TEPAT setahun, pada hari Minggu dini hari, 4 Desember 2022, Gunung Semeru di wilayah Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang di Jawa Timur kembali memuntahkan Awan Panas Guguran (APG).
Awan Panas Guguran tersebut meluncur sejauh 7 kilometer sejak pukul 02.46 WIB dengan tinggi kolom erupsi mencapai 1.500 meter di atas puncak.
Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter di permukaan laut (mpdl) itu saat ini sudah dinaikkan statusnya menjadi Awas (Level 4).
Sebelumnya, gunung tersebut berstatus Level III (Siaga) sejak 16 Desember 2021.
Selain berpotensi terjadi awan panas, potensi terjadinya aliran lahar juga masih tinggi mengingat curah hujan yang cukup tinggi di Gunung Semeru. Kondisi ini membuat sebagian kota di Jawa Timur berpotensi dilanda hujan abu vulkanik.
Beberapa titik pengungsian pun disiapkan melalui koordinasi dari BPBD Provinsi Jawa Timur, untuk menampung warga terdampak yang lokasi rumahnya terdampak.
Gelendang Semeru
FX Tri Wahyu Krisdianto, Koordinator Program Tim Solidaritas Kemanusiaan Keuskupan Malang (TSKKM) saat dihubungi menyampaikan bahwa para warga dampingan TSKMM bersama Caritas Indonesia dalam kondisi aman.
“Tim Gelendang Semeru berkoordinasi membantu warga untuk melakukan evakuasi dan warga sadar akan ancaman bencana yang dihadapi,” kata Frans, demikian ia biasa dipanggil.
“Tim Reaksi Cepat Pronojiwo (TRC Pro) yang dibentuk pun langsung berkoordinasi di tingkat kecamatan,” tambahnya.
Pada hari yang sama, Frans menghubungi Ketua Gelendang Semeru, Supodo untuk memastikan kondisi para warga di Kamar A, Dusun Sumbersari.
Gelendang Semeru adalah Komunitas Siaga Bencana yang dibentuk di Dusun Sumbersari Kamar A, Desa Supiturang. Komunitas ini mendapatkan pendampingan dari TSKKM bersama dengan Caritas Indonesia dan dilengkapi dengan beberapa perlengkapan, seperti Tas Siaga Bencana dan radio komunikasi (HT).
Tas Siaga Bencana tersebut juga sudah dibagikan kepada 200 KK di wilayah tersebut.
“Guguran sudah mulai terpantau sejak pukul 02 pagi pada Sabtu malam, Mas dan warga pun mulai siaga,” kata Supodo saat dihubungi Frans melalui telepon.
“Lalu terus beruntun keluar sampai pagi hingga guguran yang besar pada pukul 9 pagi,” tambahnya.
“Saya pukul 20.00 masih ke tempat kakak saya di Oro-oro Ombo, tapi begitu guguran yang pukul 21.00, ya ikut warga yang lain pergi ke tempat aman,” kata isteri Supodo yang saat itu ikut dalam pembicaraan.
APG ke arah utara
Menurut Supodo, arah luncuran APG kali ini berbeda; tidak ke arah Curah Kobokan namun ke arah utaranya.
“Luncuran ke arah Kajarkuning, jadi nggak masuk ke arah Curah Kobokan,” jelas Supodo.
“Secara umum kondisi di Desa Supiturang aman. Namun untuk menjaga segala kemungkinan, warga dikoordinasi untuk mengungsi sementara,” tambahnya.
Fulgensius Mugi Santoso, salah satu staf TSSKM menjelaskan bahwa warga mengungsi ke Balai Desa Oro-oro Ombo, SDN 4 Supit Urang, SMP Negeri 2 Pronojiwo.
“Untuk yang berlokasi di di Desa Sumber Urib, warga mengungsi ke Balai Desa Sumber urib, juga ke masjid-masjid,” kata Mugi.
“Sebagian mengungsi ke rumah saudara mereka yang ada di sekitaran kecamatan Pronojiwo,” tambahnya.
“Tim dari Gelendang Semeru masih ada yang tetap tinggal untuk menjaga desa. Pos-pos pantau yang kita bangun sebelumnya, dimanfaatkan untuk berjaga memantau kondisi dan situai,” Mugi menyampaikan.
“Selain itu, saat mengungsi, warga pun tidak lupa dengan Tas Siaga yang kita berikan waktu lalu. Senang melihat warga dampingan dapat merasakan manfaat pendampingan kita,” ujar Mugi.
Pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing
Gunawan, Ketua RT 14 Kamar A, Dusun Sumbersari yang juga dapat dihubungi menyampaikan bahwa saat kejadian APG, listrik sempat padam, namun saat ini listrik sudah kembali menyala.
Sebagian besar warga pun sudah kembali ke rumah masing-masing.
“Karena sudah sejak tengah malam terjadi guguran, Tim Gelendang Semeru siaga dan berkoordinasi melalui radio komunikasi yang diberikan TSKKM waktu lalu,” kata Gunawan.
“Jadi saat kejadian yang pukul 21.00, desa sudah kosong, warga sudah mengungsi berkat pemantauan dan koordinasi yang baik bersama Gelendang Semeru,” ujar Gunawan.
Di awal-awal, warga sudah berkumpul di titik kumpul di rumah saya, kemudian Ketika situasi dirasa semakin tidak aman, warga pun bersama-sama menuju ke titik-titk pengungsian,” tambahnya.
“Semoga kesiapsiagaan yang terbangun melalui pendampingan TSKKM ini bisa menjadi contoh di wilayah sekitarnya,” Frans menimpali.
“Radio komunikasi tersebut juga tersambung dengan jalur komunikasi dengan BPBD di frekuensi radio 161 dan 152. Saat ini Tim Gelendang Semeru terus melakukan pemantauan situasi di pos-pos pantau,” pungkas Gunawan. (mdk)