PARA Uskup se-Regio Gerejawi Nusa Tenggara segera menyusun program bersama sebagai upaya pengembangan ekonomi umat di wilayah itu, khususnya membantu membangun kedaulatan pangan.
“Program itu adalah untuk meningkatkan kerja sama dan tukar-menukar informasi antara Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) dari semua keuskupan dalam mendampingi kelompok tani untuk membangun kedaulatan pangan umat,” kata Uskup Atambua, Mgr Dominukus Saku, Kamis.
Ia mengatakan itu di sela-sela acara Pertemuan Pastoral IX para uskup se-Regio Gerejawi Nusa Tenggara di Kupang.
“Hakikat pertemuan pastoral ini, selain membahas soal kesadaran bersama tentang pentingnya pembaharauan katekese dalam pelayanan pastoral gereja di berbagai bidang kehidupan, juga mengevaluasi pelaksanaan kedaulatan pangan umat di wilayah keuskupan masing-masing,” tutur Mgr Dominikus.
Dikatakannya, evaluasi kedaulatan pangan umat di keuskupan masing-masing, merupakan target pelaksanaan pertemuan pastoral VIII yang sebelumnya dilaksanakan di Maumere, Kabupaten Sikka, Juli 2009 lalu.
Ia mengakui, prinsip kedaulatan pangan sudah dilakukan oleh gereja-gereja lokal.
Kini, demikian Mgr Dominikus, ada banyak dan begitu bervariasi program itu di tingkat keuskupan masing-masing, yang dilakukan melalui Pengembangan Sosial Ekonomi, sehingga terjadi proses pemberdayaan.
“Pemberayaan itu sendiri terjadi di tingkat petani, di mana Gereja memfasilitasi dengan cara sosialisasi tentang kedaulatan pangan yang hidup atas dasar kekuatan sendiri, agar umat tidak terus-menerus tergantung pada kekuatan lain yang membuat mereka semakin tidak berdaya,” ujarnya.
Uskup Dominikus menuturkan, 2.535.987 jiwa atau sekitar 55 persen dari 4,7 juta jiwa penduduk Nusa Tenggara Timur (NTT) beragama Katolik, menjadi tantangan dan tanggung jawab tersendiri para pemimpin gereja lokal di daerah ini.
“Geraja harus terus-menerus membangun kedaulatan pangan umat. Dan langkah konkret yang dilakukan ada di tingkat paroki.,” kata Mgr Dominikus.
Langkah konkret itu, lanjutnya, biasanya dikembangkan melalui usaha bersama dan kelompok tani.
“Itu dilakukan bekerja sama dengan berbagai pihak sebagai wujud keprihatinan bersama untuk pengembangan kelompok-kelompok tani, demi mewujudkan kedaulatan pangan umat,” ungkapnya.
Program pemerintah tentang ketahanan pangan, menurutnya, bisa disinkronkan dengan apa yang sudah dikembangkan oleh pihak gereja lokal.
Yakni dengan ikut melakukan pembinaan ketahanan kelompok-kelompok tani yang ada, terutama dari sisi iman dan moral.
“Sungguh sebuah ironi, jika umat terus-menerus tergantung pada program pemerintah,” kata Uskup Dominikus.
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya, mengharapkan dukungan para uskup sebagai salah satu elemen di daerah itu, untuk melanjutkan kolaborasi demi mewujudkan kedaulatan pangan di provinsi tersebut.
Lebu Raya menegaskan komitmennya untuk terus menghidupkan pangan lokal.
“NTT menghasilkan banyak pangan lokal yang layak untuk dikonsumsi, seperti jagung, ubi, dan pisang. Kita harus bangga pada makanan sendiri,” harapnya.
Untuk itu, menurutnya, Pertemuan Pastoral ini bisa menjadi momentum membangun pangan yang beragam, berimbang, bergizi, dan aman. Diversifikasi pangan perlu dilakukan agar sumber pangan lebih beragam, yang dapat dikonsumsi masyarakat.
Ia menambahkan, masyarakat sering salah kaprah, karena pangan diidentikkan dengan beras, padahal, ada banyak jenis pangan lokal yang bisa dikonsumsi sebagai pengganti nasi dan kandungan karbohidratnya tidak kalah dengan nasi.
“Guna mendorong kesadaran masyarakat mencintai pangan lokal, sejak empat tahun lalu, Pemerintah NTT, menetapkan gerakan “Satu Hari Tanpa Nasi”, yaitu pada setiap Hari Jumat,” kata Frans Lebu Raya.