BAPAK Bonifatius Parmanto (1934-2022) meninggal dunia di Jakarta, hari Selasa tanggal 8 Maret 2022 di RS PON, Cawang, Jakarta Timur.
Misa requiem dan ibadat tutup peti telah dilaksanakan hari Rabu (9/3/2022) bersama Romo Andreas Sutiya SX di sebuah rumah duka di Bintaro.
Ikut dalam misa requiem ini adalah Romo Gerris Rantetana SX yang pernah jadi pastor paroki di Gereja St. Matius Bintaro selama 10 tahun dan juga kenal akrab dengan almarhum.
Jenazah Bonifatius Parmanto dimakamkan di San Diego Hill, hari Rabu siang.
Sosok suami dan bapak penyayang keluarga
Bonifacius menikah dengan Christina Suparmi di Wedi, Klaten, Jawa Tengah, tanggal 9 September 1962. Dengan perkawinan dengan Suparmi itu, almarhum Parmanto menjadi putera menantu keluarga Wignjowikarno, produsen “Jenang Ayu” di Dusun Niten, Gadungan, Wedi, Klaten.
Menurut obituari -kisah sejarah hidup yang dibacakan oleh Dining, anak pasutri Bonifatius Parmanto dan Ny. Christina Suparmi saat misa requiem hari Rabu lalu- almarhum Parmanto akan selalu dikenang oleh keempat anaknya sebagai bapak yang baik dan sayang sama keluarga.
“Bagi ibu dan kami anak-anak berempat, almarhum bapak adalah seorang suami yang penuh kasih kepada isteri dan sosok ayah sangat penyanyang kepada empat orang anaknya,” kata Dining.
Ia lalu menyembut nama-nama empat orang anak almarhum. Yakni, Wijang alias Jajang, Neko, Anggit, dan dia sendiri sebagai puteri satu-satunya sekaligus anak bungsu.
Sebagai ayah dan kemudian kakek dari sejumlah cucu, almarhum Bonifacius Parmanto juga menampilkan diri kesan kuat sebagai bapak mertua yang penuh kasih kepada semua menantu dan cucu-cucunya.
Terbukti, dalam misa requiem di mana dua ruangan Rumah Duka sampai dipenuhi oleh para pelayat, semua anggota kerabat dekat dari Niten, Wedi, Klaten dan segenap anak serta cucu ikut hadir “mengiringi” perpisahan terakhir almarhum dengan mereka.
Trah keluarga besar “Wignyo Jenang” Niten di Wedi, Klaten
Dari kerabat keluarga besar “Jenang Ayu” Niten dari Wedi, Klaten, ikut mendampingi keluarga yang tengah berdua adalah:
- Bu Kartini alias “Ninil” yang pernah lama berkarier sebagai ASN di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Ninil adalah adik kandung Ny. Suparmi Parmanto.
- Bu Yanti -kini tinggal di Kebonduren, Wedi- yang selalu bermurah hati. Suka membantu Gereja Santa Perawan Maria Bunda Kristus Paroki Wedi dan Sekolah Kanisius Murukan I Wedi, manakala membutuhkan “lahan” untuk lokasi penampungan sementara.
- Theodolus Eko, putera kandung almarhum Mas Sukar, anak kedua keluarga Niten. Eko masih terhitung keponakan Ny. Suparmi Parmanto, kakak kandung ayahnya. Almarhum ayahanya adalah Pak Sukar – seorang pilot helikopter Bell Korps Penerbang TNI-AL dan pernah menimba ilmu penerbangan di Rusia. Ia meninggal dunia di Lapangan Udara Kemayoran, Jakarta Pusat, saat sebagai instruktur terbang helikopter melatih calon penerbang tahun 1967.
- Drg. Dwi dan adiknya Tavip. Dwi adalah isteri almarhum Karyanto yang merupakan putera bungsu keluarga Wignjowikarno dan dengan demikian Karyanto adalah adik kandung Ny. Suparmi Parmanto.
Sejumlah kerabat dekat dan jauh dari Wedi dan sejumlah lokasi lainnya juga hadir mengikuti misa requiem dan prosesi pemakaman jenazah di San Diego Hills.
Sosok pemuka umat di Paroki St. Matius Bintaro, Tangsel
Kepada Sesawi.Net, seorang pelayat bernama Heru Purwanto yang aslinya berasal dari Pakem, DIY, menuturkan bahwa dirinya tinggal tidak jauh dari keluarga Parmanto-Suparmi di Kompleks Perumahan Jurang Mangu Permai di kawasan Pondok Aren, Kecamatan Ciledug, Tangerang Selatan.
“Almarhum adalah sosok panutan keluarga Katolik. Tidak banyak bicara, namun komitmennya membantu banyak orang -terutama warga Gereja- tidak pernah surut,” tutur Heru, alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun masuk 1972.
Karena itu, Heru Purwanto merasa dengan sukacita mau ikut ngombyongi (menyertai) keluarga duka mengantar jenazah Bonifacius Parmanto sampai di tempat peristirahatannya yang terakhir di pemakaman umum.
Heru tentu punya alasan untuk mengatakan itu. Lingkungan gereja dan paroki bukan barang “asing” baginya.
Selain dirinya sendiri alumnus seminari, dia juga punya satu adik kandung bernama Romo Albertus Herwanta O.Carm dan kini menjadi misionaris di Hong Kong. Satu lagi adik kandungnya yakni Kristiyanto Wahyu Indria juga alumnus Seminari Mertoyudan tahun masuk 1977.
Putera Wedi berkarier di Jakarta
Selepas selesai kuliah di Fakultas Sospol UGM tahun 1960, almarhum Bonifatius Parmanto kemudian menjalani karier gemilang di Jakarta; tepatnya di Departemen (kini Kementerian) Sosial hingga menjabat posisi sebagai ASN eselon satu.
Parmanto merintis kariernya dari bawah mulai tahun 1958 -dua tahun sebelum menyelesaikan pendidikan sarjana di UGM tahun 1960- sampai akhirnya dipercaya negara mengampu dinas sebagai pejabat ASN eselon satu di Kemensos RI.
Selepas kerja di Kemensos karena sudah saatnya harus undur diri di umur 65 tahun karena usia pensiun di tahun 1999, putera Wedi -tepatnya dari Dusun Candi sebelah selatan Stasiun KA Srowot, Kecamatan Jogonalan- Bonifacius Parmanto masih tetap berkarya di panggung “politik nasional”. Ia antara lain pernah menjadi anggota DPR-MPR dari Fraksi Golkar hasil 1997.
Menurut kisah obituarinya yang dibacakan oleh Dining, kisah perjalanan karier ayahnya di instasi negara selalu dia jalani dengan penuh ketertiban.
“Bapak berjuang dari awal, meniti karier yang dipercayakan oleh Tuhan hingga akhirnya bisa menanjak hingga level Eselon Satu yang kemudian dipercayakan kepadanya. Semua itu bapak selalu pegang teguh dengan kejujuran serta tetap setia dengan iman Katolik,” tutur Dining.
“Banyak sekali rintangan yang dihadapi Bapak saat itu. Namun, perjuangan disertai iman kekatolikannya bisa menjadi teladan dan penguatan bagi kami anak-anaknya, keluarga besar , dan kerabat dekat,” tambahnya puteri ragil dalam keluarga Parmanto-Suparmi ini.
Menurut obituary itu, sosok almarhum Bonifatius Parmanto di banyak kelompok dan komunitas selalu menelorkan banyak inspirasi baik. Tidak hanya tampil di dalam khazanah keluarga saja, tetapi juga mengemuka di lingkungan pekerjaannya. “Karenanya, almarhum Bapak tidak hanya aktif di lingkungan kerjanya di Kemensos RI, tapi juga Lemhanas, Kelompok Cendekiawan, dan Komunitas Pemerhati Kebangsaan,” terang Dining. (Berlanjut)