SALAM 3 April dari Wamena.
Saya berangkat dari Jakarta tanggal 2 April pukul 15.30 WIB dan tiba di Wamena, Papua, esok harinya tanggal 3 April pukul 11.50 WIT. Sesudah penerbangan melakukan transit di Denpasar, Makassar, Timika, dan Jayapura.
Dari Jayapura saya terbang bersama Romo Paul Tan Pr, mam diosesan Keuskupan Manokwari-Sorong yang sekarang menjadi Ketua Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik di Jayapura.
Dekenat Pegunungan Tengah Wamena, Papua
Di Wamena kami dijemput Romo Korneles Basa Kopon Pr, Pastor Deken Pegunungan Tengah di Wamena yang meliputi sembilan paroki.
Romo Korneles ini berasal dari Pulau Adonara di Flores Timur. Ia memilih menjadi imam diosesan Keuskupan Jayapura.
Saya berjumpa beberapa imam lain yang akan melayani Pekan Suci di berbagai paroki dan stasi di Dekanat Wamena.
Biara St. Fransiskus Wamena milik Kongregasi Suster FSGM
Malam pertama kami menginap di Biara St, Fransiskus di Wamena, biaranya para suster Kongrehasi FSGM. Ada Sr Bonita FSGM, Sr. Lidia FSGM, Sr. Kristina FSGM, Sr. Silviana FSGM, dan Sr. Anna FSGM.
Di wilayah Papua, para suster FSGM juga ada di Yiwika Wamena, Jayapura, dan Agats.
Kongregasi Suster-Suster Fransiskan Santo Georgius Martir (FSGM) didirikan tahun 1869 oleh Muder Maria Anselma Bopp bersama Romo Gerhard Dall – waktu itu imam parokial di Thuine, Keuskupan Osnabruck, Jerman.
Mereka menghormati Hati Kudus dan mengikuti teladan St. Fransiskus Assisi untuk kehidupan religius yang diwarnai cinta akan kemiskinan, gembira dalam berkarya, dan setia dalam doa.
Hidup miskin berarti sederhana dan bersahaja dalam sikap, kata-kata, pakaian, dan segalanya.
Buku “Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim”
Hari ini, saya membaca buku Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim Papua yang ditulis Pastor Frans Lieshout OFM. Ia sejak tahun 1964 menjadi misionaris di Lembah Balim. Juga selama puluhan tahun mempelajari bahasa dan kebudayaan Suku Hubula yang suku asli Lembah Balim.
Suku Hubula menghormati Pencipta sebagai misteri, mementingkan kebersamaan, bekerja keras, mandiri, hidup harmonis dengan alam, tidak mau mengemis, mempertahankan pilar kehidupan sosial yang kuat, jujur, berani mengakui kesalahan, dan pemimpinnya berpihak pada kepentingan masyarakat.
Makan bersama Bakar Batu
Salah satu bagian yang menarik adalah adat makan bersama bakar batu.
Sesudah makanan yang dimasak bersama dibagikan kepada semua, barulah mereka makan bersama dalam keheningan. Adat ini terganggu, ketika ada banyak sambutan yang membuat makanan terburu dingin.
Keheningan bersama saat makan terganggu oleh bunyi musik yang diputar keras.
Yang juga menarik adalah keberanian dan kejujuran orang Hubula dalam upacara rekonsiliasi bersama di mana setiap orang berani mengakui kesalahan dan dosanya dengan jujur dan terbuka secara publik.
Hawa dingin tanpa nyamuk
Wamena cuaca dan airnya dingin. Tidak ada nyamuk. Kota Wamena kalau siang panas dan baru saja jadi ibukota propinsi baru yaitu Propinsi Papua Pegunungan.
Saya masih bertanya tanya apa yang menggerakkan hati saya untuk pergi sampai ke Wamena di Papua, saya juga belum tahu saya akan belajar apa dari Wamena.
Semoga APUK yaitu nama Sang Pencipta yang misterinya sangat dijaga dengan rasa hormat yang tinggi dan dalam akan mengajarkan makna kehidupan sejati.
Saya ke Papua ingin belajar untuk lebih memahami kehidupan orang Papua.dan dengan itu sekaligus meneropong kehidupan dan panggilan saya.
Salam hangat dari Wamena, 3 April 2023.