Sr. M. Paula SFS (74), Gara-gara Kardinal Justinus Darmojuwono

0
344 views
Sr. M. Paula SFS (74) merayakan pesta hidup membiara selama 50 tahun. Menjadi Katolik di Solo lantaran terpesona oleh gaya mengajar Kardinal Justinus Darmojuwomo Pr di SD Kanisius Pucangsawit Solo. (Titch TV/Mathias Hariyadi)

TAHUN 2022 lalu, Sr. Maria Paula SFS (74) genap merangkai pesta hidup membiara selama 50 tahun. Dirayakan bersama para suster SFS yubilaris lainnya di Kapel Biara Santo Fransiskus, Biara Pusat Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS), September 2022 lalu. Pesta kebun sederhana berlangsung di taman kompleks Biara Induk SFS.

Sr. Paula SFS -bulan April 2023 ini- berusia 74 tahun. Ia lahir dan besar di Ponorogo, namun kemudian pindah ke Solo. Menyelesaikan tahap pendidikan sekolah dasarnya di SD Kanisius Pucangsawit Surakarta.

Terpesona akan gaya mengajar Kardinal Justinus Darmojuwono

Waktu itu, begitu ingatannya mengarah masa kecil, ia sampai dibuat terpesona sampai ndomblong lantaran gaya model pengajaran menawan dari pastor paroki setempat. Namanya, Romo Justinus Darmojuwono Pr.

Kelak, imam diosesan Vikariat Apostolik Semarang yang sederhana dan rendah hati itu akan menjadi Uskup Keuskupan Agung Semarang dan dinobatkan sebagai Kardinal pertama untuk Indonesia.

Saat Sr. Paula SFS ingin menjadi Katolik, ibunya tegas melarangnya. Juga keluarga besar dari pihak ibunya asal Ponorogo, Jatim.

“Bahkan saya sampai ‘disidang’ oleh keluarga. Lantaran ingin menjadi Katolik dan mau jadi suster biarawati,” kata Sr. Paula SFS menjawab Mathias Hariyadi dari Titch TV.

Namun, semangat hatinya ingin menjadi Katolik kian membara; justru ketika masih duduk di bangku kelas 4 SD Kanisius Pucangsawit. Juga berkat memikatnya gaya mengajar Romo Justinus Darmojuwono Pr.

Jangan masuk ordo kontemplatif, tapi yang aktif saja

Sekali waktu, di Gereja Santo Antonius Purbayan Solo, ia melihat sejumlah suster Klaris membagi-bagi brosur promosi panggilan. Sekilas, ia sangat berminat masuk bergabung -nanti pada saatnya- masuk ke Ordo Santa Clara yang kontemplatif.

Juga sekali waktu pernah berminat ingin masuk Kongregasi Suster-suster Karya Kesehatan (BKK) yang pada kurun waktu masa itu masih mengelola layanan kesehatan di RS Brayat Minulya Solo.

Orientasi ke Sragen

Atas saran Pak Andreas Sunanto -saudara jauh dan ayah kandung Romo Adi Prasojo Pr dari KAJ- Sr. Paula SFS disarankan masuk tarekat religius aktif. Bukan yang kontemplatif.

Karena itulah, ia lalu pergi ke Sragen – kota sebelah timur Solo dekat perbatasan Jateng-Jatim. Untuk ngangsu kawruh dengan para Suster SFS yang waktu itu berkarya di pelayanan kesehatan di Sragen.

“Di Sragen wakt itu ada Sr. Lidwina SFS – suster pribumi Indonesia pertama di Kongregasi SFS. Juga ada Sr. Bernarda SFS, Sr. Imakulata SFS, dan Sr. Wilfrida SFS,” kenang Sr. Paula SFS menjawab Titch TV di Biara Induk Kongregasi SFS Jl. Rumah Sakit, Kota Sukabumi, Jabar.

Sebelum pergi ke Sragen, Sr. Paula banyak mohon bimbingan sama Romo Padmaseputra Pr, bapak rohaninya di Solo. Dan ketika sudah mulai “berminat” melirik Kongregasi SFS di Sragen, ia merasa banyak dibantu informasi oleh Romo Kiswana Pr – imam parokial di Sragen waktu itu.

Cari akal dan alasan ke Sukabumi

Selama di Sragen itulah, Magistra Kongregasi SFS Sr. Gerarda SFS sering menghubunginya untuk misi perkembangan motivasi panggilan hidup membiara. “Saya menjalani masa aspiran di Sragen kurang lebih selama enam bulan,” kenang Sr. Paula.

Ketika tiba waktunya harus masuk Postulan dan Novisiat di Sukabumi, Sr. Paula dibuat “bingung” harus ngomong apa kepada ibunya. Lalu cari akal. Bilang bahwa harus pindah asrama luar kota dan minta segera disediakan semua perlengkapan asrama.

Tanggal 20 Juli 1969, ia naik bus Elteha dari Solo menuju Sukabumi.

“Sesampai di Sukabumi, ia dijemput oleh Sr. Gerarda SFS dengan mobil ambulans. Saat itu, Kongregasi SFS masih mengelola secara penuh karya pelayanan kesehatan,” kenangnya.

Tabernakel kapel terlihat “mencorot”

Saat untuk pertama kalinya masuk kompleks Biara Induk SFS di Jl. Rumah Sakit Sukabumi itu, hatinya berdegup kencang. Ia merasa mengalami hiburan rohani, ketika dari jauh melihat tabernakel kapel biara yang terlihat “mencorot” penuh sinar.

Dari jauh, telinganya mendengar sayup-sayup nyanyian lembut para suster yang tengan berdoa ofisi. Hari-hari berikutnya, Sr. Paula menjalani tahap formasi sebagai Postulan.

“Kebetulan saja, sejumlah novis kurang lebih seumuran dengan saya. Kami berkomunikasi akrab dengan mereka: Sr. Anna, Sr. Ema, Sr. Theresita, Sr. Ignatia, dan Sr. Aloysia. Sementara saya hanya sendirian sebagai Postulan di masa itu,” tutur Sr. Paula SFS.

Bulan September 2022 lalu, bersama sejumlah suster SFS lainnya, ia merayakan pesta hidup membiara selama 50 tahun pasca profesi pertama.

Sungguh, jalan hidupnya barangkali tidak akan pernah sampai di Kongregasi Suster-suster Fransiskan Sukabumi (SFS).

Kalau saja waktu kelas 4 SD Kanisius Pucangsawit Solo, ia tidak pernah bertemu muka dengan Romo Justinus Darmojuwono – kelas Uskup KAS dan Kardinal pertama Indonesia.

Kredit: Titch TV/Mathias Hariyadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here