Sabtu. Hari Biasa. Pekan Biasa XXIV (P)
- 1Kor. 15:35-37.42-49
- Mzm. 56:10-14
- Luk. 8:4-15
Lectio
4 Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan: 5 “Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. 6 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air.
7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. 8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Setelah berkata demikian Yesus berseru: “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” 9 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu.
10 Lalu Ia menjawab: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti. 11 Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah.
12 Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. 13 ang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.
14 Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. 15 Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
Meditatio-Exegese
Berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan
Yesus memiliki kemampuan mengajar mengagumkan dan menggunakan kosa kata sederhana untuk menyingkapkan Kerajaan Allah. Ia menyingkapkan kebenaran yang tersembunyi dan sulit pahami melalui gambaran sederhana yang mampu dicerna oleh orang, walau tanpa mengenyam pendidikan sekali pun.
Para pendengar-Nya di Galilea, dan pendengar jaman sekarang, sangat biasa mendengar dan memahami tentang benih, tanah pertanian, hujan, matahari, garam, bunga, panen, menangkap ikan, dan sebagainya.
“Menjala ikan dan jala, aku tahu dengan baik. Yesus menerangkan bahwa keduanya erat berkaitan dengan Kerajaan Allah. Apa susahnya memahami ajaran-Nya?” kata seorang nelayan, misalnya.
Perumpamaan yang disabdakan-Nya berakar dan merasuki hati para pendengar-Nya. Masingmasing diinspirasi untuk mendengarkan getar suara alam. Akhirnya, mereka diajak untuk merenungkan serta meningkatkan kualitas hidup. Maka, Santo Lukas menulis, “Berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan.” (Luk. 8:4).
Banyak orang berbondong-bondong menemui Yesus. Mereka berasal dari pelbagai kota di Galilea, bahkan Yudea dan daerah lain, seperti Tirus dan Sidon. Pada mereka yang datang mengerumuni-Nya, Ia mengajar dengan perumpamaan ini.
Santo Markus malah menjelaskan bagaimana Yesus mengisahkan perumpamaan ini: Yesus naik ke perahu dan duduk di atasnya untuk mengajar orang-orang yang berdiri dan duduk di pantai (Mrk. 4:1).
Hendaklah ia mendengar
Santo Lukas menyajikan perumpamaan dari dunia petanian. Pada waktu itu, tidak mudah untuk mengandalkan hidup dari bercocok tanam di Palestina. Tanah berpadas dan, sedikit curah hujan, dan lebih banyak panas terik.
Di samping itu, sering kali, orang membuat jalan pintas melintasi ladang. Maka, para pejalan kaki pasti menginjak-injak tanaman (Mrk. 2:23).
Cara bertanam pun berbeda dengan jaman sekarang. Pada jaman Yesus, di Palestina, para petani begitu saja menabur benih di ladang. Mereka percaya akan daya kekuatan benih untuk tumbuh, berbunga dan berbuah. Mereka menggantungkan hidup pada kebaikan alam.
Yesus mengajak untuk merenungkan, memahami dan mencerna kebenaran warta Injil saat menutup perumpamaan dengan ungkapan (Luk. 8:8), “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”, Qui habet aures audiendi, audiat.
Yesus paham benar bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menemukan makna perumpamaan. Pengalaman hidup tiap orang, bagi-Nya, selalu menjadi sarana untuk mengenali dan menemukan kehadiran Allah dalam hidup sehari-hari. Maka tiap orang tidak boleh berkecil hati, karena Ia mau ditemui.
Perumpamaan bukan kisah yang langsung dapat dipahami maknanya. Ia menggundang pendengar untuk ambil bagian dalam kisah itu melalui perenungan. Dengan cara ini Yesus mengundang tiap pribadi untuk menemukan pesan-Nya, dimulai dari pegalaman seseorang tentang benih.
Pengalaman pribadi dan pergulatannya dengan perumpamaan selalu memicu kreativitas untuk terus ambil bagian dalam kisah-Nya.
Benih itu ialah firman Allah
Di rumah, saat tanpa gangguan dari orang banyak, para murid ingin tahu makna perumpamaan itu. Yesus menanggapi dengan kalimat yang sangat sulit dipahami, “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti.” (Luk. 8:10).
Ia tidak bermaksud menyembunyikan apa yang didengar dari Bapa-Nya. Ia tak hendak membuat orang banyak jauh dari pengenalan akan Allah dan Kerajaan Allah.
Ia tak hendak membiarkan orang dalam ketidaktahuan akan makna Kerajaan Surga. Yesus menyatakan bahwa perumpamaan digunakan untuk menyingkapkan makna Kerajaan Surga, “sesuai dengan pengertian mereka.” (Mrk. 4:33).
Suatu perumpamaan pada saat yang sama: menyingkapkan dan menyembunyikan. Perumpamaan menyingkapkan kebenaran bagi mereka yang tinggal di dalam dan menerima Yesus sebagai Mesias, Hamba Tuhan yang menderita.
Di samping itu, perumpamaan sekaligus menyembunyikan kebenaran bagi mereka yang memaksa Yesus untuk menjadi mesias palsu yang datang sebagai raja diraja. Bagi golongan ini, mereka memahami jalinan kisah perumpamaan, tetapi tidak memahami kebenaran yang hendak diwahyukan.
Sang penabur, Allah, menabur benih (Luk. 8:11). Maka, “benih itu ialah firman Allah.”, Semen est verbum Dei.
Firman Allah adalah Yesus Kristus sendiri. Kabar Suka Cita Yesus Kristus, yang menawarkan keselamatan dan hidup kekal (bdk. Yoh. 3:16), terus ditaburkan dari generasi ke generasi. Setiap manusia yang menerima benih firman Allah memiliki kebebasan untuk menerima atau menolak-Nya.
Tetapi, dari pihak Allah, Ia memiliki keyakinan, ”Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Ku-kehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” (Yes. 55:11).
Dan hati manusia yang menerima benih firman Allah digolongkan dalam tiga jenis.
Tanah yang dijadikan jalan pasti diperkeras dan dilapisi bebatuan. Benih pasti terbuang sia-sia atau mati di situ. Tanah keras ini adalah pendengar yang menutup budi dan hati terhadap sabda, sehingga Allah pun tidak mampu mengajarnya. Mungkin, pada awal ia bersemangat, tetapi seiring waktu, ia melucuti sabda itu dari budi dan hatinya.
Tanah yang ditumbuhi semak duri semula subur, tetapi kesuburan itu telah habis. Penerima tidak memiliki perhatian khusus pada sabda Allah. Perhatian utamanya tercurah pada kekhawatiran akan diri sendiri, kekayaan dan kesenangan.
Tanah yang subur adalah pendengar yang selalu mau menerima sabda dengan hati dan budi terbuka. Ia membiarkan dirinya dididik oleh sabda-Nya. Hati dan budi yang terbuka membuat Allah berkenan menajamkan telinganya untuk mendengarkan sabdaNya dan taat padaNya.
Dengan cara inilah ia mampu memberi semangat baru kepada yang letih lesu (bdk. Yes. 50:4-5), melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya dan berhasil dalam melakukan perintah-Nya (bdk Yes. 55:11).
Katekese
Iblis menenghancurkan benih di jalanan. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444.
“Benih adalah Sabda Allah. Mereka yang di jalanan adalah mereka yang telah mendengarnya. Setelah itu, iblis datang dan menyingkirkan Sabda dari hati mereka, sehingga mereka tidak percaya dan diselamatkan.
Kita tahu bahwa kerasnya tanah menyebabkan benih di jalanan lenyap. Jalan selalu keras dan tak bisa digemburkan, karena setiap hari diinjak-injak. Jalanan tidak memungkinkan benih menancapkan akar, sehingga benih itu tetap teronggok di situ dan burung akan melahapnya habis.
Mereka yang berpikiran tertutup dan membatu tidak mau menerima benih ilahi. Kebenaran ilahi dan suci tidak menemukan pintu untuk memasuki budi dan hati mereka. Mereka tidak mau menerima sabda yang membuahkan roh takut akan Allah, dan akan melipat gandakan buah keutamaan ilahi yang mulia.
Mereka telah menjadikan diri sendiri takluk dan menghamba pada roh najis, sehingga mereka tidak pernah menghasilkan buah kekudusan. Bagi mereka yang sadar, yang hatinya beku dan gersang, bukalah hati dan budimu, terimalah benih yang kudus. Jadikanlah dirimu tanah yang subur, hasilkanlah buah bagi Allah agar engkau beroleh hidup abadi.” (Commentary On Luke, Homily 41).
Oratio-Missio
Tuhan, mengimani-Mu adalah jalan kebijaksanaan, dan memandang rencana ilahi-Mu mengantarkan aku pada kebenaran. Bukalah mataku untuk mengetahui tindakan-Mu; bukalah telingaku untuk mendengarkan panggilan sabda-Mu; agar kamu mampu memahami dan melaksanakan serta hidup seturut kehendak-Mu. Amin.
- Apa yang harus aku lakukan untuk menjadi tanah yang subur bagi benih sabda-Nya?
Quod autem in bonam terram: hi sunt, qui in corde bono et optimo audientes verbum retinent et fructum afferunt in patientia – Lucam 8:15.