Rabu, 12 Oktober 2022
- Gal. 5:18-25.
- Mzm. 1:1-2,3,4,6.
- Luk. 11:42-46.
RELASI yang baik bisa menjadi sulit ketika ada pihak yang merasa lebih tinggi atas pihak lain.
Banyak cara yang kadang di luar harapan, dilakukan untuk meraih kekuasaan dan kendali, terutama atas orang lain.
Tidak jarang orang menjadikan kekuatan bahkan kekerasan sebagai senjata untuk membuat orang lain patuh dan tunduk padanya.
Banyak orang yang menggunakan aturan untuk menekan dan mengatur orang lain. Memberi beban yang berat hingga orang lain kesusahan untuk memenuhinya.
Seseorang bisa menjadi munafik dan bisa melakukan perilaku manipulatif demi keinginan dan kemauannya terpenuhi.
Memang tidak ada yang bisa menjamin apakah seseorang yang punya sifat culas dan negatif bisa berubah sepenuhnya atau tidak.
Namun, yang perlu kita yakini bahwa tidak menutup kemungkinan seseorang itu bisa berubah sepenuhnya.
Seorang sahabat mensyeringkan pengalamannya hidup dengan pimpinan yang cukup sulit.
“Pemimpinnya itu, sangat keras dengan anak buahnya,” ujarnya.
“Dia gampang marah dan bicara keras terhadap anak buahnya manakala anak buah melakukan kesalahan meski kecil sekalipun,” lanjutnya.
“Namun untuk dirinya sendiri, dia begitu lunak, lembut dan gampang memaafkan dan kurang konsekwen jika dibandingkan dengan sikapnya pada anak buah,” sambungnya.
“Perilakunya yang lembut dengan diri sendiri dan keras pada orang lain ini tidak senangi oleh banyak orang juga anak buahnya,” katanya.
“Dia bisa omong namun kurang bisa menjalani apa yang dia omongkan,” lanjutnya.
“Dia menutup telinga atas apa yang ingin disuarakan oleh orang lain apa lagi anak buahnya,” paparnya.
“Padahal dulu, sebelum pimpinan itu menjabat, dia baik dan tidak kelihatan punya sikap seperti itu,”ujarnya.
“Kekuasaan dan kekayaan itu bisa mengubah hati orang,” tegasnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar.
Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya.”
Kritikan paling tajam hari ini kita dengar terhadap Ahli-ahli Taurat dan orang Farisi yang mengutamakan harga diri tetapi mengabaikan kasih dan keadilan Allah.
Mereka hanya berusaha membangun pencitraan, mencari nama baik dan lain sebagainya.
Perilaku mereka begitu manipulatif dan tidak benar karena membayar persembahan, menerima penghormatan, duduk di bangku terdepan dalam rumah ibadat dan meletakkan beban berat pada orang lemah.
Semua dilakukan bukan untuk kemuliaan Allah dan keselamatan umat manusia namun demi ambisi dan gengsi pribadi.
Keadilan dan kasih Allah hendaknya menjadi nomor satu, menjadi sesuatu yang sangat diprioritaskan dalam hidup kita ini.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sudah hidup jujur dan benar dengan bertindak atas dasar kasih dan keadilan?
Pengusaha selalu membuat analisa data statistik untuk memulai bisnis nya dengan bijak agar resiko-resiko yang akan terjadi memiliki solusi yang tepat. Begitu juga dengan saya, mengusahakan kehidupan sehari-hari nya dengan berusaha untuk menjadi bijak agar orang lain bisa mengikuti, menjalani nya. Memang segala sesuatu nya tidak mudah, terlebih karena perbedaan pendapat itu yang sering menjadi penyebab ketidak nyamanan dalam berkomunikasi. Semoga Tuhan selalu mendampingi hidup saya yang selalu membutuhkan uluran tangan kasih tuhan