PAHAM Tritunggal adalah puncak ajaran iman Kristen, yang sekaligus juga yang paling sulit dipahami. Banyak orang yang salah mengerti, karena memang hal ini melampaui kesanggupan akal budi kita memahaminya.
Allah mempunyai 3 pribadi, berarti Bapa itu tidak sama dengan Putra dan Roh Kudus dan sebaliknya. Tetapi mengatakan Allah itu ada 3, itu juga tidak benar. Allah tetap yang Mahaesa. Tetapi ke3 pribadi Allah bukan sekedar cara Allah berada; sekarang Allah main jadi Allah Bapa, kesempatan lain jadi Allah Putra dan lain kali berganti wujud jadi Allah Roh Kudus.
Ini juga ajaran sesat. Semua usaha manusia merumuskan pengertian tentang Allah Tritunggal, merupakan usaha diantara kedua paham dasar: Allah hanya satu, tetapi berpribadi 3. Apa yang ingin dinyatakan Gereja dengan merayakan Pesta Tritunggal Mahakudus ini?
Sebutan Allah Tritunggal sudah ada jauh sebelum dogma Tritunggal dirumuskan. Gereja mengalami kehadiran dan kasih Allah secara luar biasa. Allah Pencipta yang mahakuasa, dialami juga sebagai Allah yang Mahakasih, yang rela menyerahkan PuteraNya untuk dikurbankan bagi manusia.
Allah yang mau berkurban, tidak ditemukan dalam penghayatan hidup beriman sebelumnya. Tetapi dialami Gereja dalam pribadi Yesus Kristus yang mau mati hina dan menderita di salib untuk menebus dosa-dosa kita. Allah yang sudah mencintai sampai berkurban seperti itu juga bukan Allah yang menuntut, tetapi malah dialami sebagai yang membimbing dan memberi kesempatan kepada manusia untuk terus dapat berjuang bangkit kembali dalam usahanya menuju kepada Allah; itu lah Allah Roh Kudus.
Pengalaman kasih
Jadi, pengalaman Allah Tritunggal adalah pengalaman kasih dari Allah yang luar biasa dalam hidup manusia. Dalam pengalaman hidup rohani, manusia sering salah mengerti tentang kehadiran Allah dalam hidup kita.
Dalam sebuah surat pembaca, seorang bapak mengeluh: waktu saya masih anak-anak, ibu saya suka memasak kerang. Dan ibu mengupaskan kerang bagi kami semua. Sekarang ini saya tidak pernah lagi makan kerang, karena istri saya tidak mau mengupaskan kerang untuk saya. Dimana pengabdian istri pada jaman sekarang?
Seorang ibu menanggapi: di dunia sekarang, perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki. Istri bukan budak atau pembantu di rumah yang harus melayani kemanjaan suami. Lalu terjadi polemik yang pro atau kontra pada salah satu pandangan. Sampai seorang ibu menulis: “saya berumur 40 tahun dan bekerja di salah satu kantor di kota ini.
Saya sering masak kerang dan mengupaskannya untuk suami dan anak-anak saya. Apakah saya harus mengupaskan kerang untuk suami saya? Tentu tidak. Tetapi saya bahagia melihat suami dan anak-anak saya makan dengan lahap. Saya mencintai keluarga saya.” Sesudah itu polemik itu berhenti sendiri. Seorang bijak menulis: jangan menuntut sebagai hak, apa yang dapat diperloleh dari cinta kasih.
Dalam penghayatan kita akan Allah, kita sering melihat hubungan kita dengan Allah sebagai hubungan hak-kewajiban. Kita harus baik supaya Allah memberi anugerah pada kita. Padahal Allah tidak hanya memberi kita anugerah, tetapi Allah memberikan diriNya karena kasihNya.
A: Aku tidak menyukai istriku lagi !
B: Pulang dan cintailah dia
A: Anda tidak mengerti aku, aku sudah tidak punya perasaan itu lagi.
B: Pulang dan cintailah dia
A: Tetapi secara emosi aku berarti tidak jujur kalau aku memperlakukan istriku seperti itu, padahal aku tidak merasakannya.
B: Apakah menurutmu Ibumu mencintaimu?
A: Tentu saja (dengan mantap)
B: Kira2 1 minggu setelah ibumu pulang dari RS dan membawamu pulang, dan kamu menangis menjerit–jerit di tengah malam karena popokmu basah dan dia terpaksa bangun walau tubuhnya masih sangat letih, berjalan di lantai yang dingin tanpa alas kaki untuk mengganti popokmu dan menyusuimu. Apakah menurutmu dia sungguh-sungguh menikmati itu semua?
A: Tidak (menunduk)
B: Kalau begitu, Apakah Ibumu secara emosi juga tidak jujur? Ukuran besarnya cinta bukan karena dia menikmati mengganti popok di tengah malam, melainkan karena ibumu RELA melakukan itu semua meski dia tidak begitu menyukainya.
Pernikahan tidak hanya didasari perasaan cinta, lebih dari itu yaitu KOMITMEN. Saat pertama seseorang menikahi istrinya pasti karena cinta, tetapi cinta yang menggebu-gebu akan padam seiring dengan berjalannya WAKTU. Hanya Komitmen yang membuat cinta manggebu-gebu menjadi Cinta yang matang dan dewasa.
Lalu.. Apa yang disebut dengan Cinta Sejati? Cinta yang sifatnya turun ke bawah, yaitu cinta yang tidak memikirkan untung rugi, cinta yang rela berkorban demi seseorang yang dikasihinya. Inilah cinta yang harus diusahakan dalam setiap Pernikahan.
Ada orang berkata “aku cinta kamu”.. berarti:”aku ingin memilikimu dan biarlah kamu kumiliki” adalah cinta yang egois karena hanya bergantung pada Perasaan seseorang. Sebab perasaan akan dimakan oleh waktu dan bisa saja perasaan ini muncul pada diri orang lain.
Suasana hati mudah berubah, KONDISI FISIK semakin tua dan tidak menarik, komitmen lah yang menyelamatkan pernikahan. Berani melakukan “tindakan” baik dalam keadaan suka maupun tidak untuk mengasihi pasangan dan mempertahankan Pernikahan yang telah Tuhan anugrahkan.
Pengalaman cinta dalam hidup perkawinan merupakan gambaran indah tentang Allah Tritunggal. Mencintai itu lebih dari perasaan. Mencintai itu komitmen, keterlibatan dan kesetiaan. Pasangan yang bertumbuh dalam kedewasaan perkawinan membuat perkawinan itu bukan sekedar pengertian hak dan kewajiban (di kepala); lebih dari pada perasaan menggebu kepada pasangan (hati), tetapi menjadi sikap dan keputusan dalam hidupnya (suara hati).
Pengalaman gereja akan kasih Allah
Jadi misteri Tritunggal adalah pengalaman Gereja akan kasih Allah yang hadir dalam segala segi kehidupan manusia dalam menjalani hidupnya dalam iman kepada Allah. Pengalaman kasih dalam Tritunggal adalah pengalaman kasih Allah yang total, tak bersyarat dan sepanjang masa.
Bukan seperti kasih dunia yang penuh syarat dan tuntutan agar kita mendapat kasih. Bukan juga pengalaman kasih yang penuh dengan ancaman dosa dan bujukan ganjaran agar kita mau berbuat baik.
Kalau kita merayakan Pesta Tritunggal Mahakudus, kita merayakan kasih Allah yang sejak semua mengasihi kita, memampukan kita dan memberi kesempatan lagi kepada kita untuk memperbaiki diri dan mengalami kembali kasihNya dan membimbing kita untuk terus menerus berusaha mengalami kasih itu dan membagikannya kepada sesama.
Apakah kita hidup bersama Allah hanya di kepala, atau di hati? Atau sampai pada sikap dan keputusan mau mengikuti dan membalas kasih Allah? Semoga kita mengalaminya dan dapat mewujudkannya dalam hidup kita sehari-hari bersama orang-orang yang ada disekitar kita. Amin.