BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 4 April 2022.
Tema: Gagal Paham.
Bacaan
- Dan. 13: 1-9, 15-17, 19-30, 33-62/41c-62.
- Yoh. 8: 1-11/12-20.
“BAPAK Romo, kenapa Isa Almasih disalib?” tanya seorang bapak yang berasal dari agama lain.
“Kenapa bapak mau menjadi Katolik?”
“Ya kepingin aja. Satu perahu.”
“Ya, kenapa?”
“Saya sudah sepakat dengan keluarga. Kami pilih Katolik saja.”
“Alasannya apa?”
“Ya enggak tahu aja Romo kenapanya. Tapi hati saya lebih sreg jadi Katolik. Saya tidak paham dan saya mungkin sulit memahami kenapa Isa Almasih itu disalib?”
“Nah kenapa pula Bapak ingin tetap menjadi Katolik?”
“Ya nggak tahu ya Romo. Tapi hati saya mantap. Cara doa Katolik itu sederhana. Saya dengar dari beberapa orang, Katolik itu lebih banyak bersaksi soal kasih. Beberapa kali berbicara dengan Romo, Romo jarang bicara soal dosa. Terkesan Romo itu lebih memahami perjalanan sulit manusia. Romo mau mengerti tanpa menghakimi.”
“Bapak perlulah kita menyadari, cinta itu tidak mungkin setengah hati. Mencintai itu sampai mati. Itulah dorongan dasar kita.”
“Ya, saya percaya itu Romo. Dan saya ingin kebersamaan saya dengan isteri saya juga demikian.”
“Itulah arti salib Pak. Mencintai sampai mati. Itulah isiko mencintai dan menyayangi.”
“Jadi jawabnya apa Romo? Kenapa Isa Almasih itu disalib?”
“Ya itulah cinta sampai mati. Dan itu juga sebuah penderita demi keluarga.”
“Misalnya apa Romo?”
“Bapak ingin kawin lagi ta? Seandainya ada yang lebih muda dan lebih cantik dari nyonya. Dan ia mau dimadu?”
“Ya nggak maulah Romo. Di mana letak muka saya di hadapan mertua. Mereka sangat baik dan saya kagum.”
“Seandainya nyonya uring-uringan tanpa sebab, bahkan kadang-kadang kalau marah malah nyrocos tanpa henti bahkan mengungkit-ungkit kesalahan di masa lalu, apakah Bapak ingin berpisah?”
“Ya tidak Romo. Mungkin itu ungkapan kejengkelan dia Romo atau mungkin dia juga sedang capek. Sementara saya kadang kurang membantu meringankan hati dan perasaan dia.”
“Apakah tidak ingin membalas marahnya?”
“Kadang ada dorongan itu Romo. Tetapi kalau mengingat anak-anak lalu saya tidak tega. Saya urung diri, Lebih baik saya diam.”
“Lalu apa yang Bapak lakukan?”
“Paling saya ajak makan bersama. Kalau ia tidak mau, ya saya pergi sebentar beli lauk, lalu makan di rumah bersama-sama. Saya tetap meminta dia untuk makan semeja.
Seandainya pun tidak mau, saya makan bersama anak-anak dan anak-anak saya suapin. Pernah, saya akhirnya tidak makan. Dan kalau saya tahu dia makan, saya akan duduk di sampingnya dan makan bersama. Kendati suasananya masih kurang damai.”
“Kenapa Bapak lakukan itu?”
“Iya karena sayang.”
“Walau hatimu sakit?”
Ya mau gimana lagi Romo. Saya kan sudah komitmen untuk berkeluarga. Lagian kasihan dengan anak-anak Romo. Saya tidak harus keukeuh dengan pendirian saya.”
“Itulah arti salib bapak. Salib artinya, aku mencintaimu tanpa batas.”
“Oh begitu ya Romo. Memang dulu. saya diceriterakan bahwa yang disalib itu bukan Nabi Isa asli, Isa yang sesungguhnya. Tapi Allah menjadikan orang yang serupa dengan Isa dan dia yang disalibkan.”
“Iya sih saya juga pernah mendengar itu. Tetapi bagi kita orang Katolik, mungkinkah Allah bersandiwara. Apalagi drama pembunuhan. Sebuah tragedi sadis dalam hidup.
Kalau Allah yang disembah adalah Allah yang bersandiwara dan penipu, kayak apa ya. Mungkinkah Allah berbuat demikian?”
“Ya nggak mungkinlah Romo. Masya Allah mengisyaratkan pembunuhan orang yang tak berdosa? Keji amat.”
“Itulah salib, Pak. Isa Almasih adalah sabda Allah. Kalimatul Allah. Allah bersabda maka ia ada. Salib artinya keberanian memikul tanggungjawab karena kasih.
Sedangkan hukuman di salib pada waktu itu adalah hukuman bagi para penjahat dan pemberontak.
Orang-orang Yahudi pada waktu dulu termasuk para pemimpin-pemimpin agama, tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang tua mendakwa Yesus sebagai seorang yang musyrik maka Dia patut dibunuh.
Dan itu yang terjadi Yesus: disalib.”
“Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia.” ay 28a
Tuhan, misteri kasih-Mu sungguh agung. Tak dapat kupahami. Amin.