Gotong Royong

0
188 views
Ilustrasi: Ibu-ibu pun turut ambil bagian menyekop pasir & membuat campuran/ Foto : Romo Bowe

Puncta 11.02.23
Hari Orang Sakit Sedunia
Markus 8: 1-10

DALAM banyak peristiwa musibah, kita bisa melihat ciri dasar manusia yang sesungguhnya. Setiap manusia punya keinginan kuat untuk mengasihi sesamanya, terutama mereka yang sedang mengalami derita.

Rasa belas kasihan akan muncul dengan sendirinya jika melihat orang lain mengalami kesusahan, penderitaan dan kesulitan.

Peristiwa-peristiwa bencana di sekitar kita telah mengajari bagaimana belaskasihan dengan cepat menjelma menjadi tindakan saling tolong menolong.

Ada bencana gempa, erupsi gunung berapi, banjir bandang, tsunami dan peristiwa lain di sekitar kita. Pada saat itu juga muncul gerakan solidaritas yang bersumber pada semangat gotong royong.

Waktu terjadi gempa di Jogja, dengan serta merta rakyat langsung bergotong royong. Ada berbagai macam gerakan untuk membantu, mulai dari gerakan nasi bungkus, gotong royong membantu tenaga bersih-bersih rumah, sampai membangun shelter.

Ibu-ibu di lingkungan membuat gerakan nasi bungkus. Mereka mengumpulkan aneka bahan makanan, sayuran dan lauk seadanya dari umat.

Bahan itu dikumpulkan, dimasak dan kemudian dibagikan kepada mereka yang tidak mampu.

Waktu gempa dulu, kami mengirim nasi bungkus dari Klepu sampai ke Gayamharjo, Manisrenggo, Kalasan, Ganjuran dan daerah-daerah terdampak.

Ibu-ibu lingkungan setiap hari tidak kurang dari 300 bungkus nasi dibagikan. Keikhlasan yang kecil tetapi disatukan menjadi berkat yang melimpah.

Pandemi Covid-19 kemarin juga menumbuhkan belarasa yang besar dalam gerakan gotong royong. Itulah naluri dasar setiap manusia yakni saling mengasihi, membantu dan berbagi kepada orang yang sedang menderita.

Melihat orang banyak yang kelaparan dan kelelahan, Yesus tergerak oleh belas kasihan. Mereka sudah tiga hari mengikuti-Nya. Kalau mereka disuruh pulang, pastilah mereka rebah di jalan. Ini bukan solusi yang baik dan tepat.

Yesus mengajak para murid untuk memikirkan kondisi mereka. Tetapi mereka balik bertanya dan tidak memberikan jalan keluar.

“Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?”

Kadang kita ingin lepas tangan dan lari dari masalah. Namun Yesus menghendaki supaya para murid bisa memecahkan masalah.

Paling tidak, bisa mengusulkan ide atau turut menyumbangkan tenaganya. Yang penting ikut terlibat, jangan hanya diam saja.

Lalu Yesus meminta apa yang mereka punya. Mereka mempunyai tujuh roti. Dan roti itu dipersembahkan kepada Yesus.

Dia mengambil roti, mengucap syukur lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan kepada orang banyak. Terjadilah mukjizat Ekaristi.

Hidup ekaristis adalah hidup yang dipersembahkan, disyukuri dan dibagi-bagikan.

Ekaristi adalah lambang semangat gotong royong. Ketika hidup kita dibagikan, ia tidak berkurang tetapi malah berkelimpahan.

Sebagaimana tujuh roti itu dibagikan dan masih ada sisa tujuh bakul lebihnya.

Siapkah kita berbagi kehidupan?

Pasti anda punya banyak pengalaman, ketika mau berbagi hidup, kita mengalami kelimpahan, bukan kekurangan. Benar?

Di Turki lagi terjadi bencana gempa,
Tundukkan kepala untuk ikut berdoa.
Gotong royong jiwa setiap manusia,
Dengan berbagi hidup jadi bermakna.

Cawas, mari bergotong royong…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here