Retret Ekologis Hari Kedua di Pusat Ziarah Kudus Nazaret di Sangalla Tana Toraja: Generasi Terakhir Bisa Temukan Capung (3)

0
589 views
Pusat Ziarah Kudus Nazaret Sapak Bayo-bayo di Sangalla Tana Toraja (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr/Keuskupan Bandung)

BERIKUT ini, penulis -Romo Ferry Sutrisna Widjaja dari Keuskupan Bandung- ingin membagikan foto-foto dokumentasi perjalanan Retret Ekologis hari kedua yang berlangsung di Pusat Ziarah Kudus Nazaret Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tana Toraja, Sulsel.

Retret Ekologis dengan para peserta penggiat CU Sauan Sibarrung dan sejumlah peserta lainnya ini berlangsung akhir bulan Agustus 2022.

Perjalanan Retret Ekologis hari kedua

Hari kedua Retret Ekologis diawali refleksi atas bahan hari pertama. Peserta retret semakin menyadari bahwa inti terdalam spiritualitas ekologi adalah cinta dan hormat kepada Tuhan Sang Pencipta yang menciptakan seluruh alam semesta.

Maka, semua ciptaan adalah saudara dan saudari. Itulah yang juga dihayati Santo Fransiskus Assisi. Maka tumbuhlah sikap kagum terhadap alam semesta yang indah dan luar biasa.

Tumbuh kesadaran ekologis utk ikut merawat semua ciptaan.

Fasilitas Rumah Retret di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tanah Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Kekayaan alam di Tana Toraja di sekitaran lokasi Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tana Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Generasi terakhir di Tanah Toraja sulit temukan capung

Romo Marinus Tellu dari Rantetayo yang juga adalah pengawas CU Sauan Sibarrung kemudian syering tentang munculnya ketakutan bahwa siapa tahu kita ini adalah generasi terakhir ketika mulai menyadari bahwa di Tana Toraja saat ini sudah sangat sulit untuk menemukan capung.

Itu artinya bahwa alam Tana Toraja sudah sedemikian rusaknya, karena terkena pupuk dan pestisida kimia sedemikian rupa sehingga capung tak mampu hidup lagi. Manusia ternyata adalah penyebab kemusnahan capung yang akan berujung kemusnahan manusia.

Daftar dosa ekologis

Peserta retret juga diminta utk membuat daftar dosa-dosa ekologis.

Pada umumnya yang diakui adalah soal sampah plastik sekali pakai langsung buang, soal kecanduan merokok, soal membuang sampah sembarangan, terlalu banyak konsumsi daging dan ikan, membeli pangan impor, tidak hemat air dan listrik, jumlah pakaian yang terlalu banyak, penggunaan bahan kimia berlebihan untuk kosmetik, sabun, shampoo, dan produk lainnya.

Peserta juga banyak membahas soal pertanian organik. Secara khusus dibahas bagaimana sektor pangan memberi kontribusi 26-54 % terhadap pemanasan global. Maka, gerakan pangan lokal dan organik adalah solusi yang bisa dilakukan semua orang.

Di atas puncak bukit berbatu-batu karst ini tertancap sejumlah salib. Sementara di dalam sebuah “gua” karst ada altar untuk merayakan Ekaristi. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Jalan salib menuju ketinggian

Sesudah makan, acara retret dilanjutkan dengan refleksi jalan salib yang dipimpin Pak Michael Andin. Jalan salib ini bertema ekologis dan keluarga.

Pak Michael yang asli Toraja mengawali jalan salib dengan mengajak peserta memandang sawah dan para petani dan mengucapkan syukur atas kehidupan yang sudah diberikan Tuhan.

Juga berterima kasih kepada para petani yang telah bekerja keras menyediakan pangan. Kami semua mengatupkan tangan dan membungkuk memberikan hormat.

Sepanjang jalan salib di tiap stasi Pak Michael mengajak melihat jalan salib dari sudut keluarga, alam dan ekologi, spiritual dan religi, serta edukasi dan kultural.

Jalan salib keluarga berusaha menghayati nilai-nilai keluarga, peran laki laki dan perempuan dalam keluarga, orangtua, dan anak.

Ilustrasi: Capung-capung bertengger di sebuah dahan pohon. (Ist)

Kekayaan alam Tana Toraja

Dari sudut alam dan ekologi melihat berbagai pohon, bunga, burung, kupu kupu, serangga dll sebagai kekayaan alam yang luar biasa. Secara khusus disoroti pohon pangi atau kluwek atau kepayang yang tumbuh sepanjang jalan salib.

Pohon yg memberikan seluruh bagiannya mengajak kita punya semangat berbagi. Juga melihat batu karang karst, stalaktit dan stalakmit yang terbentuk jutaan tahun dan gua-gua yang luar biasa termasuk makam Yesus dan kubur kosong.

Juga ada akar akar pohon yang membentuk corpus tubuh Yesus secara alamiah.

Secara spiritual dan religi peserta jalan salib diajak menghayati penderitaan Yesus. Peserta juga diajak memandang semuanya dalam rangka spiritualitas ekologi bahwa semua yang ada di bumi ini unik, beragam, terpadu, dan saling terhubung.

Perjalanan di sepanjang Pusat Ziarah Keluarga Nazareth Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tanah Toraja selalu disuguhi aneka pohon dan stalaktit dan stalakmit di gua-gua karst. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Di dalam gua karst dengan hiasan stalaktit dan stalakmit di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazareth Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tanah Toraja ini , kita bisa merayakan Ekaristi. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Kita diajak menyelesaikan Jalan Salib Kehidupan sampai tuntas dengan setia.

Secara edukasi dan kultural peserta diajak menghargai tradisi dan nilai nilai budaya Toraja. Di jalan salib juga ada kompleks makam yang sdh ratusan tahun. Di tempat itu tiap tahun diadakan misa arwah.

Selesai Jalan Salib peserta diajak untuk refleksi dan menyimpulkan langkah langkah pertobatan ekologis yaitu membuat komitmen pertobatan ekologis secara individual. Dilakukan bersama keluarga, dan komunitas stasi atau paroki atau lembaga.

Sebagian besar komitmen adalah mendukung pangan lokal, mengurangi daging, merintis koperasi pangan, dan cara hidup ekologis mengurangi sampah dan rokok, dll.

Melakukan prosesi Jalan Salib bersama Pak Michael di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tana Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Alam indah penuh pepohonan, gua-gua karst mengisi panorama Pusat Ziarah Keluarga Kudus Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tana Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Mengagumi alam indah di Tanah Toraja untuk kemudian mencintai dan melestarikannya. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Jalan berundak-undak menuju ketinggian dan gua-gua karst di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tana Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Menjalani Retret Ekologis di alam terbuka untuk semakin sadar bahwa karena ulah manusia juga alam sekitar menjadi rusak. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Melayat ibunda Mgr. John Liku Ada’

Diantar Romo Marinus dan Pak Michael, saya sempat melayat ibunda Uskup Keuskupan Agung Makassar Mgr John Liku Ada’ yang meninggal dunia Februari 2022 dan akan diupacarakan akhir Desember 2022.

Bagi orang Toraja ibunda masih “tidur” dan hadir disemayamkan di rumah dan dalam waktu dekat akan dipindahkan ke rumah adat yg baru yg hampir selesai dibuat.

Almarhum ayah Mgr. John Liku Ada’ adalah imam terakhir dari agama asli Toraja. Mgr John Liku Ada’ adalah anak pertama dari lima bersaudara. Seluruh keluarga besar mempersiapkan upacara yang akan diadakan Desember 2022 nanti.

Di antara kawasan perbukitan dengan tekstur batu karst, ada sisa-sisa tulang-belulang dan tengkorak manusia. Pemandangan macam ini menjadi sesuatu yang amat biasa di Tanah Toraja di mana jenazah justru sering kali dimakamkan bukan di dalam lobang liang lahat melainkan di ketinggian seperti bukit. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Retret ditutup dengan retret. Homili dari ensiklik Laudato Si‘ dari Paus Fransiskus; khususnya nomor 14, 202, dan 212.

Semoga kita semua sadar dan mau berubah. Tiap perbuatan baik akan menular serta membantu kita menghayati hidup ini berharga dan bermakna.

Maka mereka yang sdh sadar dan bertobat secara ekologis pasti tidak akan berpangku tangan. Kita semua dipanggil utk merawat rumah kita bersama dengan tulus dan gembira sebagai perwujudan iman dan cinta kepada Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta.

Perayaan Ekaristi di hari kedua Retret Ekologis di Pusat Ziarah Keluarga Kudus di Tanah Toraja. (Dok. Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

Rute menuju Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tana Toraja

Rute perjalanan dari Kota Makassar menuju lokasi Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tana Toraja ini bisa ditempuh dengan dua moda transportasi.

  • Pertama, perjalanan darat dengan menggunakan bus malam berbagai kelas dan tipe.
  • Kedua, terbang selama 40 menit dengan Wings Air.

Dari Makassar, ada aneka perusahaan bus malam yang mulai berangkat pukul 20.00 WITA dari berbagai lokasi terminal atau pool bus di Makassar.

“Perjalanan menuju Tanah Toraja lumayan lama. Sepanjang malam dan baru sampai di Toraja sekitar pukul 05.00 WITA,” kata Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr menjawab Sesawi.Net.

Aneka jenis bus malam yang melayani rute Kota Makassar-Tanah Toraja pp. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Pesawat Wing Air jenis ATR yang melayani rute penerbangan Kota Makassar dan Tana Toraja pp sebanyak empat kali trip dalam sepekannya. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

“Perjalanan dari Tanah Toraja menuju Makassar juga dimulai pukul 20.00 WITA dan sampai di Makassar kurang lebih pukul 05.00 WITA dengan kisaran biaya tiket bus Rp 150-300 ribu sesuai dengan jenis bus yang akan kita pilih. Bisa kelas biasa sampai yang sleeper di mana para penumpang bisa berbaring dan tidur dalam posisi berbaring,” terang Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr dari Eco Camp Bandung.

Perjalanan dengan pesawat dilakukan hanya dengan Wings Air. Berangkat dari Kota Makassar pukul 10.00 WITA. Hanya empat kali penerbangan dalam sepekannya. “Yakni, di hari Minggu, Senin, Rabu, dan Jumat. Dulu sekali, ada penerbangan tiap hari. Dengan waktu penerbangan selama 40 menit,” jelasnya.

Paket tur all in

Opsi lainnya adalah memakai jasa tur travel.

Biaya tur paket wisata perjalanan selama tujuh hari dari Jakarta ke Makassar dan Toraja pp secara all in senilai Rp 9,5 juta; termasuk tiket pesawat pp, penginapan di hotel, perjalanan dengan bus, makan, dll.

“Dari Jakarta ke Makassar tentu saja dengan pesawat. Dari Makassar ke Toraja pp naik bus sleeper dua tingkat yang semuanya bisa tidur. Pulangnya baru terbang naik pesawat dari Toraja ke Makassar lalu ke Jakarta. Dari Makassar terbang pulang ke Jakarta,” terang Romo Ferry.

Berbagai jenis ornamen patung mengisi sepanjang jalan menuju ketinggian di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazareth Sapak Bayo-bayo di Sangalla,Tanah Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Bangunan rumah dengan tipikal arsitektur khas Tanah Toraja serta ornamen patung mengisi ruang-ruang publik di areal Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazareth Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tanah Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Bangunan dengan arsitektur khas Tanah Toraja sedang dirampungkan di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazareth Sapak Bayo-bayo di Sangalla,Tanah Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Seni ukir kayu khas Tanah Toraja dan ornamen patung ada di areal Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazareth Sapak Bayo-bayo di Sangalla, Tanah Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)
Peti jenazah ibunda Uskup Keuskupan Agung Makassar Mgr. John Liku Ada’ dan ornamen kayu dengan seni ukir khas Tana Toraja di sebuah bangunan rumah khas Toraja. (Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here