KAUM muda Katolik hingga kini terkesan masih sangat enggan bergabung masuk ke dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) Katolik. Bisa jadi, karena mereka masih memandang semua ormas Katolik ini dentik dengan “politik”.
Padahal, peranan umat Katolik sangat diharapkan. Terutama dalam upaya kita bersama untuk sama-sama menjaga semangat kebangsaan, mendukung ke-Bhinneka-an Tunggal Ika dan menciptakan toleransi dalam dalam kehidupan bermasyarakat.
Sosialisasi dan penyadaran akan pentingnya berorganisasi itu harus dimulai dari tingkat paroki dan lingkungan. Itu karena basis umat Katolik berada di lingkungan-lingkungan.
Oleh karena itu, ormas Katolik harus mengupayakan “jemput bola” ke lingkungan-lingkungan.
Demikian benang merah sarasehan bertema “Mengenal Ormas Katolik: Orang Katolik Jangan Alergi Berorganisasi”.
Sarasehan ini berlangsung di aula Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Pugeran, Yogyakarta, Minggu malam, 10 Juli 2022.
Acara ini diselenggarakan oleh DPC Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) Kota Yogyakarta dan Dewan Paroki Gereja HKTY Pugeran Yogyakarta.
Pembicara dalam sarasehan itu adalah perwakilan dari:
- ISKA.
- Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI).
- Pemuda Katolik.
- Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
- Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI).
- Vox Populi Institute (Vox Point).
Mereka masing-masing memaparkan profi; organisasinya.
“Saya menangkap kesan ini. Kaum muda enggan bergabung dalam ormas Katolik. Itu karena beranggapan ormas itu pleg identik dengan ‘politik’,” kata Pancratius Rio Mayrolla, Ketua Pemuda Katolik Komcab Kota Yogyakarta.
“Memang pelayanan ormas tidak langsung di ‘altar’. Tapi mereka bergerak di ‘latar’. Sehingga umat Katolik tidak melihat program kerja ormas Katolik. Karena yang memang sangat berbeda dengan keterlibatan OMK dan grup koor yang selalu terlihat di gereja,” terang Rio.
Pentingnya kaderisasi
Rio berpendapat sangat penting saat ini terus menjaga sistem kaderisasi terus-menerus di Gereja. Dengan tahapan-tahapan organisasi yang saat ini masih ada di Gereja.
Apalagi, kata dia, sebenarnya umat Katolik sudah memiliki “DNA” berorganisasi mulai dari Sekolah Minggu, Pendampingan Iman Anak (PIA), Pendampingan Iman Remaja (PIR), Orang Muda Katolik (OMK) dan lain-lain.
Melalui ormas Katolik, kaum muda juga bisa bersosialisasi dengan kelompok penganut agama lain.
Contohnya, Pemuda Katolik aktif berkomunikasi dengan organisasi agama lain seperti Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor.
“Yang saya rasa juga penting. Terlibat dalam ormas ini juga penting. Ibarat kata, forum itu jadi wadah bisa kenal dan bertemu sesama kaum muda Katolik.
Misalnya ambil contoh yang baik, mereka bisa menemukan teman atau jodoh. Mengingat, banyak umat kita yang berpindah keyakinan, karena menikah dengan umat agama lain,” tegas Rio.
Maka, anak muda Katolik jangan hanya melayani di dalam lingkungan internal gereja, tetapi juga harus berani berorganisasi di luar.
Hal senada disampaikan oleh Romo Rosarius Sapto Nugroho Pr, Pastor Pendamping Penghubung Karya Kemasyarakatan Kevikepan Yogya Timur.
Ia mengingatkan bahwa kalau bicara dalam konteks luas, dulu kita punya orang-orang yang punya posisi penting. Tapi itu cerita dulu.
Maka, kata Romo Sapto, kalau Gereja mau menjadi terang, ya harus mau mewarnai kehidupan masyarakat. Harus dimulai dari akar rumput.
“Sekarang saatnya kita tampil menunjukkan diri. Peranan ini harus ditampilkan di tengah paroki,” tegas Romo Sapto.
Ormas Katolik sangat diharapkan bisa menggerakkan massa, serta punya suara dan power lebih dibandingkan dengan organisasi lain dalam konteks politik dan kebijakan publik.
Penyusunan Raperda Rumah Kos
Ketua Pemuda Katolik Komcab Kota Yogyakarta, Pancratius Rio Mayrolla, yang biasa dipanggil Rio, menjelaskan bahwa Pemuda Katolik hadir sebagai wadah bagi umat yang semula alergi terhadap ormas.
Umat yang berusia 17-45 tahun dipersilakan masuk Pemuda Katolik.
Rio pun memaparkan pengalamannya sebagai konsultan penyusun Naskah Akademik dan Draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Kulon Progo Nomor 14 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Kos.
Ia berhasil menyelipkan aturan penting, khususnya ke dalam Pasal 11C, yang berbunyi “Setiap pelaku usaha rumah kos dilarang melakukan diskriminasi terhadap suku, ras dan/atau agama tertentu dalam penyelenggaraan rumah kos”.
Sebelumnya, di wilayah Kabupaten Kulon Progo tidak ada Perda Rumah Kos, karena memang belum ada urgensinya.
Namun beberapa tahun belakangan ini muncul pembangunan beberapa kampus di daerah tersebut dan pembangunan bandara baru di Kulon Progo, sehingga merebaklah pembangunan rumah kos di daerah Kulon Progo.
Maka kemudian disusunlah Perda tentang Rumah Kos.
“Ini hanya contoh bagaimana orang Katolik ikut menyusun Raperda. Karena di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah ada kos khusus untuk agama tertentu, kos khusus untuk suku tertentu,” ungkap Rio.