Selasa, 11 Oktober 2022
- Gal. 4:31b-5:6.
- Mzm. 119:41,43,44,45,47,48.
- Luk. 11:37-41.
SEMUA orang ingin hidup jujur dan terbuka sesuai gerakan hati nuraninya.
Namun banyak juga orang yang suka menyembunyikan suatu kebenaran dengan memakai kata indah dan atau kalimat terselubung, sehingga berbeda jauh dengan kenyataannya.
Perilaku pura-pura tidak otentik membawa kita semua menjadi orang yang munafik.
Berkata penuh dusta, suka berjanji lalu mengingkari, “plin-plan”. Tidak ada konsistensi antara kata dan perbuatan.
Jika mendapat kepercayaan, orang sering mudah mengkhianatinya.
Lebih parah lagi, bahwa perilaku suka “cari muka”, ini, akan disertai dengan perilaku yang sibuk menilai orang lain, tanpa peduli dengan kualitas dirinya.
Seorang dapat jatuh dalam dosa kemunafikan bila, mulutnya keluar kata-kata pedas, nalurinya iri hati, pikirannya selalu negatif.
Seorang ibu mensyeringkan kebahagiaannya karena dia terlepas dari keruwetan yang bertahun-tahun dia jalani dengan suaminya.
“Konflik dalam rumah tangga itu hal biasa, namun jika setiap hari ada konflik itu sudah tidak wajar,” katanya.
“Hal kecil saja bisa menjadi masalah yang besar, dan kata-kata suamiku bisa tajam dan menyakitkan,” ujarnya.
“Selama ini, aku memang melawan dengan perilakuku hingga membuat suamiku semakin mudah tersulut amarahnya,” lanjutnya.
“Rasanya capai, namun saya tidak mau menyerah, hingga suatu hari kami diikutkan camp rohani yang mengolah tentang hidup berumahtangga oleh pastor paroki,” sambungnya.
“Dalam camp itulah, suamiku mengalami pembaharuan jiwa, hingga sejak ikut camp tidak lagi ada kata dan sikap yang sinis dan negatif dari dia,” kisahnya.
“Yang sebelumnya sangat keras dan tajam menilai saya dan anak-anak berubah menjadi lembut dan penuh pengertian,” lanjutnya.
“Apa yang kita lakukan seharusnya mencerminkan isi hati kita. Jangan sampai kita melakukan hal-hal yang baik hanya sebagai tutup untuk menyembunyikan kejahatan yang ada di dalam diri kita,” kata suamiku suatu ketika.
“Selama bertahun-tahun saya kurang jujur atas apa yang sebenarnya saya alami, hingga banyak hal yang saya lakukan hanya sekedar menyembunyikan keresahan dan kegelisahan jiwaku,” tegasnya.
“Saya disadarkan untuk agar membuat hati bersih, dan memancarkan kebersihan hati itu dalam kasih kepada sesama,” paparnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
Tetapi Tuhan berkata kepadanya: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.
Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam?
Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”
Menurut Yesus, tampaknya saja orang Farisi suci karena memenuhi segala peraturan keagamaan Yahudi, namun ternyata melakukan banyak kejahatan dan dosa yang tidak dilihat orang lain.
Bagian dalam diri mereka bahkan penuh dengan rampasan dan kejahatan.
Rupanya Yesus melihat bahwa orang Farisi banyak yang memperoleh kekayaan dengan cara yang tidak benar.
Ibarat cawan, bagian luar mereka bersih, tetapi bagian dalamnya penuh kotoran.
Kita sering melakukan hal seperti orang-orang Farisi. Kita suka melakukan sesuatu hanya untuk mendapat pengakuan dan penghargaan baik dari orang-orang yang ada disekitar kita.
Atau kita berdoa hanya untuk dilihat orang, bukan lahir dari kesadaran yang mendalam.
Kita diajak untuk menjadi pribadi yang jujur. Artinya, hidup apa adanya tanpa harus dibuat-buat; bukan untuk mengesani orang lain.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sudah berusaha menjadi pribadi yang tulus dan jujur?
Salam sehat
Perjalanan kehidupan ini kadang menjadi lebih nyaman dengan mengatakan apa adanya, entah itu kondisi baik atau pun kurang baik. Menang tidak enak kalau mendengar hal yang kurang baik tetapi itu semua harus d sampaikan bukan di tutupi akan agar tidak terjadi hal yang lebih runyam. Menurut saya jujur itu lebih baik dari pada menyembunyikan hal yang tidak baik.