Esti Wijayati: 60 Tahun Konsili Vatikan II, Saatnya Berani Tampil di Ruang Publik (2)

0
297 views
Esti Wijayati, anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PDIP. (Ikafite via F. rLukas Daniel Heka Kristiawan Pr)

SARASEHAN hasil-hasil Konsili Vatikan II pada kesempatan acara Peringatan 60 Tahun Konsili Vatikan II di kampus Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Sabtu 15 Oktober 2022, sejak awal memang didesain akan berlangsung dua sesi.

Sesi kedua diarahkan pada syering tentang praksis semangat Konsili Vatikan II dalam hidup keseharian. Utamanya di lingkup pekerjaan atau tugas resmi yang diemban oleh dua narasumber yang tampil di sesi kedua sarasehan ini.

Esti Wijayati, anggota DRP RI dari Fraksi PDIP, tampil menjadi narasumber di sesi kedua sarahsehan besutan Ikafite (Ikatan Alumni Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma).

Terjun ke lapangan untuk cari tahu dan mencari solusi

Dalam paparannya, Esti yang berasal dari Sleman, DIY, mengaku tidak bisa “diam” setiap kali mendengar kabar dan berita betapa kaum pemeluk agama minoritas di Indonesia selalu mengalami kesulitan dalam mendapatkan persetujuan lingkungan sekitar, memperoleh IMB.

Dan kalau pun sudah mengantongi IMB, mereka masih juga dibuat sulit untuk bisa memulai membangun tempat ibadatnya: gereja.

Karenanya, sebagai anggota DPR RI Komisi VIII, Esti Wijayati lalu tak segan-segan turun ke lapangan. Guna bisa memperjelas apa sih duduk perkaranya sehingga sampai muncul persoalan mengemuka “berbagai rintangan” sehingga proses pembangunan gereja sering mengalami kesulitan di lapangan.

Karena berbagai sebab dan persoalan di tataran masyarakat.

Jangan pernah korupsi

Esti juga mengaku sangat prihatin setiap kali tokoh pengusaha atau anggota dewan yang Katolik sampai terlibat dan tersangkut kasus-kasus korupsi.

Iki (menyangkut) ‘Yesus’ loh; dan itu yang secara tidak langsung jelas merugikan nama baik kaum beriman kepada Yesus Kristus alias Gereja,” kata Esti.

Ia menambahi, apa pun kesalahannya itu sebenarnya tak terkait dengan agama pelakunya. Namun, publik pasti akan (suka) mengait-kaitkan dengan agamanya.

Ibarat kata, orang akan berkata nyinyir: “Oh ternyata orang Katolik juga suka melakukan korupsi dan lain sebagainya.”

Esti Wijayati, anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PDIP. (Ikafite-UPPK-KAS)

Cap “Katolik radikal”

Oleh teman-teman separtainya sendiri dan karena sering terlalu volal bicara soal kesetaraan hak kaum beragama, Esti sering diwanti-wanti agar jangan berkembang menjadi seorang “Katolik radikal”.

Reminder itu dikatakan kepadanya, karena Esti memang terlalu sering dan memang sengaja melibatkan diri dengan berani “bersuara keras” terhadap praktik-praktik dan kasus intoleransi yang melanda negeri ini.

Esti sangat menyadari dirinya sering dicap sebagai “Katolik radikal”. Karena sering tanpa sungkan dan berani terjun ke lapangan untuk membantu mencari solusi atas dihambatnya proses pembangunan tempat ibadat bagi kaum agama minoritas.

“Baik itu Gereja Katolik maupun Gereja-gereja Protestan dari berbagai denominasi,” kata perempuan yang mengawali karier politiknya dari “bawah”.

Fenomena meningkat untuk ganti Pancasila

Persoalan lain yang membuat Esti prihatin adalah kecenderungan umum -dan bahkan terjadi di kalangan Generasi Millenial- yang secara terang-terangan malah sepaham akan “keyakinan umum” bahwa dasar negara Pancasila itu perlu diganti dengan platform politik lain.

Nilai plus sebagai orang Katolik

Nilai-nilai plus Katolik yang dia hayati dan dirasakan adalah ajaran cinta kasih sehingga semua orang Katolik menjadi lebih mudah untuk berbelarasa.

Katolik punya hirarki yang jelas, demikian kata Esti Wijayati. Sehingga, selanjutnya, dalam tataran ingin menyelesaikan masalah menjadi lebih gampang.

“Kita sering dalam posisi lebih mudah untuk bisa menemukan representasi komunitas Katolik itu dengan adanya hirarki. Dengan demikian, kita juga lebih mudah diterima oleh masyarakat dan komunitas berbeda agama dibandingkan, misalnya, dengan kelompok-kelompok denominasi lain,” kata Esti. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here