Renungan Harian
Selasa, 8 Februari 2022
Bacaan I: 1Raj. 8: 22-23. 27-30
Injil: Mrk. 7: 1-13
BEBERAPA tahun lalu, saya mengadakan misa lingkungan di rumah seorang warga. Mengingat rumah itu kecil, mereka menyediakan meja altar kecil, sehingga banyak peralatan misa diletakkan di bawah dengan alas sebuah taplak meja.
Awalnya disediakan meja kecil, akan tetapi keberadaan meja itu membuat ruangan menjadi sempit, sementara umat yang datang cukup banyak.
Kami semua duduk di lantai beralaskan tikar dan praktis kami agak berhimpitan. Meski sedikit panas karena ruangan sempit dan berhimpitan, namun hampir tidak ada yang mengeluh, dan semua mengatakan tidak apa-apa.
Karena ruangan yang sempit, maka ada beberapa bapak yang duduk di luar.
Perayaan ekaristi berlangsung lancar, suasana persaudaraan dan kesatuan amat terasa. Bahkan saat kotbah, saya mengadakan dialog dengan umat; semua tampak antusias sehingga rasa panas dan berhimpitan seolah diabaikan.
Setelah perayaan ekaristi, kami semua dikejutkan dengan suara seorang bapak yang meminta perhatian.
Bapak itu menyampaikan kritik bahwa perayaan ekaristi yang diadakan ini tidak liturgis, dan tidak pantas. Seharusnya disediakan altar yang layak, karena altar itu adalah tempat persembahan kudus dan korban Kristus.
Umat yang berdesakkan juga tidak pantas ikut misa karena duduknya tidak hormat dan tidak liturgis. Bapak itu bicara banyak dengan agak keras mengkritik perayaan ekaristi. Ia mengatakan lain kali lebih baik tidak diadakan misa kalau tempat dan sarananya tidak layak.
Saya sendiri agak terkejut dengan kritik bapak itu. Tentu, kritik bapak itu baik, akan tetapi tidak melihat situasi dan kondisi yang ada.
Maka saya menjelaskan ke bapak itu bahwa apa yang penting bukan soal altar dan tempat duduk, akan tetapi persatuan dan kesatuan umat dalam perayaan ekaristi.
Tempat ideal itu baik kalau memungkinkan, akan tetapi ketika situasi dan kondisi tidak memungkinkan untuk menjadi ideal maka harus berani menyesuaikan diri.
Namun bapak itu justru lebih keras dan mengatakan bahwa saya harus belajar liturgi yang baik dan benar.
Tiba-tiba seorang ibu menanggapi bapak itu: “Pak, kalau bapak mau menjelaskan tentang liturgi yang baik dan benar, sebaiknya bapak selalu datang kalau ada misa lingkungan, bisa membantu tuan rumah menyiapkan.
Bapak tidak pernah ikut pertemuan lingkungan, dan baru sekali ini datang misa lingkungan. Bahkan beberapa dari kami baru pertama kali melihat bapak. Rasanya kami juga hampir tidak pernah melihat bapak di gereja.”
Bapak itu semakin marah dan menjelaskan bahwa dirinya adalah orang yang amat sibuk sehingga sering sulit untuk ikut misa lingkungan dan misa di gereja.
Tetapi bapak itu mengatakan bahwa dirinya selalu berdoa di rumah. Semua orang yang mendengar senyum-senyum mendengar jawaban bapak itu.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Markus: “ Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik. Sebab ada tertulis: bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.”