Jumat, 13 Mei 2022
- Kis.13:26-33.
- Mzm. 2:6-7.8-9.10-11.
- Yoh. 14:1-6.
PERPISAHAN selalu membawa kesedihan. Kesedihan paling mendalam terjadi saat kita sadar bahwa perjumpaan kita dengan orang-orang yang kita kasihi merupakan yang terakhir.
Kesedihan akan sedikit berkurang, jika kita pahami dan mengerti tujuan perpisahan itu.
Tujuan yang mesti diperjuangkan dengan cara meninggalkan yang ada. Tanpa pergi dan melepaskan yang telah ada niscaya tujuan itu tak akan pernah tercapai.
“Semua orang minta saya berubah, tetapi tidak satu pun orang yang mau memahami betapa sulitnya saya melangkahkan kaki menuju hari esok,” kata seorang pemuda.
“Orang mudah saja, mengatakan apa yang saya jalani ini salah dan tidak benar,” lanjutnya.
“Saya tahu dan merasa bahwa yang saya jalani menurut kebanyakan orang ini tidak wajar dan tidak normal,” sambungnya.
“Namun apakah mereka tahu bahwa ketika saya jatuh dan jalan dalam kegelapan masa lalu, hanya dia yang bisa mengerti dan mendukung saya,” ujarnya.
“Dia adalah orang yang mengulurkan tangan dan menolong saya. Dia adalah pribadi yang hadir di kala saya terpuruk dan bermasalah hingga saya bisa mentas dan berdiri kembali,” ujarnya lagi.
“Saya dipertemukan ketika dia sudah punya isteri dan anak, namun dia sangat mencintai saya, seperti saya juga mencintai dia,” katanya sedih.
“Semua orang menyalahkan saya, dan saya pun tahu ini jalan yang tidak benar, namun saya sangat kesulitan untuk pergi meninggalkan dia,” lanjutnya.
“Saya tahu jalan yang harus saya ambil tetapi setiap kali saya mau ambil langkah untuk pergi, rasanya kaki ini tidak bisa bergerak,” sambungnya.
“Saya tahu kami harus berubah dan menghentikan sikap saling tergantung di antara kami, namun saya takut dan tidak bisa membayangkan jalan tanpa dia,” tegasnya.
“Saya perlu teman, untuk mendampingi saya, memahami saya dan meneguhkan saya untuk mengambil jalan baru dan meninggalkan yang selama ini saya jalani,” tegasnya lagi.
“Saya percaya Tuhan pasti membuka jalan bagi saya,”lanjutnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”
Yesus menawari budaya alternatif, budaya kehidupan di tengah situasi hidup kita yang tidak benar.
Meski terlihat nyaman dan baik-baik saja, namun sebenarnya jalan salah dan sesat hanya akan membawa kehancuran dan penderitaan yang lebih dalam.
Dia ingin kita menapaki jalan yang benar dan membawa kehidupan, bukan jalan semu yang hanya membawa kesenangan sesaat yang diwarnai oleh rasa bersalah.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku berani meninggalkan kesemuan hidup yang aku jalani saat ini?