Lectio Divina 1 Januari 2023 – Ibu yang Miskin Membawa Bayi yang Papa

0
463 views
Gembala menjumpai Maria, Yusuf dan Anak mereka, by Vatican News

Minggu. Oktaf Natal. Hari Raya Santa Maria Bunda Allah (P) 

  • Bil 6:22-27
  • Mzm 67:2-3.5.6.8
  • Gal 4:4-7
  • Luk 2:16-21

Lectio

16 Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. 17 Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu.

18 Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. 19 Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.

20 Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. 21 Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.

Meditatio-Exegese

Gembala cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu

Pada kaum miskin berita kelahiran Sang Juru Selamat pertama kali disampaikan (Luk. 2:10-12). Para gembala dipandang sebagai orang yang miskin, najis dan disingkirkan dari masyarakat. Tanpa kenal waktu mereka makan, minum, dan hidup bersama dengan kawanan domba. Bahkan, sering mereka dianggap sebagai kawanan pencuri dan penipu dalam transaksi kain dan daging.   

Warta ini bermakna bahwa Allah berkenan kepada mereka yang tidak memiliki hak istimewa dalam tata pergaulan manusia. Mereka hanya mengandalkan Allah saja sebagai Pembela mereka (bdk. Luk. 4:18-19; Yes. 61:1-2).  Tidak pernah mereka dimuliakan oleh manusia, maka sekaranglah mereka dimuliakan Allah untuk menjenguk Sang Penyelamat.

Para gembala menanggapi warta malaikat tanpa keraguan. Mereka berangkat cepat-cepat, tanpa penundaan untuk menjumpai Keluarga Kudus, Maria, Yusuf dan Sang Bayi.

Mereka berjumpa dengan keluarga miskin seperti hidup mereka. Tanda-tanda kemiskinan sama seperti yang diwartakan : seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan (Luk. 2:12).

Mereka berjumpa dengan Wajah Allah, Bapa yang berbelas kasih, adalah Yesus Kristus , Misericordiae vultus Patris est Christus Iesus (Paus Frasiskus, Bulla Misericoediae Vultus, 1). Yesus Kristus tidak mengambil jarak dengan yang miskin, karena Ia juga miskin.

Tentang Yesus, yang miskin, Paus Benediktus XVI menulis, “Allah memilih kemiskinan. Ia memilih untuk dilahirkan dalam kemiskinan dan mati dalam kemiskinan.

Santo Alphonsus Maria Ligouri menjelaskan dalam Kidung Natal yang bergema di seluruh Italia, “Engkau, Pencipta dunia, tidak memiliki sehelai pun baju, tanpa api penghangat, ya, Tuhanku.

Bayi ilahi terkasih, betapa aku menyukai kemiskinan ini, karena demi kasih-Mu, Engkau membuat diri-Mu tetap miskin”.

Inilah jawaban itu: kasih-Nya untuk kita mendorong Yesus tidak hanya menjadikan diri-Nya manusia, tetapi juga menjadikan diri-Nya miskin.

Santo Paulus secara lebih tegas dan menulis dalam Surat Kedua Kepada Jemaat di Korintus, “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya”.

Santo Fransiskus Assisi merupakan saksi hidup atas kemiskinan yang dipilih demi kasih. Karisma Santo Fransiskus, dalam sejarah Gereja dan peradaban Kristiani, membentuk pola hidup miskin Injili yang tersebar ke seluruh penjuru dunia dan mendorong setiap orang untuk melakukan apa yang baik bagi Gereja dan keluarga manusia.

Kembali direnungkan simpulan yang dipetik Santo Paulus atas Yesus Kristus: yang paling penting untuk direfleksikan hari ini adalah apa yang mengilhami Rasul Agung itu ketika mendorong jemaat di Korintus untuk bertindak murah hati dalam mengumpulkan derma bagi kaum miskin.

Ia mejelaskan, “Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan.Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka.” (2Kor. 8:13-14)” (Homili, Basilika Santo Petrus. Kamis, 1 Januari 2009).

Dalam perjumpaan dengan keluarga itu, mereka mengerti dan tahu bahwa warta para malaikat benar. Kata Yunani yang digunakan: διεγνωρισαν, diegnorisan, bermakna: mengungkapkan, menyingkapkan, memberitahu, menceritakan.

Mereka pasti bercerita tentang malaikat Allah yang menampakkan diri, pesannya untuk menjumpai Keluarga Kudus, dan bala tentara surga yang memuliakan Allah di tengah padang rumput (Luk. 2:9-15).

Yusuf pasti berkisah tentang malaikat yang menjumpainya dalam mimpi, keputusan dan tindakannya (Mat. 1:20-24). Kisah-kisah ini pasti memperkokoh iman bahwa Allah yang diimani adalah Allah yang benar dan dapat diandalkan.

Sebaliknya, Ibu Maria tidak bercerita. Ia mencatat seluruh karya Allah yang dialami bersama dan menyimpannya dalam hati. Ia merenungkan kisah iman. Ia menempatkan seluruh kisah dalam terang Sabda Allah agar mampu memahami dan memaknai untuk hidupnya. 

Di awal hidup Anaknya, ia membedung dengan kain lampin. Di akhir hidup-Nya, di kemudian hari, Ibu Maria juga membungkus Anaknya dengan kain kafan (Yoh. 19:25-42).

Sang Ibu membawa Anak Allah ke dunia dan menghantarkan-Nya menuju kemenangan mulia: bangkit dari maut untuk mengalahkan musuh lama, setan dan kematian kekal. 

Kembalilah gembala itu, memuji dan memuliakan Allah  

Perjumpaan dengan Keluarga Kudus, khususnya Bayi Yesus dibawa kembali dalam medan perjuangan hidup sehari-hari. Para gembala kembali ke kehidupan mereka sehari-hari, tinggal bersama dengan domba gembalaan seperti biasa.

Peristiwa keselamatan yang dialami dibawa masuk dalam peristiwa hidup dan perjumpaan dengan sesama dalam hidup sehari-hari. Melalui cara ini, warta dan pengalaman keselamatan ditularkan dari orang ke orang, dari daerah ke daerah, dan dari masa ke masa. Pewartaan dan kesaksian selalu bertujuan tunggal: memuji dan memuliakan Allah.

Ia diberi nama Yesus

Menurut hukum Taurat, setiap anak dari bangsa Israel harus disunat pada usia 8 hari. Sunat menjadi tanda bahwa ia terikat dalam perjanjian antara Allah dengan Abraham (bdk. Kej. 17:10-12). Santo Lukas tidak secara tegas menulis: Yesus disunat. Tetapi ia menyimpulkannya demikian, karena mengikuti hukum yang berlaku saat itu dan hukum sunat.

Terlebih, selain melalui proses kelahiran seperti layaknya manusia, Ia menundukkan diri-Nya dan taat pada tata hidup yang berlaku di lingkungan bangsa-Nya. 

Tuhan kita dengan suka rela menundukkan diri pada upacara sunat yang menyakitkan. Walaupun, tidak ada keharusan untuk mengikutinya, karena Ia adalah Sang Pengadil.

Terlebih, Ia, yang tanpa dosa, rela memasuki kedosaan manusia, yang dilambangkan dengan sunat. Ia melakukan itu semua sebagai contoh tentang ketaatan. Kelak, pada saatnya, Ia pun rela mati di kayu salib dalam derita tak terperikan. Dengan cara ini pula Ia menepis seluruh tuduhan dari sementara kalangan kaum Yahudi yang menolakNya. 

Santo Paulus menulis, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat” (Gal. 4:4-5).

Sama seperti Yohanes, Yesus disunat oleh imam atau kaum Lewi, bukan oleh Yusuf, bapakNya (bdk. Luk 1:59). Melalui para imam setiap anak bangsa Israel diberkati dan dilindungi Allah (bdk. Bil. 6:22-27).

Selain sunat, pemberian nama juga berperan dalam menentukan identitas seorang pribadi. Bapak Yusuf dan Ibu Maria memberi nama Yesus,  seperti pesan malaikat Allah sebelum Ia dikandung Ibu Maria  (Luk.  1:31, Mat. 1:21). Nama ini menunjukkan identitas Yesus dan tugas perutusan-Nya.

Anak Maria mendapatkan dua nama : Yesus dan Imanuel. Iησους, Iesous adalah kata Yunani dari kata Ibrani Yosua/Yehosua, Yahwe/Tuhan menyelamatkan, karena “Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21); Eμμανουηλ, Emmanouel, Allah menyertai kita.

Pada saat pembebasan dari perbudakan Mesir, Allah turun dari surga (Kel. 3:8) dan bersabda pada Musa (Kel. 3:12; Yes. 7:14), “Aku akan menyertai engkau”, Ego ero tecum, mulai saat itulah Allah tidak pernah meninggalkan manusia. 

Yesus juga mendapat gelar Kristus, padanan kata Yunani untuk ungkapan Ibrani,  Messias. Sehingga nama lengkapNya adalah Yesus Kristus Imanuel.

Anak Ibu Maria lahir sungguh Allah dan sungguh manusia. Santo Yohanes menulis (Yoh. 1:1), “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”,In principio erat Verbum, et Verbum erat apud Deum, et Deus erat Verbum.

Selanjutnya, Santo Yohanes menyingkapkan (Yoh. 1:14), “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”, Et Verbum caro factum est et habitavit in nobis.

Inilah alasan sejak semula Gereja mengakui Ibu Maria sebagai Bunda Kristus dan Bunda Allah. Gereja Katolik mengajarkan, “Dalam Injil-injil, Maria dinamakan “Bunda Yesus” (Yoh. 2:1; 19:25). Oleh dorongan Roh Kudus, maka sebelum kelahiran Puteranya ia sudah dihormati sebagai “ibu Tuhanku” (Luk. 1:43).

la, yang dikandungnya melalui Roh Kudus sebagai manusia dan yang dengan sesungguhnya telah menjadi Puteranya menurut daging, sungguh benar Putera Bapa yang abadi, Pribadi kedua Tritunggal Mahakudus. Gereja mengakui bahwa Maria dengan sesungguhnya Bunda Allah, (Theotokos, Yang melahirkan Allah).” (Katekismus Gereja Katolik, 495).

Katekese

Kami mengakui Sang Perawan Tersuci menjadi Bunda Allah, Konsili Efesus, 431.

“Maka, kita mengimani Tuhan kita Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal, sungguh Allah dan sungguh manusia, dengan jiwa dan tubuh. Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, sehakekat dengan Bapa sejak semula, tetap sama hingga hari akhir, bagi kami dan bagi keselamatan kami.

Ia dilahirkan oleh Perawan Maria  sesuai dengan kodrat manusiawi-Nya, satu dan sehakekat dengan Bapa, tinggal dengan kita manusia, dalam diri-Nya bersatu dua kodrat. Maka kita mengakui satu Kristus, satu Putera, satu Tuhan.

Berdasarkan pemahaman tentang persatuan yang tak terpisahkan ini, kami mengakui Sang Perawan Tersuci menjadi Bunda Allah, karena Allah, Sang Sabda menjelma dan menjadi manusia. Dan sejak dari saat Ia dikandung, Ia menyatukan diriNya dengan dengan Sang Bunda yang menjadi kediaman-Nya.” (Formula of Union, tahun 431)

Oratio-Missio

Tuhan, aku memuliakan nama-Mu melebihi nama-nama lain. Karena di dalam diri-Mu aku diampuni, dilimpahi belas kasih, rahmat dan kemenangan atas dosa dan maut. Engkau sendiri merendahkan diri demi aku dan demi seluruh pendosa dengan ambil bagian dalam kemanusiaan kami dan dengan cara mati di kayu salib. Bantulah aku untuk selalu memuji dan memuliakan nama-Mu sepanjang hidupku. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk terus menyertai perjalanan hidup Anak Ibu Maria dan Bapak Yusuf?

vocatum est nomen eius Iesus, quod vocatum est ab angelo – Lucam 2:21

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here