Minggu, 31 Juli 2022
- Pkh. 1:2; 2:21-23.
- Mzm. 90:3-4,5-6,12-13,14,17.
- Kol. 3:1-5.9-11;
- Luk. 12:13-21.
“Bumi ini cukup menyediakan kebutuhan semua orang tetapi tidak cukup menyediakan untuk ketamakan setiap orang.” (Mahatma Gandhi)
TIDAK ada sesuatu pun di dunia ini yang dapat menjamin kehidupan kita.
Kita hanya bisa mengusahakan untuk memiliki sesuatu di bumi ini.
Bisa saja kita mempunyai banyak asuransi, uang tabungan, dan kekayaan.
Akan tetapi, Allahlah pemilik kehidupan kita. Karena itu, Yesus memperingatkan kita agar waspada terhadap ketamakan.
Sering kita mendengar, “Dulu, masa pahit getirnya kehidupan, kita bersaudara atau kakak beradik bisa sangat kompak, saling peduli dan hidup dalam harmoni.”
“Sekarang, sesudah orangtua bisa mewariskan harta kepada anak-anaknya, justru sesama saudara bertengkar, bahkan berpengadilan hanya untuk memperebutkan harta warisan,” lanjutnya.
“Begitulah kalau harta bertakhta dalam hati, persaudaraan pun terpinggirkan,” imbuhnya.
“Kalau dibanding kekayaan yang dia miliki, harta warisan orang tua kami tidak seberapa, namun dia sangat keras dan berusaha memiliki harta warisan ini dengan segala cara,” ujarnya.
“Anehnya adik dan kakak yang keadaan ekonominya pas-pasan malahan lebih legowo, rela dan tidak tamak,”lanjutnya.
“Mereka malah lebih memperhitungkan saudara yang lain, bahkan mereka dengan tulus menawarkan bagiannya untuk saudara lainnya jika masih mau digunakan,” katanya lagi.
“Banyaknya harta tidak membuat orang lain merasa cukup dan bersyukur malah kadang membuatnya lebih pelit dan tamak. Seakan selalu merasa kurang dan tidak puas,” tegasnya.
“Kita seharusnya tidak perlu tamak dan rakus akan harta dunia apalagi itu warisan dari orang tua. Karena kita yakin Tuhan akan memelihara kita dengan baik dan berkecukupan,” jelasnya.
“Hendaknya kita bisa bersikap benar terhadap harta, yaitu memiliki rasa cukup,” ujarnya.
“Rasa cukup membuat kita senantiasa bersyukur kepada Tuhan, hidup akur dengan saudara, dan menjadi berkat bagi orang-orang lain,” tuturnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?”
Teguran yang sangat keras, karena orang kaya itu menempatkan harta kekayaan sebagai yang utama, dan melupakan sang Pencipta.
Ia mengandalkan hartanya, dan melupakan sang Penguasa atas hidup manusia. Orang itu diberkati Tuhan secara materi, ia kaya dan tanahnya berlimpah-limpah hasilnya, namun ia tidak menggunakan hartanya dengan bijak seturut dengan kehendak Tuhan.
Apa yang ada dalam hatinya hanyalah tentang cara menimbun hartanya dan hidup bersenang-senang. Akibatnya, akhir hidupnya sia-sia belaka.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku cukup bijak dalam menggunakan harta benda yang aku miliki?