Menyimpan Segalanya di Dalam Hati

0
431 views
Ilustrasi - Mengunjungi makam. (ist)

Senin, 6 Juni 2022

  • Kej.3:9-15.20.
  • Mzm: 87:1-2.3.5.6-7.
  • Yoh. 19:25-34.

PERJUANGAN seorang ibu tidak berhenti saat mengandung dan melahirkan buah hatinya dengan mempertaruhkan nyawa.

Merawat tumbuh kembang anak pun menjadi hal yang paling sulit untuk dilakukan sebagian ibu. Namun, tidak semua ibu beruntung bisa selalu bersama dengan anaknya.

Ibu siapakah yang tidak akan sedih hatinya, melihat anak semata wayang mati tak berdaya dengan cara yang sangat menyedihkan.

“Saya harus menerima kenyataan buruk yang tidak pernah dibayangkan sekali pun. Buah hati yang selama ini saya rawat dengan penuh kasih sayang harus pergi untuk selama-lamanya,” kata seorang ibu

“Saya tak kuasa menahan tangis saat melihat tumpukan tanah menutupi tubuh mungil buah hatiku,” lanjutnya.

“Kepergian anakku menimbulkan perasaan mati rasa serta tidak dapat merasakan apa-apa yang terjadi di dalam tubuhku,” ujarnya dengan sedih.

“Saya bahkan tak pernah tahu kalau anak bungsuku itu mengidap leukemia akut,”katanya.

“Ketika dokter memberitahu keadaan anak bungsuku, saya merasakan seluruh tenaga dari tubuhku menghilang, saya lemas dan tak berdaya,” katanya

“Suami serta kedua anakku berusaha menguatkan diriku, tetapi hatiku sungguh sakit,” ujarnya.

“Kesedihan yang berlarut-larut itu membuat duniaku seakan terhenti, bahkan saya seakan melupakan suami dan anak-anak,” katanya lagi.

“Kehilangan seorang anak bukan hal yang mudah untuk dilalui bagiku. Namun saya tidak mau kejadian pahit itu menimpa diriku lagi. Saya tidak ingin kehilangan dua anakku yang masih ada bersamaku,” tegasnya.

“Kepergiaan anakku bungsu membuatku sadar bahwa keluarga adalah yang utama,”imbuhnya.

“Kasih suami dan anak-anakku menjadi sumber kekuatan terbesar bagiku untuk menerima dan memaknai kepergian anak bungsuku,” kisahnya.

“Saya tahu bahwa kehilangan merupakan sesuatu yang tidak dapat terelakkan, sehingga yang menjadi penting adalah ikhlas dan menerima kehendak Tuhan,” lanjutnya.

“Kalau memang kehilangan anak adalah kehendak Tuhan, maka saya tidak bisa menolak. Terjadilah padaku menurut kehendak Tuhan,” tegasnya.

Dalam bacaan Injil kita dengar demikian,

“Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.

Ketika Yesus melihat ibu-Nya m dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu.”

Bunda Gereja, Bunda sang Penebus, Bunda Allah dan masih banyak gelar lainnya yang diterima Bunda Maria.

Tetapi yang terutama adalah teladan yang diberikannya kepada kita semua para murid Kristus: kesederhanaannya, kelemahlembutannya, kesabarannya menyimpan segala perkara dalam hati, ketaatannya pada kehendak Allah dan kesetiaannya hingga akhir pada sang Putera.

Semoga kita bukan hanya sekedar memanggilnya “Bunda” tetapi juga mau dan mampu meniru keteladanannya, sebagai perwujudan dari menjadi anak-anaknya yang baik.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku taat dan setia pada kehendak Tuhan, walau harus menjalani langkah yang sulit dan berat?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here