Sr. Jeanne d’Arc HK (63): Kongregasi Suster Hati Kudus Bukan Sangkar Burung, Hidup Layaknya Perempuan Buruh (1)

0
311 views
Sr. Jeanne d'Arc HK, satu-satunya suster HK berdarah Dayak. Selama 10 tahun lebih, menjalani hidup layaknya perempuan buruh pabrik. (Titch TV/Mathias Hariyadi)

KALAU harus mengingat pengalaman masa silam, maka petuah nylekit dari orangtua sendiri pasti akan selalu diingat terus-menerus oleh Sr. Jeanne d’Arc HK.

Bukan sangkar burung

“Susteran itu bukan seperti sangkar burung,” kata Sr. Jeanne d’Arch HK menjawab Ping dari Titch TV yang menemuinya di Griya Kasepuhan Panti Wreda Griya Nugraha (PWGN), Tanjungkarang, Lampung, akhir Maret 2023.

Teguran sekaligus nasihat itu dimaknai betul oleh Sr. Jeanne d’Arc HK sebagai ungkapan kasih sayang orangtua kepada dirinya.

“Kalau serius mau jadi suster biarawati Hati Kudus, jangan kau perlakukan susteran itu seperti sangkar burung,” kenangnya akan peristiwa puluhan tahun silam.

“Sekali masuk, ya masuklah. Jangan kemudian lalu pilih keluar seperti masuk sangkar burung. Masuk lalu keluar lagi, ketika pintu sangkar lupa ditutup,” begitu kurang lebih filosofi di balik ungkapan kasih tersebut.

Tentangan keras dari kakek-nenek di Darit, Kalbar

Sr. Jeanne d’Arc HK tentu menyadari betul, betapa ungkapan tersebut mengandung kisah sejarah penting hidupnya.

“Soalnya, kakek-nenek saya menentang keras keinginan saya masuk biara,” tutur Sr. Jeanne d’Arc HK – satu-satunya suster berdarah Dayak di Kongregasi Suster HK yang punya nama asli Rosalina pemberian kedua orangtuanya.

Saat itu, katanya, kedua kakek-nenek dan orangtuanya belum Katolik. Maka dari itu, tradisi adat Dayak masih sangat kental mereka hayati. Apalagi di Darit -kota kecil di Provinsi Kalbar- saat itu masih kuat dengan alam pikir budaya dan tradisi lokal.

“Menjadi perempuan itu kodratnya ya harus menikah. Itu sudah ada lelaki untukmu,” begitu omongan kakek-neneknya kepada Sr. Jeanne d’Arc HK saat dia masih remaja ingin masuk suster.

Ketika ia sampaikan gagasan bahwa anak-anak adik dan kakaknya bisa “menggantikan” anaknya -seandainya dia sampai menikah- maka tentu saja tidak ada halangan bagi Sr. Jeanne d’Arc HK masuk biara.

“Tidak… tidak… Kami ingin melihat anakmu,” begitu komentar kakek-neneknya.

Karena halangan keluarga ini, Sr. Jeanne d’Arc HK boleh dibilang masuk biara kategori “panggilan terlambat”.

Sr. Jeanne d’Arc HK merupakan satu-satunya suster biarawati berdarah Dayak di Kongregasi Suster HK. Karena serius menghayati spiritualitas hati Yesus yang berbelas kasih, maka ia mampu hidup sangat sederhana layaknya kaum perempuan buruh lepas di pabrik selama berkarya lebih dari 10 tahun utusan Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Jakarta untuk misi pendampingan buruh di Tangerang, Serang, Bekasi. (Titch TV/Mathias Hariyadi)

Ia baru bisa bergabung masuk Kongregasi Suster HK di Palembang saat dia sudah berumur 25 tahun.

“Terjadi demikian, ketika kakek-nenek sudah meninggal dunia 2-3 tahun sebelumnya. Karena tak mungkin saya sebagai puteri Dayak menentang perintah tetua,” tutur Sr. Rosalina HK.

Hidup sederhana

Motivasi hidupnya masuk biara dan menjadi suster, kenang Sr. Jeanne d’Arc HK, sebenarnya dipicu oleh hal-hal sangat sederhana.

Ia kagum melihat cara hidup sederhana yang dilakoni Sr. Alexanda FCh, seorang biarawati Dayak berdarah Tionghoa dari Sambas, Kalbar.

Ketika gagasan mau masuk biara ini dia sampaikan kepada Sr. Lucie Fandayani HK, seorang suster biarawati Hati Kudus berdarah Tionghoa dari Belinyu di Bangka, dia mendapat kejutan luar biasa.

“Suster Lucie HK peringatkan saya. Kamu harus tahu ya, gaya hidup para suster Kongregasi HK itu sederhana. Apakah kamu masih berminat?” begitu pernyataan menohok yang dilontarkan Sr. Lucie HK kepada Sr. Jeanne d’Arc HK.

Saat itu di Palembang, Sr. Jeanne d’Arc HK masih dalam tahapan menimbang-nimbang mau masuk apa tidak dan bergabung dengan tarekat religius mana.

Waktu berjalan sangat cepat.

Sr. Jeanne d’Arc HK akhirnya mantap memutuskan jalan hidup dengan bergabung masuk Kongregasi Hati Kudus. “

Ya, saya ingin dan mampu hidup sederhana,” demikian kisah hidup Sr. Jeanne d’Arc HK yang diceritakan dengan gamblang kepada Ping dari Titch TV di ruang rekreasi Panti Wreda Griya Nugraha Lampung, Kamis 23 Maret 2023.

Ilustrasi: Anak-anak Dayak di wilayah pedalaman Keuskupan Ketapang sambut kedatangan Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi dan Titch TV. (Mathias Hariyadi)

Pesta adat Dayak di Darit, Kalbar

Usai menyelesaikan pendidikan dan pembinaan calon suster di Postulat dan Novisiat, maka inilah pertama kalinya Sr. Jeanne d’Arc HK memperoleh hak cuti pulang mudik ke Darit, Kalbar.

“Saat itu, saya benar-benar merasa dicintai keluarga dan masyarakat Dayak di Darit. Dengan jubah ‘kebesaran’ sebagai suster muda HK, saya mengalami dipestakan adat oleh keluarga dan masyarakat lokal di Darit,” kenangnya penuh keceriaan.

“Tahu sendirilah, pasti di situ ada minum tuak segala,” katanya sedikit terbahak, karena Titch TV juga sering mengalami pesta tuak setiap kali berpetualang di Kalbar.

Ilustrasi: Misa inkulturasi dengan taian khas Dayak di Stasi Selangkut Raya, Paroki Sepotong, Keuskupan Ketapang. (Mathias Hariyadi)

Semangat belarasa kepada kaum buruh pabrik

Tugas pertama langsung menantinya. Setelah profesi pertama usai menjalani novisiat, Sr. Jeanne d’Arc HK langsung mendapat tugas pengutusan di Jakarta. Mendampingi kaum buruh pabrik di sekitaran Tangerang, Bekasi, Serang.

Di sinilah, ucapan “peringatan” Sr. Lucie Fandayani HK lalu mendapatkan kebenarannya. Menjadi Suster HK berarti sanggup hidup miskin dan sederhana.

Sama seperti kebanyakan kaum buruh pabrik yang dia layani selama menjadi “petugas lapangan” utusan dari lembaga Karya Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung Jakarta, maka Sr. Jeanne d’Arc HK sehari-hari hidup seperti para buruh itu.

Lambang Kongregasi Suster Hati Kudus (HK)

Hati Yesus yang berbelas kasih

Hidup di bedeng-bedeng, makan-minum seadanya, dan menjalani hidup keseharian seperti para buruh harian itu. Dan itu mampu dia jalani selama lebih dari 10 tahun.

Benar juga kata bapak-ibunya, masuk biara HK jangan seperti masuk kandang burung.

Karena sekali masuk, Sr. Jeanne d’Arc HK mampu merasakan denyut nafas panggilan hidupnya sebagai suster biarawati Hati Kudus yang punya semangat belarasa kuat kepada sesama.

Hati Yesus yang berbelas kasih

Itulah spiritualitas Kongregasi HK yang menghidupi Sr. Jeanne d’Arc HK sehingga selama 10 tahun lebih ia mampu hidup sangat sederhana di Balaraja, Serang, layaknya seorang perempuan buruh harian lepas. (Berlanjut)

PS: Terimakasih kepada para suster di Panti Wreda Griya Nugraha Lampung dan Sr. Henrika HK.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here