Yang Bahagia, Yang Mengampuni

0
578 views
Ilustrasi - Pengampunan. (Ist)

Kamis, 30 Juni 2022

  • Am. 7:10-17.
  • Mzm: 19:8.9.10.11.
  • Mat. 9:1-8.

KETIKA kita merasa sakit hati dan terluka karena perilaku sesama, rasanya sulit membayangkan manfaat pengampunan dalam hidup ini.

Apalagi jika orang yang telah membuat kita terluka tidak ada etiket baik apalagi minta maaf dan minta pengampunan.

Menyimpan dendam dan amarah hingga kita tidak mampu memaafkan membuat beban yang berat bagi hidup kita.

Pikiran dan hati kita tetap tersedot oleh luka yang kita pelihara sendiri. Akan muncul kelelalahan jiwa yang memengaruhi banyak aspek kehidupan kita.

Kemarahan dan dendam mengikis kesehatan kita dan menumbuhkan kepahitan dan kebencian.

Beban tidak bisa mengampuni akan terus bertambah menyakiti diri kita sendiri lebih dari orang lain.

Pengampunan adalah tindakan atau pilihan untuk melepaskan pelaku dari hukuman kita dan mempercayakan semuanya kepada Tuhan.

Seorang ibu bertahun-tahun menderita sakit perut yang tidak kunjung sembuh.

Penyakit ini dialami, ketika ia ditinggal suaminya. Terjadi setelah suaminya ketahuan selingkuh dan menikah dengan perempuan lain.

Sejak itu, ibu ini selalu merasa tidak nyaman dengan perutnya. Sudah sering ke dokter tetapi tidak pernah sembuh.

Hingga suatu hari, ketika anaknya mau menikah, si anak ingin mengundang ayahnya dan ingin ayahnya bersamaan ibunya duduk mendampingi dia di dalam pernikahan.

Demi anaknya, ibu itu mau duduk dan bahkan menyapa suaminya. Peristiwa itu seakan membongkar gunung kemarahan dan dendamnya dengan suaminya.

Ibu itu merasa lebih tenang, dan rileks; bahkan penyakit perutnya berangsur hilang.

Ia sadari bahwa semuanya telah berlalu. Demi hidup ke depan anak-anaknya, ia mau “berdamai” dengan suaminya.

Pengampunan itu telah menyembuhkan dia, hingga dia merasa ringan dan bahagia. Sejak itu, tidak lagi ada keluhan sakit perut.

Pengampunan itu membebaskan ibu itu dari ‘beban’ yang menggerogoti diri dan hidupnya.

Dalam bacaan Iniil hari ini, kita dengar demikian

“Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah?

Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” ?

lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu? ”Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!”

Dalam Injil hari ini, Yesus menyembuhkan orang lumpuh sekaligus mengampuni dosanya.

Tetapi bagi ahli-ahli Taurat, Yesus tindakan itu dianggap sebagai tindakan menghujat Allah.

Pikiran mempengaruhi tindakan. Bila pikiran kita baik, tindakan dan ucapan kita akan baik. Namun jika pikiran kita jahat, segala tindak tanduk kita juga akan menghasilkan hal-hal yang jahat.

Pikiran para ahli Taurat itu selalu jelek. Hatinya diliputi rasa kebencian dan dendam. Mereka mencari celah untuk menjatuhkan Yesus. Segala tindakan Yesus selalu salah di mata mereka.

Bagi Yesus keselamatan orang lebih diutamakan, Ia bertindak mengampuni dosa, karena Ia adalah Putera Allah.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bisa mengampuni orang yang bersalah denganku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here