Selasa, 10 Mei 2022
- Kis. 11:19-26.
- Mzm. 87:1-3.4-5.6-7.
- Yoh. 10:22-30
WAKTU kecil tepatnya sejak kelas dua SD, saya dibelikan domba oleh abang saya yang bekerja di kota.
Saya senang sekali menggembalakan domba-domba itu ke tegalan atau ‘beran’, setiap hari.
Selain itu, setiap pulang sekolah saya selalu mencari rumput (ngarit) untuk persiapan makan domba di malam hari atau jika tiba-tiba turun hujan.
Saya memang punya hubungan yang sangat dekat dengan abang saya, hingga rasanya tidak ingin mengecewakan dia dengan tidak merawat dan menjaga serta memelihara domba pemberiannya.
Jadi saya tidak tahu pasti, apakah saya tekun merawat domba itu karena kedekatan saya dengan abang saya atau karena memang saya peduli dan senang merawat domba-domba itu?
Timbul rasa senang dan puas, manakala domba-domba itu beranak dan bertumbuh menjadi besar, serta bertambah jumlahnya.
Saya juga merasa domba-domba itu binatang yang ‘titen’ dan penurut. Meski bertemu dengan domba lain dan bercampur dengan domba milik orang lain, namun di sore hari ketika dibawa pulang cukup panggil satu nama saja, yang lain mengikutinya.
Domba itu merupakan hewan ternak yang sangat lemah dan rentan.
Kemampuan bertahannya terbilang buruk dalam menghadapi lawan yang mau menyerangnya.
Larinya tidak secepat hewan-hewan lemah lainnya seperti kelinci atau rusa, ia tidak punya sistem pertahanan yang baik dan tidak pula punya senjata atau kekuatan yang cukup untuk melawan.
Seringkali pula domba tidak sadar bahwa mereka masuk dalam bahaya dan gampang tersesat, karena itulah diperlukan gembala untuk menjaga mereka.
Tidak itu saja, perubahan iklim pun ternyata mampu membuat domba-domba ini mengalami masalah. Cepat sakit dan bahkan bisa mati.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian,
Yesus menjawab mereka: “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa.”
Tuhan menggambarkan ikatan hubungan antara kita, manusia dengan-Nya dalam bentuk hubungan antara domba dan Gembalanya.
Domba dipakai untuk menunjukkan siapa dan seperti apa kita ini sebenarnya.
Domba menggambarkan sosok yang lemah, bodoh, mudah tersesat, selalu dalam bahaya dan tidak berdaya.
Domba selalu membutuhkan gembala untuk menuntunnya.
Seperti domba, kita manusia pun sesungguhnya lemah dan tidak berdaya, rentan menghadapi masalah, mudah terpengaruh, sering tidak sadar akan bahaya dosa, begitu mudahnya tersesat dan tidak berdaya dalam menghadapi bahaya.
Artinya, kita akan binasa dengan mudah jika kita tidak memiliki gembala yang cakap dan baik untuk menuntun kita.
Dalam kondisi kita yang lemah dan tidak berdaya bagai domba, Tuhan Yesus menempatkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik bagi kita.
Dia menuntun dan menjaga kita bahkan memberikan nywa-Nya bagi perjalanan hidup kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mempunyai relasi yang akrab dan dekat dengan Tuhan Yesus, Sang Gembala jiwaku?