Jumat. Peringatan Wajib Santo Karolus Borromues, Uskup (P)
- Flp .3:17 – 4:1
- Mzm. 122:1-2.3-4a.4b-5
- Luk. 16:1-8
Lectio
1 Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. 2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau?
Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. 3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.
4 Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. 5 Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku?
6 Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. 7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum.
Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. 8 Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik.
Meditatio-Exegese
Disampaikan tuduhan: bendahara itu menghamburkan miliknya
Tuduhan pemborosan uang selalu merupakan perkara yang berat dan sulit. Tuduhan itu ditimpakan pada tokoh utama perumpamaan ini: si bendahara, οικονομον, oikonomos.
Padanya dituduhkan telah menghamburkan harta. Kata yang sama, διασκορπιζων, diakorpizon, dari kata dasar: diaskorpizo, digunakan untuk melukiskan bagaimana si bungsu menggunakan harta warisan ayahnya, “ia memboroskan harta miliknya dengan hidup berfoya-foya.” (Luk. 15:13).
Ia dipercaya mengelola harta sang tuan, tetapi ia mencederai kepercayaan itu. Ia seharusnya bekerja demi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya bagi tuannya, sama seperti yang dilakukan Yusuf di rumah Potifar (Kej. 39:1-6).
Sang tuan tidak langsung menuduh bahwa ia menyalah gunakan uangnya. Tetapi tindakan selanjutnya menunjukkan terjadinya penipuan itu.
Ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka
Sang bendahara harus mempertanggung jawabkan perhitungan harta atau pembukuan tuannya. Digunakan kata λογον, logon, dari logos: penghitungan.
Bendahara itu masih beruntung. Sang majikan masih memberi kelonggaran untuk mempertanggung jawabkan harta yang diboroskan.
Maka, karena masih memegang pembukuan, ia masih bisa melakukan tindakan legal atas nama tuannya. Pada saat inilah, sang bendahara berpikir menimbang apa yang akan terjadi padanya
Katanya dalam hati (Luk. 16: 3), “Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.”, Quid faciam, quia dominus meus aufert a me vilicationem? Fodere non valeo, mendicare erubesco.
Akhirnya, dengan cerdik ia mempersiapkan masa depannya. Ia ingin hidupnya tertap terjamin karena dipekerjakan, walau dengan upah yang lebih rendah.
Penuh keyakinan bendahara itu berkata pada diri sendiri, “Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.” (Luk. 16: 4).
Lalu, ia membuat pembukuan baru. Yang berhutang 100 tempayan minyak mendapat surat hutang baru: 50 tempayan; yang berutang 100 pikul gandum mendapat surat hutang baru: 80 pikul (Luk. 16: 5-7). Dengan cara ini, atas nama majikannya, ia bertindak murah hati, penuh pengampunan.
Tidak hanya sang majikan yang dipuji, bendahara inipun dipuji para penghutang. Ia pun dapat berharap salah satu menampungnya di rumah.
Bendahara itu dipuji atas cara menyelamatkan diri dan menjamin hidupnya di masa depan. Ia lebih cedik dari anak-anak terang, orang yang mengaku beriman, yang tidak bertindak cerdik.
Santo Ambrosius, uskup Milan abad ke 4, berkata, “Hati kaum miskin, rumah para janda, mulut anak-anak adalah tempat penyimpanan harta yang bertahan sampai kekal.” Harta yang sejati bukan apa yang disimpan, tetapi apa yang diberikan. Benar, harta milik patut dipelihara dengan penuh tanggung jawab.
Katekese
Yesus meminta kita meneladan pelayan yang tahu bertindak tepat di masa depan, bijaksana, dan kreatif. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:
“Mengapa Tuhan Yesus Kristus memaparkan perumpamaan ini pada kita? Pasti Ia tidak merestui kecurangan yang dilakukan pembantu terhadap tuannya, mencuri darinya, dan tidak membayar sepeser pun dari kantongnya sendiri.
Sebagai salah satu puncak kejahatan, ia melakukan perampokan tambahan. Ia menyebabkan tuannya mengalami kerugian lebih parah, untuk menyediakan jaring pengaman yang kuat dan senyap, setelah ia dipecat dari pekerjaannya.
Mengapa Tuhan mengisahkan kisah ini pada kita? Bukan karena pelayannya yang berbuat curang, tetapi karena ia mempersiapkan diri untuk masa depan. Bahkan ketika kecurangan dipuji karena merupakan tindakan yang cerdik, orang-orang Kristiani yang tidak melakukan tindakan cerdik dianggap bodoh.
Maksud saya, inilah yang Ia tambahkan, “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang”. Mereka melakukan kecurangan untuk menjamin keselamatan mereka di masa depan.
Namun, untuk hidup macam apa bendahara itu menyiapkan jaminan untuk dirinya sendiri dengan cara seperti itu? Hidup macam apa yang harus ditinggalkannya ketika ia tunduk pada keputusan sang tuan? Ia sedang menyiapkan jaminan untuk melindungi hidupnya sendiri yang akan segera berakhir. Akankah kamu tidak menyiapkan jaminan untuk dirimu sendiri dalam hidup abadi?” (359A.10.)
Oratio-Missio
Tuhan, tuntunlah aku untuk menggunakan segala anugerah-Mu, baik berupa waktu, uang dan segala kepunyaanku lainnya untuk membantu sesamaku berjumpa dengan-Mu. Amin.
- Apa yang perlu diperbuat agar kelak Allah akan menampung aku di rumah-Nya?
Scio quid faciam, ut, cum amotus fuero a vilicatione, recipiant me in domos suas – Lucam 16:4