Mengolah Rasa dan Kiblat Hidup, Saat Kehilangan Arah dan Ingin Kembali ke Jalan Benar

15
1,583 views
Ilustrasi - Mengalami disorientasi. (Ist)

KISAH kegagalan kadang kali malah dimulai dari kesalahpahaman orang dalam merespon kegagalan itu.

Persepsi Joni tumbang

Ada seseorang bernama Joni -bukan nama sebenarnya- yang hidupnya lurus-lurus saja. Bagi dia, hidup itu mengasyikkan untuk dijalani. Teringat kisah waktu kecil di kampung halaman, bermain bersama teman kecil mencari ikan di kali dan sawah.

Suasana gembira begitu dirasakan, saat mendapatkan banyak ikan. Lalu mandi di sungai hingga petang. Setelah itu, pulang ke rumah dengan riang gembira.

Suasana bersama teman kecil begitu mengasyikkan, seolah-olah tidak ada kesalahan apa pun yang pernah mereka buat.

Barulah di dalam perjalanan waktu, Joni bertumbuh menjadi pemuda desa yang hidupnya ceria penuh semangat. Kebahagiaan dirasakan begitu amat kuat dan personal. Kemudian, kebahagiaan tersebut dia proyeksikan seolah-olah orang lain pun bisa merasa bahagia seperti dirinya.

Dalam satu kesempatan di forum resmi, Joni untuk pertama kali merasa dipersalahkan, dan dirundung oleh teman-teman sendiri. Hanya karena argumen yang diutarakan itu dianggap bertentangan dengan pola hidup normal; juga dianggap tidak sesuai dengan arus perubahan zaman.

Penolakan terhadap argumen yang diutarakan merupakan pukulan yang menyakitkan. Ia kecewa dengan teman sendiri. Dunia seperti berputar dan kemudian menimbulkan rasa malu di sekujur tubuhnya.

Ilustrasi: Mengalami kebingungan. (Ist)

Kisah Roy

Kisah rasa malu Joni mengingatkan penulis pada kisah Roy: “Wrong Way” Riegels.

Pada tanggal 1 Januari 1929, berlangsung pertandingan American Football di Stadion Rose Bowl mempertemukan dua tim: Golden Bears melawan Georgia Tech.

Roy Riegels, pemain center, dengan nomor punggung 11 dari tim Golden Bears, melakukan blunder setelah menghindari dorongan tim lawan, yang kemudian disebut banyak orang sebagai “wrong way”.

Disebut demikian, karena dia melakukan penyerangan pada arah terbalik, sehingga membahayakan kandang sendiri.

Roy, baru sadar ketika diingatkan, dan tentu saja sebagai pemain andal, ia merasa malu; hatinya tidak tenang, dan merasa amat bersalah.

Ketika turun minum, pelatihnya, Nibs Price tidak marah, malah ia menghibur, dan memotivasi agar Roy terus bermain hingga selesai. Pelatih mengatakan, “Roy, bangun dan kembali ke sana — permainan baru setengah selesai.”

Semangat Roy berangsur-angsur pulih, dan kemudian dia melanjutkan pertandingan hingga selesai.

Bisa kehilangan arah

Dalam realitas, siapa saja dapat kehilangan arah. Butuh kompas yang jelas, supaya kita berada pada jalur yang benar. Lantas kompas macam apa yang dibutuhkan supaya kita tidak mengalami kebingungan dan mengambil keputusan jalan yang salah?

Dalam situasi, bingung yang perlu kita lakukan adalah menenangkan diri, dan menceritakan persoalan yang kita hadapi dengan orang terdekat, atau yang dianggap bijaksana untuk dimintai pendapat.

Komunikasi dua arah, paling tidak akan mengurangi tensi atau tekanan terhadap persoalan yang dihadapi.

Roy bersyukur, berjumpa dengan pelatih yang luar biasa dan memahami keadaan yang dia alami.

Ilustrasi – Mengalami disorientasi (Freepic)

Komunikasi dua arah yang membangun dapat meneguhkan rasa percaya diri seseorang untuk bangkit.

Motivasi dan inspirasi eksternal merupakan bentuk afirmasi positif bagi orang lain yang merasa kecil hati karena salah jalan. Butuh kerendahan hati untuk mengakui kekeliruan, dan setelahnya bangkit menjadi manusia baru.

Bukan hal mudah

Mengakui kesalahan -demikian menurut Casey- bukan perkara mudah.
Ia mengatakan, “Sometimes the hardest thing is admitting you were wrong. It’s hard to say you need to be forgiven.”

Terkadang ada hal tersulit untuk dilakukan, yaitu mengakui bahwa saya bersalah, dan perlu dimaafkan. Butuh kerendahan hati untuk meminta maaf dan dimaafkan.

Menurut Jerabek (2019), kesalahan merupakan pengingat memalukan yang mengindikasikan, bahwa manusia tidak sempurna pada satu sisi. Tetapi pada sisi yang berbeda, kekeliruan dapat menjadi kesempatan untuk belajar mengenai sesuatu yang berharga.

Setiap kesalahan dan kegagalan adalah pelajaran untuk dipelajari. Melalui belajar, seseorang tidak perlu melakukan kesalahan yang berulang.

Tujuh cara

Menurut Barth (2021), ada tujuh cara dalam menghadapi kesalahan.

Pertama, tetapkan kearifan dalam diri pribadi bahwa ada toleransi terhadap kesalahan yang dibuat.

Kedua, pisahkan antara harga diri individu dari kesalahan, sehingga orang tersebut tidak perlu merasa rendah diri terhadap kekeliruan yang sudah dibuat.

Ketiga, menyadari kesalahan yang sudah dilakukan, dan minta maaf segera jika diperlukan.

Keempat, ingatlah bahwa tidak ada dua kesalahan yang sama.

Kelima, cobalah untuk mengambil waktu untuk belajar dari orang lain yang terlibat.
Keenam, maafkanlah jika diri sendiri melakukan kesalahan, bagaimana pun juga sebagai manusia tidak sempurna, tempat berbuat salah.

Demikian juga dengan cara yang sama, maafkanlah jika ada orang lain yang berbuat kesalahan, dan mempengaruhi hidupku.

Ketujuh, harus mau move on, terus bergerak mengembangkan diri menjadi lebih baik.

Ilustrasi: Selalu ada solusi (Romo Antonius Suhud SX)

Ruang belajar untuk tumbuh dan berkembang

Kembali ke dalam kisah Joni: ia tidak perlu merasa malu, jika pendapatnya disanggah atau dipersalahkan.

Mentor yang mendampingi Joni membesarkan hatinya dan menujukan bahwa kelemahan argumen bukan berarti akhir segalanya.

Sang mentor menegaskan bahwa hidup manusia tidak berlangsung lurus-lurus saja. Jalan hidup yang berliku-liku membuat kita terpacu untuk memaknai aneka peristiwa yang dilalui.
Sebagai makhluk pembelajar, manusia perlu membuat ruang untuk belajar memperbaiki diri pada saat kesalahan sudah terjadi.

Sebagai pemula, Joni masih mempunyai masa depan yang panjang untuk bertumbuh. Rasa malu perlu disembuhkan melalui kerendahan hati, keterbukaan dan kesediaan untuk memperbaiki diri.

Ilustrasi: Mencari arah baru. (Ist)

Sebagai catatan akhir, orang yang telah melakukan kesalahan mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri. Proses perbaikan diri mengandaikan adanya keterbukaan untuk mengakui kesalahan.

Pengakuan kesalahan dapat dimulai dari kesadaran bahwa manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Dengan kaca mata kerendahan hati, manusia dapat melihat diri sebagai pribadi apa adanya.

Kegagalan karena melakukan kesalahan -jika direfleksikan dengan cara yang tepat- dapat menjadi batu loncatan orang bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Semoga siapa pun yang merasa kehilangan arah, dan melakukan kesalahan dapat kembali ke jalan yang benar.

Melalui semangat kerendahan hati untuk belajar memperbaiki diri, orang dapat bertumbuh secara optimal menjadi pribadi dewasa dalam berpikir dan bertindak.

15 COMMENTS

  1. membuka diri untuk mengakui kesalahan itu membutuhkan kerendahan hati dan mau membuka diri untuk menerima bahwa sebagai manusia saya mempunyai kelemahan sehingga membutuhkan orang lain juga

  2. Memiliki semangat rendah hati dan menjadi pribadi dewasa merupakan kematangan iman dan intelektual setiap manusia, semoga bisa merealisasikan. Terima kasih Romo inspirasi nya.

    • Bagus sekali dan menginspirasi. Untuk mengakui kesalahan diri sendiri dengan kerendahan hati. Dann mau membuka diri untuk menerima bahwa sebagai manusia saya mempunyai kelemahan sehingga membutuhkan orang lain juga

  3. Luar biasa Romo Bei. kadang kadang olah rasa dilalaikan karena ego. menjadi rendah hati juga butuh latihan. mengakui kesalahan dan minta maaf butuh proses yang tidak mudah, namun menyenangkan jika sudah menemukannya. terimakasih Romo.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here