Pendidikan Politik Alami Penggerusan

0
1,257 views

PENDIDIKAN politik Bangsa Indonesia mengalami penggerusan sehingga perilaku politik di negeri ini kehilangan kendali dan terlepas dari dimensi etika, kata pakar pendidikan dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Musa Asy’arie.
“Hal itu menyebabkan seakan-akan segala cara halal untuk mendapatkan kekuasaan, menghujat, dan menfitnah. Bahkan membunuh pun halal untuk tujuan kekuasaan,” katanya dalam pidato ilmiah Dies Natalis Ke-62 Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Yogyakarta, Selasa.

Menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga itu, tidak ada lagi politik tinggi yang santun, cerdas, dan mencerahkan, tetapi yang ada adalah politik rendahan yang kasar, culas, dan egois.

“Akibatnya, rakyat yang menanggungnya. Mereka tetap terpuruk nasibnya tidak mendapatkan tetesan kue APBN, selain hanya diperalat dengan meluasnya logika untuk kepentingan rakyat yang kosong melompong,” katanya.

Ia mengatakan realitas kehidupan politik rendahan itu harus menjadi tantangan nyata bagi dunia pendidikan Indonesia untuk melahirkan sarjana politik atau sarjana yang mampu mengelola birokrasi kekuasaan politik yang sepenuhnya dijiwai semangat politik tinggi.

“Dengan lahirnya sarjana-sarjana politik atau politikus yang berpendidikan tinggi yang dilandasi oleh penjiwaan moralitas kemanusiaan yang kuat, politik dan kekuasaan bisa ditempatkan sebagai alat perjuangan moral, bukan tujuan kekuasaan dan kekayaan,” katanya.

Menurut dia, lembaga pendidikan adalah benteng terakhir yang tidak boleh tunduk pada kekuatan dan kekuasaan yang hanya mementingkan kepentingan pemilik modal dan kelompoknya.

Jika lembaga pendidikan sudah ikut hanyut dalam korupsi dan tidak menghargai akal sehat dan keanekaragaman, karakter bangsa akan runtuh dan peradaban bangsa akan jatuh.

Kejatuhan peradaban akan terjadi ketika demoralisasi politik kekuasaan semakin meluas dan membawa sikap masyarakat yang lebih mengejar kesenangan lahiriah, hedonis, konsumtif, dan permisif terhadap setiap bentuk penyimpangan moral.

“Hal itu menyebabkan akal bekerja di bawah kekuasaan hawa napsu kebendaan untuk mengejar kesenangan sesaat. Suasana kehidupan masyarakat semakin anomalik dan hukum pun mengikuti transaksi pasar kekuasaan duniawi,” kata Musa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here