PERAYAAN seabad Seminari Menengah St. Petrus Kanisius Mertoyudan terasa istimewa karena perayaan itu ‘berhasil’ mengumpulkan setidaknya 9 uskup dan lebih dari seratus imam alumni salah satu sekolah pendidikan calon imam tertua di Indonesia ini.
Ada yang berkenan menempuh perjalan berjam-jam dari jauh untuk menghadiri pesta spesial ini.
Uskup Mgr. Nicolaus Adi Seputra MSC –alumnus Mertoyudan angkatan masuk tahun 1975– misalnya, terbang dari Merauke, Papua. Pun pula uskup Mgr. Blasius Pujaraharja dari Ketapang dan Mgr. A.M Sutrisnaatmaka MSF dari Palangkaraya turut menghadiri hari bahagia.
Bahkan mantan Uskup Agung Semarang dan Uskup Agung Jakarta Kardinal Julius Darmaatmadja SJ yang sudah menepi di gunung Wisma Emaus di Girisonta, Ungaran pun menyempatkan turun gunung untuk berkumpul dalam pesta akbar mengenang terbitnya izin untuk seminari 100 tahun yang lalu.
“Selamat bahagia. Pesta 100 tahun berdirinya. Dengan Berkat Tuhan semoga tetap subur bagi benih-benih panggilan Imam sepanjang jaman,” demikian tulis Bapa Kardinal dalam ucapan kenangan 100th pesta seminari yang ditulis di atas sebuah papan putih.
Bagi Romo Wirjono Priyotamtomo SJ, mantan Provinsial Serikat Yesus, perayaan seabad seminari serasa reuni angkatan karena cukup banyak teman seasrama yang menyempatkan diri hadir.
“Lebih dari 30 orang hadir di Mertoyudan. Setelah perayaan ekaristi kami melanjutkan reuni bersama dengan makan siang bersama di Magelang,” ujar Romo Wiryono.
Dalam sambutan pembukaan sebelum perayaan ekaristi, Rektor Seminari Romo Ignasius Sumarya SJ menyampaikan bahwa Seminari Mertoyudan menerima dan mendidik lebih dari 4,350 orang selama kurun 50 tahun terakhir.
Menurut Romo Sumarya, Seminari Mertoyudan telah berhasil melewati masa-masa krisis berat sekitar lima-enam tahun yang lalu didera kesulitan keuangan dan rendahnya panggilan untuk menjadi imam.
“Syukur kepada Allah, situasi sulit itu telah kita lampaui. Kita bersyukur atas karunia benih-benih panggilan ini yang semakin subur,” katanya.
Berkat tampaknya melimpah karena banyak yang akhirnya bertemu sobat karib setelah terpisah lebih dari 20 tahun bahkan ada yang tak pernah bertukar kabar selama 35 tahun.
Desi Kurniawan, alumnus angkatan 90-an yang sekarang menetap di Solo dan bekerja sebagai kolektor mobil lawas, hampir tak mengenali satu pun dari teman seangkatannya setelah tak bertemu ataupun berkabar selama 22 tahun.
“Semua benar-benar telah berubah. Tak hanya teman-teman yang sekarang sudah berubah bentuknya, tapi juga bangunan depan seminari yang sudah dipenuhi bangunan-bangunan baru,” katanya.
Dalam homili perayaan Ekaristi untuk mengucap syukur atas ulang tahun ke-100 Seminari Mertoyudan, Uskup Agung semarang Monsinyur Pujasumarta Pr mengibaratkan perayaan seabad seminari sebagai perayaan kembalinya para alumni seminari ke ‘alma mater’.
“Dalam bahasa Latin, dikenal kata ‘alere’ artinya memberi makan. Dari situlah kita mengenal istilah, ‘alma mater’, ibu yang memberi makan,” kata Mgr. Puja.
Menggunakan kisah mengenai induk burung pelikan yang merobek dadanya sendiri untuk memberi makan dan minum bagi anak-anaknya pada saat paceklik, Mgr Puja mengajak semua alumni untuk mengikuti semangat sang Pelikan Agung, Yesus Kristus untuk membagikan seluruh diri untuk orang lain.
Pie Pellicane, Iesu Domine,
Me immundum munda tuo sanguine.
Cuius una stilla salvum facere
Totum mundum quit ab omni scelere.
(Pelikan Suci, Tuhan Yesus
Basuhlah aku dengan darahMu
Setetes darahMu dapat membebaskan seluruh muka bumi
dari seluruh dosa-dosa.)