Berbagi Roti dari Meja yang Satu dan Sama

0
499 views
Ilustrasi - (Ist)

Rabu, 4 Mei 2022

  • Kis. 8:1b-8.
  • Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a.
  • Yoh. 6:35-40.

KITA tahu kualitas hati seseorang dari cara seseorang itu makan dan memperlakukan orang lain yang semeja dengannya.

Jika dengan orang yang dekat dengan kita saja, kita tidak bisa berbagi kasih. Apalagi dengan orang yang jauh dan tidak kenal, meski mereka sangat membutuhkan.

Berbagi itu perlu dibiasakan tidak serta merta muncul di dalam perilaku kita.

Jika kita tidak pernah diajari berbagi dan memberi sampai kapan pun, insting kita hanya ingin menerima, mendapatkan dari orang lain.

“Saya bersyukur pernah tinggal dan hidup bersama dengan almarhum bapak yang baik dan penuh kasih,” kata seorang ibu.

“Kebaikan serta kemurahan hati bapak selalu muncul di dalam setiap kata dan tindakannya, khususnya jika sedang makan bersama,” sambungnya.

“Dia tidak akan pernah mengambil makanan yang pertama, namun selalu mengutamakan orang lain,” kisahnya.

“Ayo, silahkan makan, ambil, yang kalian suka,” kata almarhum bapak ketika kami makan bersama.

“Bapak, silahkan ambil dulu baru kami,” kata salah satu saudara.

“Tidak, saya ambil nanti. Kalian jangan sungkan-sungkan makanlah yang dihidangkan ini. Saya mau makan buah dulu,” kata bapak sambil mengambil dua butir anggur.

“Setelah semua mengambil makanan, barulah bapak mengambil makanan dan makan bersama,” kisahnya.

“Almarhum bapak selalu memberi perhatian kepada orang lain. Ia sudah selesai dengan dirinya. Ia bisa mengendalikan diri, tidak ada lagi keinginan untuk memuaskan diri sendiri, atau mementingkan diri sendiri,” sambungnya.

“Makanan ini berkah dari Tuhan. Berkah hanya bisa kita terima dengan syukur yang diungkapkan dengan tangan tengadah, bukan dengan rayahan atau saling berebut. Dengan tangan mencengkeram,” kata bapak suatu ketika.

“Setelah kita terima dengan tangan tengadah, jangan lalu ditarik ke arah diri sendiri. Namun biarkan terulur dan dibalikkan, biar menjadi berkat bagi sesama,” katanya.

“Sebelum kita bisa menerima roti kehidupan abadi yakni Tuhan Yesus, hendaklah kita belajar berbagi makanan jasmani, makanan sehari-hari ini,” lanjutnya.

“Makanan yang kita simpan hanya akan menjadi sampah, sedangkan jika kita bagi dengan mereka yang membutuhkan akan menjadi berkah,” lanjutnya lagi.

“Roti kehidupan abadi pun tidak bisa kita rengkuh dan makan sendiri, ada komunitas hidup bersama yang saling membantu untuk bisa mencecapnya dengan syukur,” ujarnya.

“Semakin kita berbagi semakin kita tidak akan pernah kekurangan. Hal ini bisa terjadi karena roti kehidupan itu adalah Tuhan sendiri sang sumber kehidupan,” tegasnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.”

Roti Hidup sumber keselamatan mempunyai daya ilahi. Daya ilahi tidak dicurahkan untuk memperkuat egoisme rohani pribadi, melainkan untuk memperkokoh persekutuan yang saling memerhatikan dan saling melayani.

Bagi kita, tidak cukup hanya rajin datang ke Gereja dan merayakan Ekaristi demi keselamatan jiwa pribadi.

Melainkan setiap orang yang datang merayakan Ekaristi menyatukan hidupnya sepenuhnya dengan daya hidup ilahi dan hendaknya siap untuk berbagi suka duka dengan sesama.

Semakin orang tekun berekaristi mestinya semakin ringanlah langkah kakinya untuk pergi berbagi kegembiraan, sukacita dan pengharapan dengan sesama di sekitarnya.

Semakin rela untuk berbagi rejeki dengan yang lapar dan tidak berdaya.

Inilah makna terdalam dari pengertian manusia datang dan percaya kepada Yesus sebagai Roti Hidup.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah perayaan ekaristi yang saya rayakan mendorong saya menjadi pribadi yang murah hati?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here