DUNIA Pendidikan abad ke-21 menawari banyak tantangan bagi pengelola, pendidik, siswa, orangtua siswa. Juga kepada semua yang terlibat di dalam bidang pendidikan.
Prof. Dr. Winarno Surakhmad M.Sc mengidentifikasi tantangan guru abad 21 yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan dan peradaban manusia. Yakni, terjadinya perubahan besar di semua bidang kehidupan.
Dengan demikian, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengambil posisi sentral. Juga akan mempengaruhi seluruh bidang kehidupan, persaingan hidup antara bangsa-bangsa di berbagai bidang, dan perubahan sitem nilai.
Semua terjadi berkat terjadinya kemajuan ilmu dan teknologi.
Sedangkan National Education Association mengemukakan teorinya sebagai berikut.
Mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan perlu memiliki kecakapan sebagai komunikator, menjadi creator, mampu berpikir kritis dan mampu berkolaborasi.
Kurikulum Merdeka
Di sisi lain, situasi pandemi Covid-19 yang selama ini terjadi banyak telah dan sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Juga membawa dampak besar dan terjadilah krisis pembelajaran. Pendidikan semakin tertinggal.
Konsekuensi dari krisis tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menginisasi program pemulihan pembelajaran. Dengan meluncurkan Kurikulum Merdeka dan platform Merdeka Mengajar.
Mengantisipasi perubahan
Perubahan tidak dapat dihentikan dan terus akan terjadi. Demikian juga dunia pendidikan: akan terus mengalami perubahan. Tenaga pendidik dan semua yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan dituntut memahami serta terus berusaha melakukan sesuatu untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi.
Menjawab berbagai tantangan tersebut, MPK Keuskupan Agung Pontianak mengadakan kegiatan seminar dan pelatihan bagi pengelola, pendidik dari lembaga-lembaga pendidikan Katolik, sekolah–sekolah Katolik di wilayah Kalimantan Barat.
Hadir pada pertemuan tersebut pengurus Yayasan, kepala sekolah dan tenaga pendidik dari Yayasan Pendidikan Katolik Keuskupan Pontianak, Keuskupan Sanggau, dan Keuskupan Sintang.
Pada pertemuan pertama berjumlah 66 peserta. Peserta pertemuan yang kedua sebanyak 95 orang.
Kegiatan seminar dilaksanakan tanggal 14 Pebruari 2022 di Wisma Immaculata, Jl. AR Hakim 95 Pontianak. Sedangkan Kegiatan pelatihan dilaksanakan tanggal 5-7 April 2022 di tempat yang sama.
Dalam sambutan pembuka di pertemuan kedua, Ketua MPK KA Pontianak, Br. YM Vianney Alexius Harnoto Trilaksono MTB menekankan kembali poin-poin penting yang disinggung dalam pertemuan pertama. Yakni, sumber daya manusia yang berkecimpung di bidang pendidikan tidak gagap dengan perubahan.
Ditekankan pula, ebagai pendidik di sekolah katolik -selain harus memiliki spirit pendidik Kristiani- kita semua harus berkarakter, menjadi pendidik yang inovatif, kreatif.
Juga harus berani berkolaborasi dan mampu membawa anak didik dan lingkungannya pada suasana hidup bahagia.
Tata kelola lembaga pendidikan Katolik
Dalam dua kali pertemuan ini, MPK Keuskupan Agung Pontianak membahas seluk-beluk pengelolaan Lembaga Pendidikan Katolik (LPK).
Dalam pertemuan pertama, 14 Pebruari 2022 lalu, Ketua MNPK Romo Dr. Vincentius Darmin Mbula OFM menjadi fasilitator pertemuan.
Ia menekankan betapa pentingnya LPK dikelola secara serius.
LPK merupakan wahana pewartaan Kabar Gembira. Pengelola wajib memperhatikan hal mendasar dalam pengelolaannya, yaitu visi pendidikan Katolik, karakteristik Lembaga Pendidikan Katolik (LPK), ciri khas pendidikan Katolik, memperhatikan mereka yang tidak mampu dan termarjinalkan.
“Prinsip–prinsip tersebut menegaskan bahwa sekolah Katolik berakar pada cinta kasih,” ungkapnya.
Cinta kasih adalah konsep utama dalam ajaran Yesus kristus, Sang Guru kehidupan. “Cinta kasih inilah yang membedakan dan mencirikan kekhasan model pendidikan Katolik di LPK,” tegas rohaniwan Fransiskan ini.
Pengolahan karakter dan jatidiri guru
Pertemuan berikutnya berlangsung tanggal 5-7 April 2022, dengan peserta hadir 95 orang. Terdiri dari pengurus yayasan, kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan dan pembina asrama.
Mereka datang dari:
- Yayasan Pendidikan Sekolah Bruder Pontianak.
- Yayasan Pengabdi untuk Sesama Pontianak.
- Yayasan Pendidikan Gembala Baik Pontianak.
- Yayasan Amal dan Korban Sambas.
- Yayasan Perguruan Kalimantan Barat Pontianak.
- Yayasan Pius Bengkayang.
- Yayasan Maniamas Ngabang.
- Yayasan Perutusan untuk Rakyat Sintang.
- Yayasan Helvetia Bunut Sanggau Ngabang.
Pertemuan ini didampingi oleh Romo TB Gandi Hartono SJ, Sekretaris Eksekutif Komisi Pendidikan KWI.
Simulasi proses pengembangan diri
Seluruh proses pengolahan diri selama tiga hari ini berpusat pada hidup dan teladan “Sang Guru Sejati” Yesus Kristus.
Selama tiga hari peserta didampingi dalam latihan-latihan untuk menjadi terampil mengembangkan diri, baik secara pribadi maupun secara kelompok/keluarga. Secara pribadi dilakukan dengan refleksi pribadi.
Dalam kelompok, peserta dibagi dalam sebuah keluarga. Setiap keluarga terdiri dari lima orang. Dua orang berperan sebagai ayah atau ibu, tiga orang berperan sebagai anak.
Dalam pertemuan keluarga, mereka mendiskusikan hasil refleksi pribadi, membangun niat serta aksi yang akan dilakukan secara bersama. Hasil refleksi dan foto setiap keluarga diunggah di padlet sehingga peserta lain dapat melihatnya.
Latihan-latihan ini mengajak peserta melibatkan olah rasa, olah nalar dan olah kehendak – yang disebutnya sebagai “tiga daya kekuatan jiwa” – untuk mengembangkan nilai kehidupan sebagai pribadi dan pendidik.
Nilai-nilai ini antara lain kesadaran bahwa setiap pribadi itu berharga. Punya etos kerja keras, sikap selalu optimis, pribadi reflektif, selalu syukur dan bangga, jujur, peka. Juga tekun dan punya kepedulian, cinta kasih kepada sesama.
Lalu juga harus sosok yang percaya diri, aktif untuk saling menguatkan, rendah hati, ketulusan. Cenderung selalu berpikir positif, beriman konkret, setia pada proses, berpikir inovatif, dan keteladan.
Langkah pengolahan
Secara garis besar, fokus pengolahan dibagi di dalam tiga tahap.
- Hari pertama, fokus pada kompetensi diri. Mengolah “aku” atau “diriku”. Bahwa “aku” ini berharga, “dicintai” dan “dipanggil”.
- Hari kedua fokus pada kompetensi spiritual dan kompetensi pedagogi kristiani “merdeka belajar”, serta membangun kelompok.
- Hari ketiga fokus pada kompetensi kewirausahawan, dengan membangun sebuah desain merdeka.
Berubah, bergerak dan berbuah
Perubahan dimuali dari diri sendiri, pada ‘aku’. Diawali dengan hal-hal sederhana, dimulai dari sesuatu yang kecil di dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap pribadi membuat komitmen untuk perubahan. Setiap pribadi dalam suatu unit sekolah memberi atmosfir positif, energi positif.
Energi positif akan berdampak positif pula pada lingkungan. Selanjutnya beberapa guru atau secara bersama menjadi kader perubahan, dan kemudian bergerak bersama.
Demikan ditegaskan oleh Romo Gandi SJ dalam menjawab beberapa kendala dari peserta. Ia juga mengungkapkan bahwa kadang-kadang maksud baik dari seseorang ditanggapi keliru oleh teman di dalam satu unit sekolah.
“Perubahan harus kongkrit, jelas, dapat dilakukan, dilihat dan dapat dirasakan,” demikian Romo Gandi SJ.
Untuk selanjutnya, setiap sekolah membangun komitmen bersama dan akan didampingi secara daring untuk dapat membuahkan hasil.
Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus mendukung dan mengapresiasi seminar dan pelatihan untuk para pemangku pendidikan yang difasilitasi oleh Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Agung Pontianak ini.
Lebih lanjut diingatkan, persaingan di dalam segala bidang -termasuk bidang pendidikan- makin berat dan keras. Pendidikan diharapkan mampu menjawab tantangan ini demi bangkitnya dan kemajuan masyarakat, khususnya di Kalimantan Barat.
Pertemuan-pertemuan seperti ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kompetensi dan memperbaharui pengetahuan-pengetahuan anyar bagi para pengelola pendidikan.
Uskup Agung mengucapkan terimakasih kepada Romo V. Darmin Mbula OFM selaku Ketua MNPK dan Romo TB Gandi Hartono SJ dari Komisi Pendidikan KWI.
“Masa depan anak-anak terletak di pundak para guru/para pendidik Katolik,” demikian tegasnya.