Sabtu, 10 Desember 2022
- Sir. 48:1-4,9-11.
- Mzm. 80:2ac,3b,15-16,18-19;
- Mat. 17:10-13.
PERUBAHAN sering kali membuat orang hidup tidak nyaman.
Dampak dari perubahan itu kadang memaksa orang harus mengubah mental, cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak.
Seruan kenabian Elia dan Yohanes Pembaptis membuat gusar para pendengarnya. Kenyamanan lama diubah menjadi hidup baru sesuai firman Allah.
Tanpa niat mau berubah, orang akan berhadapan kenyataan yang menggilasnya dan kemudian ditinggalkannya.
Kita perlu membangun sikap hidup dalam semangat pembaruan. Hanya dengan sikap seperti itu kita bisa menjadi nabi zaman ini dengan terus membarui diri.
“Banyak orang menjalani aktivitas menggereja tanpa kesadaran penuh,” kata seorang bapak.
“Tidak sedikit orang yang hanya ikut arus,” lanjutnya.
“Mereka bergerak dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain tanpa passion, tanpa greget karena menganggap semuanya terjadi seperti biasa,” paparnya.
“Untuk sesuatu yang sekadar diikuti itu, mereka bisa meninggalkan tugas utama dalam keluarga,” ujarnya.
“Akibatnya anak-anak bahkan suami atau isteri merasa terbaikan, merasa ditinggalkan,” lanjutnya.
“Kegiatan dan aneka kesibukan menjadi tempat untuk melarikan diri dari kepenatan dan kekosongan batin di tengah-tengah kelaurga,” urainya.
“Maka lebih baik mereka kembali ke komunitas, ke keluarga membangun kasih dan penghargaan satu sama lain, daripada meninggalkan rumah di saat yang tinggal di rumah itu sungguh membutuhkan kehadirannya,” tegas bapak itu.
“Sesuatu yang tidak mudah, jika harus mengingatkan dan menyuarakan kebenaran untuk orang-orang yang merasa dekat dengan Tuhan. Apalagi jika mereka itu menjadi aktivis Gereja,” ujarnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
Jawab Yesus: “Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka.”
Elia adalah seorang nabi besar yang diutus Allah untuk menubuatkan kedatangan Penyelamat.
Peran Elia inilah yang diwujudkan oleh Yohanes Pembaptis.
Baik Elia maupun Yohanes Pembaptis berhadapan dengan kekerasan hati umat yang menolak bertobat.
Karena kebebalan hati orang zaman itu, bahkan kehadiran Yohanes Pembaptis saja tidak mereka kenali.
Kekerasaan hati manusia sering kali terjadi karena manusia sudah merasa nyaman dan terikat oleh kenikmatan-kenikmatan duniawi sehingga enggan meninggalkan zona nyaman itu.
Kelekatan pada dosa bahkan bisa membutakan atau membuat tuli sehingga seruan-seruan pertobatan tidak didengar atau dianggap tidak ada.
Musuh terbesar pertobatan ialah sikap apatis, yaitu sikap tidak peduli.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau membuka hati dan bertobat?