Ulangan 859: “Bagi orang benar, Tuhan bercahaya laksana lampu di dalam gulita.”
Ortu (orangtua) dalam pendidikan selalu menjadi guru pertama bagi anak dalam keluarga. Ortu merupakan katekis pertama bagi anak dalam keluarga.
Pendidikan secara umum maupun pendidikan iman dapat dijalankan melalui proses pembiasaan dan pendampingan. Anak dapat memiliki sikap hidup dan memiliki iman yang bertumbuh jika ortu bertindak “menjadi terang” sebagai penuntun jalan bagi anak.
Menata sepatu
Potret ini diambil dari kegiatan Pendampingan Iman Anak (PIA) Gereja Santo Paulus Paroki Kleca Surakarta.
Diawali dengan menata sepatu yang dilepas di depan pintu Ruang La Sallete, anak-anak mulai dibiasakan memiliki sikap tertib, rapi dan tertata. Potret ini menyiratkan terang pembiasaan hidup tertib bagi anak, meskipun dari pintu kesederhanaan pembiasaan.
Setelah memberi pendampingan penerimaan babtis bayi (anak) orangtua menata jalan terang iman anak; dengan mengikutsertakan anak mereka bisa mengikuti kegiatan pendampingan iman.
Orangtua sebagai katekis
Konteks pendampingan iman, para orangtua merupakan pelaku-pelaku aktif katekese. Bagi para orangtua Kristiani, misi edukatif berakar dalam partisipasi mereka di dalam karya penciptaan Allah, memiliki sumber yang baru dan khusus di dalam Sakramen Perkawinan, yang membaktikan mereka untuk pendidikan yang sungguh Kristiani bagi anak-anak.
Para orangtua yang beriman, dengan contoh hidup sehari-hari, memiliki kemampuan yang lebih menarik; meneruskan keindahan iman Kristiani kepada anak-anak mereka. (Petunjuk untuk Katekese, Komisi Kateketik, Departemen Dokumentasi dan Penerangan, KWI, 2020, hal. 94)
Bersama dengan pendamping iman anak, orangtua menjadi jalan terang bagi anak; dengan mengikutkan Sekolah Minggu sebagai lokasi di mana formatio iman dipraktikkan dan dikembangkan.
Terang yang menuntun anak
Orangtua menjadi terang penuntun bagi anak. Terjadi demikian, ketika orangtua mengajak anak ke gereja untuk mengikuti Sekolah Minggu.
Bersama dengan anak-anak lain, seorang anak memperoleh kesempatan meretas kebiasaan-kebiasaan hidup baik meskipun sederhana.
Taruhlah itu kebiasaan cium tangan pada kakak-kakak pendamping dan orangtua, menata sepatu, mengucapkan sapaan “Selamat pagi, berkah Dalem”, mengenal sikap doa, belajar menyanyi lagu-lagu rohani yang riang gembira, belajar mendengar kutipan sabda yang dibacakan pendamping PIA, berbaris bersama teman-temannya, dituntun atau digendong orangtua.
Orangtua menjadi terang yang menuntun anak menerima berkat di dahi saat komuni misa.
Kesederhanaan terang yang ditangkap orangtua yang menerangi jalan bagi pertumbuhan iman anak kini mewujud.
Menjadi garam dan terang. Cahaya terang itu masuk dalam diri orang-orang yang “benar”, karena Tuhan bercahaya.