DENGAN cara apa para alumni ATMI Solo bisa mengingat Romo Johann B. Casutt SJ? Disiplin tinggi tanpa kompromi menjadi kata kuncinya. Di tangan Romo J. Casutt, model pendidikan teknik yang mengedepankan akurasi, kedisiplinan tanpa kompromi menjadi motor mengapa para alumni ATMI Solo selalu mengingat almarhum sebagai sosok pendidik yang andal dalam bidangnya: industri teknik.
“Saya akhirnya kena DO dari ATMI hanya lantaran bekerja tidak disiplin saat melakukan kerja praktik,” tutur seorang alumni jeblinger mengenang sosok almarhum Romo J. Casutt SJ.
Meski tidak tamat dan lulus dari ATMI Solo, namun jejak rekam yang begitu pendek di ATMI Solo –hanya 4 semester saja–, namun toh pemuda langsing dari Muntilan ini tetap bisa meraih sukses bekerja di ladang industri teknik di sebuah perusahaan besar di Jakarta.
ATMI Solo dan Kolese Mikael di Karangasem, Solo, Jawa Tengah, ini memang ibarat dua sisi keping uang. ATMI Solo ya Romo J. Casutt yang selama berkarya puluhan tahun membangun lembaga pendidikan tinggi bidang teknik ini dibantu kolega Yesuit lainnya yakni Romo Almering SJ.
Berangkat meninggalkan Zurich di Swiss yang menjadi negeri kelahirannya tahun 1957, Johann Casutt muda datang ke tanah misi di Indonesia dengan cita-cita sederhana: menjadi imam misionaris. Kala itu, selain dari Belanda, beberapa yesuit lain dari Eropa juga datang ke Indonesia antara lain dari Jerman dan Swiss ini. Sama seperti para Yesuit misionaris lain dari Jerman yang semula diskenariokan menjadi misionaris di India, ternyata Casutt muda malah terbawa masuk ke Indonesia.
Indonesia inilah yang kemudian menjadi ‘tanahairnya’ yang kedua hingga akhir hayatnya.
Awalnya adalah Politeknik ATMI Surakarta. Lembaga pendidikan tinggi khusus bidang teknik ini resmi berdiri tahun 1968 dengan payung hukum Yayasan Karya Bakti Surakarta. ATMI tak lain adalah singkatan dari Akademi Teknik Mesin Industri.
Di tahun-tahun pertama, Yayasan Karya Bakti Surakarta ini dipimpin oleh Romo Gerard Chetelat SJ. Yayasan ini mendapat dukungan penuh dari Romo FA Plattner SJ, pimpinan Yayasan Franz-Xaver di Swiss. Dari yayasan di Swiss dan pemerintah Swiss ini pula, ATMI Surakarta mendapatkan banyak dukungan berupa kiriman mesin-mesin perkakas untuk kepentingan praktikum.
Meski casingnya 100 persen bule asal Swiss, namun Romo Johann B. Casutt mencintai Indonesia 200 persen. Kontribusinya dalam bidang pendidikan dan pembentukan tenaga-tenaga andal di bidang teknik dan mesin sungguh nyata di Indonesia. “Menjadi guru adalah keinginan saya dan saya ingin tinggal di Indonesia sampai akhir hayat,” katanya sekali waktu dalam sebuah wawancara.
Jejak rekamnya di bidang pembangunan industri teknik sangat panjang seiring umurnya yang juga telah panjang mencapai akhir hidup. Nyaris tidak ada barang produksi industri teknik yang tidak kena sentuhan ATMI Surakarta.
Lihatlah dispenser di rumah-rumah kita. Konon, “arsitek” benda serba praktik ini adalah hasil engineering dari dapur laboratorium ATMI Surakarta dan tak lain adalah Romo J. Casutt bersama Romo Almering SJ yang punya latar belakang insinyur mesin.
Juga bed-bed di rumah-rumah sakit. Kereta dorong pengangkut barang-barang berat adalah karya-karya ATMI Surakarta. (Bersambung).
Photo credit: Alm. Romo J. Casutt dalam sketsa coretan Romo Mardi Widayat SJ di Kamboja.
Artikel terkait:
-
Sabtu-Minggu-Senin: Rangkaian Misa Requiem untuk Alm. Romo Johan Casutt SJ di ATMI Solo
-
Mengenal Petilisan Romo J. Casutt SJ: ATMI Surakarta
-
RIP: Romo J. Casutt SJ, Pendiri ATMI Solo