semesta dan hanya bisa dikalahkan oleh Sang Terang (bdk. Kej. 1:2-3; Yoh. 1:5).
Maka, Yesus, Sang Terang, menunjukkan pada kita jalan menuju keselamatan.
Hanya Yesuslah yang menjadi sumber terang jiwa orang Kristen.
Maka, Ia bersabda (Yoh. 12:36), “Percayalah kepada terang itu, supaya kamu menjadi anak-anak terang”, Credite in lucem, ut filii lucis fiatis.
Hidup dalam terang dan kasih Yesus berarti panggilan untuk memancarkan perbuatan baik, yang meluap dari hati dan jiwa yang menjadikan Yesus sumber terang.
Perintah-Nya, “Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat. 5:16).
Ukuran untuk mengukur akan diukurkan kepadamu
Bagaimana cara hidup menjadi terang sangat tergantung dari pilihan pribadi tiap murid.
Setiap murid Yesus dan komunitas imannya harus hidup seperti pelita yang ditaruh di atas kaki dian. Ia dan komunitasnya menerangi seluruh penjuru dengan perbuatan baik.
Cara ini membantu Yesus dalam karya-Nya mengalahkan seluruh pengaruh kegelapan sampai Ia datang kembali.
Cara hidup baik menjadi kesaksian akan hidup Kristus sendiri, sehingga semakin banyak orang bergerak menuju Sang Terang.
Pelita yang ditaruh di kolong tempat tidur adalah murid Kristus dan komunitas imannya yang tidak mengingkari kebenaran Injil dan mengabaikan bimbingan Roh Kudus.
Murid dan komunitas ini tidak pernah mengajarkan kebenaran Injil dan berpegang pada ajaran Gereja, serta menjadi saksi-Nya melalui perbuatan baik.
Orang dan komunitas macam ini tidak mau berbagi suka cita Injil dan menolak menerangi kegelapan.
Maka, yang seharusnya menjadi terang justru semakin gelap pekat.
Pilihan pribadi inilah yang kelak akan dijadikan tolok ukur ketika Sang Gembala memisahkan domba dari kambing (Mat. 25:31-46).
Katekese
Dipanggil untuk bercahaya di tengah kegelapan. Tertullianus, 160-225.
“Mengapa Tuhan kita memanggil kita menjadi terang dunia?
- Mengapa Ia membandingkan kita dengan kota yang terletak di atas bukit (Mat. 5:14)
- Bukankah kita dipanggil untuk bercahaya di tengah kegelapan, dan berdiri tegak tinggi-tinggi bagi mereka yang hampir tenggelam?
Jika kamu menyembunyikan pelitamu di kolong tempat tidur (Mat. 5:15; Luk. 8:26, 11:33), segera kami mendapati dirimu sendiri ada dalam kegelapan. Kamu pasti akan diinjak-injak orang.
Maka, apa yang dapat kamu lakukan untuk bercahaya di dunia? Biarkan imanmu menuntunmu melakukan perbuatan baik.
Jadikanlah dirimu cermin terang Allah. Kebaikan tidak akan kalah oleh kegelapan.
Maka ia akan bersuka cita karena perbuatan baiknya dilakukan di dalam Allah (Yoh. 3:21). Perbuatan itu menyingkapkan dari mana perbuatan berasal.
Kerendahan hati Kristiani tidak hanya menghendaki sekedar menjadi rendah hati, tetapi juga menghendaki agar dilakukan seperti apa adanya.” (On The Apparel Of Women 2.13).
Oratio-Missio
Tuhan, penuhilah hatiku dengan kebenaran-Mu dan bebaskanlah aku dari kegelapan, kebodohan dan tipu daya yang menjauhkan aku dari pada-Mu.
Semoga aku mampu memancarkan terang dan kebenaran dalam tiap tutur kata dan perbuatanku. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk menunjukkan diriku sebagai terang hari ini?
Numquid venit lucerna, ut sub modio ponatur aut sub lecto? Nonne ut super candelabrum ponatur? – Marcum 4:21